38. {The truth}

640 33 59
                                    

Typo!!!

-----

Hari ini adalah hari ketiga Elysia merasakan sakit yang sama. Suhu badan yang naik turun, Kepala pusing, tubuh lemas, dan juga mimisan. Hari ini Elysia memutuskan untuk ke dokter.

Bel pulang akhirnya berbunyi. Elysia keluar kelas bersama pitiksquad dengan tawa seperti biasanya. Mata Elysia sedari tadi melihat ke sekeliling. Takut jika ada Galang. Jika ada Galang, Elysia pasti tidak akan ke dokter. Elysia ingin ke dokter sendiri, karena tidak ingin membuat semua orang khawatir.

Elysia naik angkutan umum dengan pitiksquad. Elysia beralasan akan pergi ke rumah sakit untuk menjenguk teman SMPnya dulu.

Elysia sedang duduk di kursi tunggu. Sebentar lagi adalah giliran dirinya masuk.

"No 135." Panggil sang suster. Elysia berdiri dan masuk ke dalam ruang dokter.

"Apakah anda pernah melakukan tranplatasi jantung?" Tanya sang dokter.

"Iya dok. Tiga tahun lalu." Jawab Elysia. Elysia menjadi khawatir, dia takut jantungnya. Yang adalah pemberian Gevin kenapa-kenapa.

"Boleh saya tau riwayat sang pendonor?"

"Pendonor jantung ini adalah orang terdekat saya. Saya membutuhkan donor jantung karena kecelakaan. Dan saat itu dia belum meninggal, tapi dia mendonorkan jantungnya untuk saya," Elysia menarik nafas dalam-dalam.

"Dan dia mempunyai riwayat penyakit kanker." Lanjut Elysia. Dadanya yang sesak semakin mejadi sesak.

"Selama tiga tahun apa tidak pernah terjadi hal seperti yang anda rasakan sekarang?" Tanya sang dokter. Elysia menggeleng.

"Kapan terakhir kali anda melakukan imunosupresan?"

"Saya sudah tidak melakukan imunosupresan dua bulan yang lalu." Jawab Elysia.

"Tubuh anda menolak transplatasi jantung karena anda sudah berhenti melakukan  imunosupresan . Dan salah satu resiko kegagalan transplatasi jantung adalah kanker limfoma non-Hodgkin. Seperti yang anda derita sekarang." Jelas sang dokter. Elysia diam membeku.

"M...maksud dokter?" Tanya Elysia masih tidak percaya apa yang barusan di katakan oleh sang dokter.

"Anda menderita kanker limfoma non-Hodgkin dan sel kankernya sudah menyebar ke setengah tubuh anda," Ulang sang dokter. Elysia membelakkan mata kaget, tangannye gemetar. Elysia harus menelan kenyataan pahit lagi.

"Saya akan memberi obat untuk mengurangi rasa sakit saat reaksi penolakan dan juga kanker." Ucap sang dokter. Lalu menuliskan resep obat. Elysia mengambil resap obat itu dengan tangan gemetar.

Dia keluar dari ruang dokter dan berjalan menuju tempat pengambilan obat dengan lesu. Dia masih terkejut dengan kenyataan yang di hadapinya. Elysia menunggu obatnya, dan duduk di kursi tunggu. Dia menghembuskan nafasnya kasar. Sesak kembali di rasakannya. Dia mencoba mengatur nafasnya.

"Elysia," Tegur seseorang. Elysia mendongak. Dia terkejut. Hendra memandangnya dengan pandangan bertanya.

"Lo ngapain disini?" Tanya Hendra yang ikut duduk di sebelah Elysia. Elysia jadi bingung harus menjawab apa.

"Lagi jenguk temen." Jawab Elysia dengan suara serak. Lalu gilirannya mengambil obat. Hendra menjadi curiga dengan Elysia. Jika dia menjenguk temannya, kenapa dia mengambil obat?

"Kok lo ngambil obat?" Tanya Hendra. Elysia kebingungan lagi.

"Emm. Ini bukan obat. Ini vitamin. Kan kemarin gue mimisan, ternyata gue cuma kecapean. Jadi gue di kasih vitamin sama dokter." Dusta Elysia. Lalu Elysia langsung pamit untuk pulang. Hendra yang melihat tingkah laku aneh Elysia hanya bersikap acuh. Padahal dia masih penasaran. Lalu Hendra menuju ke ruang dokter yang juga adalah temannya.

Hard life [Completed] #Wattys2017Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang