39. {Retak}

649 34 18
                                    

Typo!!

-----

Malam ini Elysia berkutat dengan buku B. Inggrisnya. Besok adalah hari terakhir Ujian Akhir Semester. Jika setiap ujian Elysia akan belajar seperlunya saja, kali ini Elysia belajar dengan giat.

Dia ingin menaikkan peringkatnya. Dari peringkat tiga, menjadi peringkat satu. Elysia merapikan bukunya karena ini sudah larut. Elysia duduk di pinggir ranjangnya dan meminum obatnya.

Sudah tiga minggu Elysia menjalani hari-harinya dengan penyakitnya itu, dan juga masih belum ada yang tau penyakit Elysia. Elysia meminum air putih lebih banyak saat obat terakhirnya tersangkut di tenggorokannya.

Elysia mengelap mulutnya dengan punggung tangannya. Dia sangat benci meminum obat setiap hari. Itu membuat lidahnya sedikit mati rasa. Tapi mau tidak mau, Elysia harus tetap meminum obatnya. Karena hanya obat itu yang bisa mengurangi rasa sakitnya.

Elysia merebahkan badannya di ranjang. Dia menatap langit-langit kamarnya. Suasana sangat sunyi, sampai Elysia bisa mendengar suara kelelawar yang sedang berterbangan di langit malam. Elysia tidak bisa tidur karena masih memikirkan kata dokter tadi.

"Kanker anda sudah menyebar ke seluruh tubuh anda dan semakin parah. Harus ada tindakan lanjut untuk menangani kanker anda." Jelas sang dokter. Elysia menghembuskan nafasnya perlahan.

"Saya harus bagaimana dok?" Tanya Elysia. Matanya menunjukkan rasa sakit. Dia lelah menghadapi ini semua.

"Mungkin akan susah untuk menghilangkan kanker anda. Bahkan di rumah sakit ini tidak bisa melakukan tindak lanjut kepada anda, karena tidak adanya alat. Jadi saya sarankan, anda mencari dokter spesialis kanker saja." Jelas sang dokter.

Elysia mengangguk dan tersenyum, lalu dia keluar dari ruangan dokter itu. Entah apa yang harus di lakukan Elysia sekarang. Bagaimana dia bisa menemui dokter spesialis kanker? Itu pasti membutuhkan biaya yang sangat mahal. Sedangkan uang tabungannya sudah berkurang untuk menebus obatnya selama ini.

Elysia menghembuskan nafasnya lagi. Dia tidak ingin memberitahu keluarganya tentang penyakitnya ini. Tapi bagaimana dia bisa mengobati penyakitnya ini. Apakah dia harus menyerah begitu saja dengan takdir?

Lagi-lagi Elysia menitikan air mata. Dia sudah lelah menghadapi takdir yang selalu menorehkan luka dalam kepada dirinya. Dan, apakah dengan cara ini Tuhan ingin menyudahi penderitaanya? Jika memang iya, Elysia akan berhenti berjuang.

-----

Elysia keluar dari kelas. Dia menghembuskan nafas lega. Ujian terakhirnya berjalan dengan lancar. Anet yang baru keluar dari kelas juga menghembuskan nafas lega. Ujian tadi sangat mendebarkan bagi Anet, karena memang Anet tidak terlalu pandai dalam pelajaran B. Inggris.

Kirana dan Cassandra yang baru keluar dari toilet menghampiri Elysia dan Anet. Cassandra tersenyum saat melihat wajah santai Anet yang tadinya sangat tegang.

"Gak terasa udah mau naik kelas aja." Ucap Kirana. Pitiksquad menganggukkan kepalanya setuju. Lalu tak lama bel pulang berbunyi.

Kiridor yang tadinya sepi, kini sudah penuh dengan murid, suara obrolan dan derap kaki memenuhi koridor. Anet, Kirana, dan Cassandra pulang terlebih dahulu.

Elysia berjalan menuju lorong kelas XI, dia berniat untuk mencari Galang, karena Elysia sudah menunggu Galang lama tapi Galang belum juga muncul. Elysia melihat Angga, Kevin, dan Dimas yang berjalan keluar kelas dengan wajah segar.

"Hei," sapa Elysia. Mereka sontak menoleh ke sumber suara dan menemukan Elysia yang datang dengan senyum cerahnya.

"Galang mana?" Tanya Elysia. Mereka saling melontarkan pandangan bingung.

Hard life [Completed] #Wattys2017Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang