I knew I loved you then
But you'd never know-James Arthur-
•••
Hari ini ujian akhir semester dimulai dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia dilanjutkan Matematika Wajib. Di mata pelajaran terakhir untuk hari pertama, banyak siswa yang terlihat bingung. Hal itu terlihat dari bagaimana mereka mengerutkan dahi dan tidak jarang yang berusaha untuk menoleh, menanyakan jawaban pada teman.
Mereka tidak punya banyak waktu lagi karena waktu ujian sudah berlalu dan tinggal 5 menit terakhir. Pengawasan di ruang kelas Arga dan Rufina terlihat sangat santai, namun mata beliau tetap mengawasi mereka tajam bak burung elang. Jangankan menoleh, bernapas saja takut.
Deringan bel di seluruh penjuru kelas menandakan bahwa waktu ujian telah usai. Seluruh murid mulai maju dan mengumpulkan lembar ujian. Banyak dari mereka yang panik karena tidak tahu apa yang sudah mereka tulis. Di bagian belakang beberapa murid tampak berkumpul dan melihat salah satu lembar jawaban teman yang dianggap pintar dalam mata pelajaran ini.
Bu Sandra berdehem dari depan. "Saya hitung sampe 5 kalau belum dikumpul saya tinggal."
Lantas kerumunan tadi langsung bubar dan menyerahkan lembaran tersebut dengan pasrah. Meski begitu, masih ada juga yang mencari jawaban dengan berlari sana-sini.
"1," kata Bu Sandra mulai menghitung sembari membereskan kertas-kertas yang ada di meja guru.
"2."
"3."
"4." Di detik-detik terakhir yang menegangkan ini, murid yang belum mengumpulkan ujian segera berlari secepat kilat lantaran Bu Sandra adalah guru yang tegas. Lebih baik nilai mereka tidak bagus daripada harus menghadap kesiswaan karena telat mengumpulkan.
"5," tutupnya. Tepat di angka terakhir, seluruh hasil jawaban sudah terkumpul. Bu Sandra tersenyum dan meninggalkan kelas.
"AH ANJIR SUSAH BANGET DAH," teriak salah satu di ruang kelas tersebut. Diikuti kalimat-kalimat setuju dari teman-teman yang lain.
"Ruf, gue balik duluan, ya. Adik sepupu gue yang super ganteng lagi ada di rumah," teriaknya hingga hampir satu kelas mendengar. Sarah tidak membutuhkan jawaban dari Rufina karena ia segera pergi dan hilang dari pandangannya.
Arga memakai hoodie abu-abu dan memanggul ranselnya pada bahu sebelah kanan kemudian menghampiri Rufina yang duduk di kursi belakang. "Mau balik sekarang?" tanyanya sembari membantu Rufina memasukkan beberapa alat tulis yang masih tercecer di atas meja.
"Yuk," jawabnya dengan cepat.
Mereka berjalan beriringan sambil membicarakan mata pelajaran untuk ujian besok.
"GA!" teriak seseorang di lorong kelas. Arga kenal itu suara siapa. Mereka berdua membalikkan badan dan melihat Vino berjalan cepat diikuti Haidar dan Sam. "Jadikan nanti kita belajar bareng di rumah lo?" tanyanya.
Arga mengangguk. "Jadilah."
"Jam berapa?" Kini giliran Haidar yang buka suara.
Vino memutar bola matanya dan menggerung kesal. "Gue tau Dar lo adalah manusia paling sibuk se-Indonesia Raya, tapi masa buka LINE dan liat grup aja kaga bisa."
Sam terkekeh, begitu juga dengan Rufina.
"Kemarin sih janjiannya jam 3, Dar," jawab Sam.
Haidar menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. "Kayanya gue telat bentar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rufina
Teen FictionAmazing cover by @unicorngraph Karena Arga, Rufina harus terlibat taruhan bodoh dengannya. Bayangkan, dua rival ini harus berada dalam satu hubungan yang bernama jadian. Apa jadinya? Apakah benar pepatah 'Perasaan seseorang berubah seiring berjalan...