Just know that wherever you go
You can always come home-Jason Mraz-
•••
Arga hampir melupakan seseorang yang juga terkena dampak saat menyelamatkannya kalau saja Sam tidak masuk ke ruangannya dan memberitahukan bahwa keadaan orang tersebut kritis. Rufina yang tidak mengerti apa-apa tetap membantu Arga untuk berdiri dengan meletakkan satu tangan Arga dan melingkarkannya pada lehernya.
"Gimana keadaannya Sam?" Arga tidak bisa tenang. Tentu ia khawatir karena lelaki itulah yang paling parah keadaannya.
Sam menggeleng. "Gue ga tau pasti, tapi dokter bilang keadaannya sekarat."
Mereka tetap berjalan meski Arga agak terseok-seok. Sesampainya di depan kamar, mereka melihat 2 orang paruh baya yang sedang menangis dan berdiri dengan raut wajah khawatir. Perhatian mereka semua mendadak tertuju pada dokter yang baru saja keluar dari kamar.
Tangan wanita itu bergetar hebat sembari memegang tangan suaminya. "Bagaimana kondisi anak saya, dok?"
"Tubuh pasien sempat memberikan respon negative setelah operasi pengangkatan peluru, tapi sekarang perlahan sudah mulai membaik," jelas dokter tersebut.
Lelaki paruh baya tersebut menangis dan memeluk istrinya erat-erat. Ia tidak bisa lagi membayangkan bagaimana mereka harus kehilangan putra mereka untuk kedua kalinya.
Dokter tersebut tersenyum. "Kami akan melakukan yang terbaik," pintanya setelah itu pamit.
Arga meminta baik Rufina dan Sam untuk tetap berdiri di sini. Dirinya berjalan dan mendekati dua orang yang masih berdiri di depan pintu dengan uraian air mata. "Saya minta maaf," ujarnya. Dua orang tersebut mengerutkan kening lalu mengerti setelah melihat Sam yang berdiri di sana. Ya, Sam lah yang sudah menelpon dan menceritakan semuanya pada mereka. "Saya berutang nyawa pada Raka. Dia yang telah menyelamatkan saya dari luka tembak tersebut," katanya sembari menunduk.
Arga sudah menyiapkan mental jika ia harus menerima amukan amarah dari orang tua Raka. Namun, perkiraannya melesat. Wanita tersebut justru mengambil satu tangannya dan tersenyum. "Kamu ga salah. Bukan kamu yang buat Raka seperti ini. Saya justru berterima kasih karena Raka cepat dibawa ke sini," ucapnya sembari menangis. "Saya ga bisa bayangkan kalau saja Raka telat dibawa ke sini, mungkin dia ga akan selamat," tuturnya dengan lancar kendati suaranya masih serak dan sengau.
Ayah Raka menepuk pundaknya. "Kembalilah ke kamarmu. Sepertinya kamu juga butuh istirahat." Arga mengangguk. "Tolong kabari teman saya kalau Raka sudah sadar," kata Arga sembari menunjuk Sam yang sedang tersenyum.
Setelah berpamitan Arga kembali menghampiri gadis dan sahabatnya. Mereka berjalan menuju kamar inapnya. Dapat Arga dengar deru nafas Sam yang tidak beraturan di dalam lift yang mereka naiki.
"Gue benar-benar bersyukur Raka lumayan membaik,"ujar Sam yang dibalas anggukan olehnya. Rufina sendiri memilih untuk diam. Ia akan meminta penjelasan Arga sehabis ini.
"Gue balik dulu, ya, Ga," ucap Sam di depan pintu kamarnya. Kini matanya beralih pada Rufina. "Ruf, kabarin gue kalau ada apa-apa," lanjutnya. Arga mengangguk dan membiarkan Sam menjauh dari pandangannya setelah mengucapkan hati-hati dan terima kasih.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rufina
Teen FictionAmazing cover by @unicorngraph Karena Arga, Rufina harus terlibat taruhan bodoh dengannya. Bayangkan, dua rival ini harus berada dalam satu hubungan yang bernama jadian. Apa jadinya? Apakah benar pepatah 'Perasaan seseorang berubah seiring berjalan...