But i left her when i found her and now
i wish i'd stayed.-Avenged Sevenfold-
•••
"Arga, lo bisa anter gue balik hari ini?"
Saat ini mereka sedang duduk di kantin. Topik tentang Arga dan Rufina yang sedang berselisih paham sudah tersebar luas bahkan menjadi trending topic. Ada juga yang menyimpulkan bahwa mereka sudah putus. Ditambah lagi kedekatan Arga dan Bella yang kian hari kian menjadi-jadi semakin mendukung argumen tersebut.
Bukannya Rufina tak tahu, ia hanya menahan diri seolah tidak terjadi apa-apa antara dirinya dan Arga. Kebahagiaannya seolah direnggut paksa apalagi ketika matanya menangkat sosok Arga dan Bella sedang duduk di kantin. Berdua. Hanya berdua.
Sampai saat ini Rufina pun tidak tahu apa maksud Arga mengajaknya bertaruh dan menjadi pacarnya saat itu. Daripada mengukir kenangan semakin banyak, lebih baik dihentikan sedini mungkin. Sebelum semuanya semakin sulit dilupakan.
Arga menggeleng, "Gue nanti mau rapat OSIS, Bel. Pulangnya pasti maghrib. Nanti lo kelamaan."
Bella menghalau rasa kecewanya. Ia berdehem sebelum mengajukan pertanyaan, membuat Arga menoleh dan menatapnya seolah bertanya kenapa?
"Sebenarnya lo sama Rufina kenapa?"
Bella segera menutup mulutnya, pura-pura merasa bersalah karena sudah bertanya sesuatu yang bersifat privacy.
"Maaf-maaf. Mulut gue emang suka rese gitu," ujarnya gelagapan karena melihat Arga yang sedang menatapnya datar sembari melipat tangannya di depan dada.
"Ada masalah. Dia yang ga bisa jujur tentang masalahnya dan gue terlalu penge tau tentang dia. Gue jadi cowok yang kurang ngerti posisi dan perasaan dia, tapi ada hal lain yang bikin gue semakin marah."
Bella memberanikan diri untuk menggenggam tangan Arga. Kesempatan semakin terbuka karena Arga tak berkutik dan justru terlihat menikmati genggaman ringan dari dirinya.
Sarah menggeleng, "Lo ga salah, Ga. Kadang emang ada saatnya kita kecewa sama seseorang karena ga mau jujur. Dan di saat itu kita juga harus mikirin sesuatu buat ke depannya."
"Doain aja, Bel," jawab Arga singkat.
Walau Arga terlihat sangat menyedihkan karena Rufina, Bella tak tinggal diam. Ia justru mengambil kesempatan dengan berdiri dan duduk di samping Arga. Kembali memberanikan diri untuk melakukan hal tidak biasa.
Sesuatu yang hangat melingkupi bahu Arga dari samping. Arga yang memang keadaan hatinya sedang di tingkat paling rapuh tidak kuasa untuk menolak. Gadis itu membisikkan sesuatu ke telinganya, "Pikirkan baik-baik. Ketika lo pertahankan dia, apakah dia bakal bahagia atau justru makin tersakiti."
Semua orang di kantin hampir memekik, memandang mereka dengan tatapan aneh, serta menyimpulkan bahwa putusnya Arga dan Rufina memang benar.
Rufina berdiri di sana. Memaksakan kakinya yang sudah bergetar. Arga tak menatapnya dan itu membuat semuanya lebih baik. Setidaknya ia tak usah berpura-pura bingung atau menentukan sikap. Ia berusaha tegar kemudian berbalik, menuju tempat yang sudah tidak sesering dulu ia kunjungi.
Perpustakaan.
Sama sekali tidak tergesa-gesa. Ia bersikap setenang mungkin apalagi ketika menangkap bisik-bisik aneh dari gerombolan siswi di sekitarnya. Telinganya sudah mati rasa. Menggubris orang semacam mereka justru akan membeludakkan emosi dan membuat semuanya semakin runyam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rufina
Teen FictionAmazing cover by @unicorngraph Karena Arga, Rufina harus terlibat taruhan bodoh dengannya. Bayangkan, dua rival ini harus berada dalam satu hubungan yang bernama jadian. Apa jadinya? Apakah benar pepatah 'Perasaan seseorang berubah seiring berjalan...