Bersama

36 6 1
                                    

Jika tua nanti kita tlah hidup masing-masing
Ingatlah hari ini!

-Project Pop-

•••

Hari ini Arga sudah diperbolehkan untuk pulang setelah 2 hari berbaring di rumah sakit. Selama di rumah sakit, Danilah yang sibuk mencari siapa dalang di balik kejadian ini. Tidak sulit mendapatkan jawaban dari pertanyaan tersebut mengingat Dani dapat dengan mudah menyewa orang untuk membantunya.

Dugaan Arga benar, Bellalah yang telah merencankan ini karena sejak awal pun gadis itulah yang tidak menyukai dirinya berhubungan dengan Rufina. Sungguh Arga tidak menyangka bahwa gadis itu akan melakukan hal sekeji ini hanya untuk menghancurkan hubungannya dengan Rufina. Arga tidak percaya bahwa obsesi dapat mengubah seseorang menjadi semenyeramkan ini. Namun, itulah kenyataannya.

"Jadi Bella gimana sekarang?" tanya Dena pada suaminya sembari membereskan barang-barang di rumah sakit untuk dibawa pulang.

"Anak itu sudah ditangani di kantor polisi. Papa menyerahkan semuanya sama polisi."

Arga duduk di tepi ranjang, menggenggam gelas teh hangat dengan kedua tangan. Ia tidak banyak menyahut. Di ruangan ini hanya ada orang tuanya dan juga dirinya. Kakaknya sedang ada urusan pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan. Lagi pula hal itu bukanlah masalah besar.

"Ma," panggilnya. Ia hampir melupakan sesuatu sebelum kembali.

Dena langsung menghampiri putranya. "Kenapa, Ga?"

"Arga mau ke kamar Raka."

"Boleh, Sayang," sahut Dena yang dibalas anggukan oleh Arga, "mau mama antar?"

Arga menggeleng dengan cepat. "Aku bisa sendiri," tolaknya. Meski ragu, Dena tetap mengangguk dan membiarkan putranya pergi.

Arga bersyukur karena keadaan Raka sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya. Masa kritis dapat dilewatinya dengan baik sehingga lelaki itu sudah dipindahkan ke ruang rawat inap. Sekiranya itulah informasi yang ia terima dari kedua orang tuanya.

Tidak butuh waktu lama untuk Arga sampai di depan kamar bernomor 202. Ia mengetuk pintu kamar sampai kenop pintu tersebut ditarik dari dalam. Arga menunduk dan tersenyum sebagai sapaan pada wanita paruh baya yang sudah membukakan pintu baginya.

"Pagi, Arga. Gimana keadaan kamu sekarang?"

"Hari ini saya sudah diperbolehkan untuk pulang, Tante," jawabnya.

Ibu Raka mempersilahkannya untuk masuk. Matanya langsung tertuju pada orang yang sedang berbaring lemah di ranjang. Berbeda dengan keadaan terakhir yang dilihatnya, Raka sudah sadarkan diri meski selang masih terpasang sebagai penunjang pernapasannya.

Gina cukup mengerti bahwa mungkin kedua lelaki di hadapannya membutuhkan waktu untuk berbicara mengingat baru sekarang Arga dapat menghampirinya dalam keadaan sadar. "Kalau gitu tante keluar dulu, ya," ujarnya. Wanita itu menarik kenop pintu dari luar dan berjalan menuju kantin rumah sakit.

Arga menarik kursi dan meletakkannya di tepi kanan ranjang. "Gimana keadaan lo sekarang?"

Raka tersenyum tipis. "Dah jauh lebih baik."

"Gue bersyukur lo jauh lebih baik sekarang." Arga menatapnya beberapa saat sebelum kembali membuka suara. "Gue tau mungkin terlalu cepat buat bahas ini, tapi gue mau tanya. Kenapa lo bisa ada di sana dan nolongin gue?"

Sejujurnya Raka juga bingung alasan apa yang membuatnya rela untuk menolong seseorang yang bahkan tidak ia kenal dengan baik. Raka menerawang atap-atap kamar dengan gamang. Meski ia tidak tahu harus memulai dari mana, ia tetap membuka suara.

RufinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang