And who do you think you are?!
-Christina Perri-
•••
"Pagi!"
Dengan sigap Rufina mengambil mangkuk di samping kompor dan meletakkanya di atas meja beralas kaca.
"Terus aja bangun telat dan ga usah bantuin gue masak."
Rufina menaruh ranselnya di kursi kemudian mendekati Adina, mengangkat telunjuk, dan menusuk pelan pipi adiknya. "Ihhh ngambek!"
Adina mengerucutkan bibir merah mudanya. "Apaan sih ih!"
Rufina terkekeh. Lucu melihat wajah bulat adiknya yang merajuk. "Yuk, makan!"
Mereka berdua menuju meja makan setelah semua makanan siap. Rufina menuangkan segelas air putih lalu meminumnya terlebih dahulu.
Satu suapan tertelan sesudah berdoa. Rufina merasakan panas menjalar di palatumnya. "Kok pedes, Na?" Adina nyengir. "Sorry, Kak. Gue dari kemarin lagi pengen banget makan pedas. Kalo masaknya dipisah-pisah kelamaan keburu telat."
Melihat pipi kakaknya yang mulai memerah, ia bertanya, "Mau dimasakkin yang lain aja? Tapi mentok-mentok gue cuma masakkin telur goreng doang. Gimana?"
Sambil membasahi kerongkongannya, ia menggeleng. "Ga usah. Entar telat." Adina meletakkan sendoknya, "Kalau ga kuat ga usah dipaksain, Kak. Atau mau roti aja?" tawarnya.
Rufina terkekeh walau panas di bibirnya masih jelas terasa. "Lebay amat sih. Udah mending habisin nasi goreng lo." Rufina sudah selesai dengan acara makannya. Beruntung ia hanya mengambil 2 sendok makan jadi tidak sulit untuk dihabiskan.
Sembari menunggu adiknya selesai makan, ia mengambil mangkuk nasi goreng. "Masih mau nambah?"
Rufina berlalu begitu saja setelah mendapat gelengan dari Adina. Ia memasukkan mangkuk kaca dan menutup rak penyimpan makanan kembali.
Setelah sarapan selesai, Rufina mengeluarkan mobil dari garasi disusul dengan Adina yang segera mengisi kursi tepat di sebelah pengemudi. "Pagi Mang Bejo!" sapa Adina sumringah disusul senyum pepsodent Rufina.
Mang Bejo menerima salam diiringi senyum gigi dan membuka pagar. Baginya, bekerja di sini sama sekali tidak terasa seperti bawahan. Ia selalu mendapat perlakuan yang adil bahkan melebihi apa yang seharusnya didapatkan.
"Hati-hati, Mba Ruf, Mba Din!" katanya. Tangan tuanya melambai berkali-kali disertai senyuman secerah matahari pagi ini.
Omong-omong, sebenarnya mereka memiliki supir keluarga. Namun, Rufina lebih sering menyetir sendiri daripada meminta sopir. Mang Bejo menatap kepergian anak majikannya dengan doa yang ia panjatkan supaya mereka selamat. Tangannya menarik pegangan berbahan tralis untuk menutup pagar, lalu kembali ke singgasananya, meminum kopi ditemani sepiring pisang goreng juga alunan lagu dangdut dari radio.
***
Belum juga duduk, Sarah, teman sebangkunya langsung menodongkan pertanyaan yang sangat sering masuk ke gendang telinga, yaitu, "Mau lihat PR dong!"
Rufina mendengus, "Ck masih pagi." Ia berjalan menuju kursi dan melempar tas di atas meja.
Setelah duduk, Rufina membuka resleting dan mengambil buku tidak bersampul, menggesernya ke meja sebelah. Sarah nyengir dan dengan kemampuan menulis cepat ia segera menyalin PR Kimia sebelum bel berbunyi.
Rufina menyandarkan tubuh pada tembok. Kebetulan ia duduk di kursi ke 3 barisan pojok. Meski begitu, bukan berarti Rufina gadis bodoh. Ia adalah siswi dengan peringkat pertama dalam ranking paralel di SMA Trakarsa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rufina
Teen FictionAmazing cover by @unicorngraph Karena Arga, Rufina harus terlibat taruhan bodoh dengannya. Bayangkan, dua rival ini harus berada dalam satu hubungan yang bernama jadian. Apa jadinya? Apakah benar pepatah 'Perasaan seseorang berubah seiring berjalan...