29. Kebenaran

14K 568 17
                                    

FERO POV

Gue sangat merasa bersalah sejak insiden waktu itu. Gue ngerasa kalo gue ini orang paling jahat bagi gadis itu. Ya dia adalah Viola. Sejak gue mutusin dia, ralat bukan mutusin sih, bahkan gue aja belum ngomong apa-apa tapi dia uda tau duluan. Menurut kalian adil gak sih?

Awalnya gue emang gak pernah mikirin gimana perasaan nya, tapi sejak malam itu, malam dimana gue bisa melihat mata nya yang terlihat kelam itu, gue ngerasa sangat jahat sebagai seorang lelaki.

Gue tau saat itu dia menangis, gue tau dia pasti sangat terpukul. Gue memang cowok berengsek.

Gue gak bisa apa-apa saat itu. Tubuh gue terasa mati rasa. Bahkan untuk memeluk nya yang terakhir kali pun gue gak bisa.

Gue terperangah saat dia mengatakan kalo dia sangat-sangat menyukai gue. Gadis sebaik dia seharus nya tak pernah menaruh hati pada cowok seberengsek gue.

Rasa bersalah gue bertambah berkali-kali lipat sejak dia mulai menghindar dari gue. Tiap kali gue ada di sekitar dia, dia pasti pergi. Kadang gue ingin menahan nya tapi gue gak mungkin buat Viona ataupun yang lain nya curiga.

Gue bingung, gue menyesal, gue selalu di hantui rasa bersalah yang mendalam. Seharus nya dari awal gue dengerin apa kata Viko. Sekarang, gue juga takut jika Viona tau, dia bakal ninggalin gue atau bisa jadi dia benci gue dan gak mau ketemu gue lagi.

Mengapa penyesalan harus datang di akhir?

*****

Tettt... Tettt...

Bel istirahat berbunyi, semua siswa berhambur ke kantin. Tapi tidak dengan Viola, ia memilih ke perpustakaan. Ingin membaca buku disana. Bukan buku pengetahuan, melainkan membaca novel.

"Benar nih La lo gak mau ikut kita ke kantin?" tanya Viona sambil memandang lekat-lekat adik nya.

"Iya kak, gue belum lapar" jawab Viola seadanya.

"Kalo lo lapar ntar nyusul aja ya" celetuk Keily.

Viola hanya mengangguk setelah itu mereka bertiga keluar kelas dan berjalan sesuai arah masing-masing.

Kini Viola berjalan sendiri menuju perpus. Sesampai nya disana, ia langsung mencari novel apa yang ingin ia baca.

Viola membaca satu-satu judul novel yang ada disana. Tiba-tiba saja pilihan nya jatuh pada novel berjudul Cinta Ku Salah. Ntah kenapa perhatian nya jatuh pada novel itu, mungkin karena judul nya mirip seperti kisah cinta nya yang juga salah.

Ketika tangan Viola ingin mengambil buku itu, tiba-tiba saja ada tangan yang juga ingin mengambil buku itu.

Hening seketika.

Dengan keberanian Viola menatap siapakah pemilik tangan itu, dan betapa terkejut nya ia ketika tau ternyata orang itu adalah Fero.

Sontak Viola langsung menarik tangan nya. Ia menetralkan sejenak detak jantung nya.

Dengan penuh keberanian ia sedikit mundur ke belakang dan  membalikkan badan nya membelakangi Fero.

"Eh maaf, buat lo aja gapapa. Kalo gitu gue pergi dulu" ucap Viola lalu beranjak pergi. Namun baru beberapa langkah saja, tiba-tiba ia merasakan tangan nya di tarik kemudian Fero memojokkan nya di rak-rak buku, mengunci tubuh nya di rak buku dengan kedua tangan nya agar Viola tak bisa kemana-mana.

Dengan posisi seperti ini, Viola merasakan kembali detak jantung nya berdebar kencang. Posisi seperti ini membuat nya gugup hingga ia hanya bisa menundukkan kepala nya. Tak berani melihat sosok di depan nya itu.

"Maaf" seru Fero lembut. Bahkan sangat-sangat lembut sehingga hampir tak terdengar.

Viola tertegun. Maaf? Untuk apa? Ia ingin menanyakan nya namun ia masih tak berani menatap mata itu.

"Maaf" satu kata itu kembali di ucapkan Fero.

Kata maaf kali ini terdengar senduh. Sangat menyentuh hati Viola. Namun, ia tetap tak bisa melihat mata itu lagi, jika ia melihat nya pertahanan nya akan hancur, hati nya yang telah ia tutup rapat-rapat pasti akan terbuka kembali, dan perjuangan nya akan terasa sia-sia. Akhir nya ia tetap menunduk.

"Maaf" seru Fero yang ketiga kali nya.

Perlahan Fero mengangkat dagu Viola, sehingga kedua nya kini saling tatap.

Viola bisa melihat mata itu lagi, mata yang bisa membuat nya jatuh cinta, mata yang telah membuat nya tergila-gila hingga tak mampu untuk melupakan orang itu.

Sementara Fero, ia kini juga bisa melihat mata itu lagi. Tapi, kini mata itu berkaca-kaca membuat perasaan bersalah itu kembali muncul. Ntah sudah yang ke berapa kali nya ia membuat gadis itu menangis. Ya, air mata kini lolos di pipi mulus Viola.

Fero menghapus air mata itu, ia menghela napas lemah, "Gue minta maaf, gue tau gue ini berengsek, pecundang. Gue tau lo pasti gak bakal bisa maafin gue dengan apa yang uda gue perbuat, tapi gue mohon Viola, untuk kali ini aja, jangan menghindar dari gue. Gue tulus ingin minta maaf. Gue nyesal senyesal-nyesal nya. Gue nyesal uda nyakitin lo, uda manfaatin lo agar bisa dapatin info tentang kakak lo gue nyesal. Seharus nya dulu gue gak perlu bawa-bawa lo ke dalam permainan gue. Sekarang gue di hantui rasa bersalah. Kenapa gadis sebaik lo harus suka sama gue?" ucap Fero sambil menatap Viola.

"Gue uda maafin lo jauh sebelum lo minta maaf ke gue. Gue tau lo cinta mati sama kakak gue, sayang banget sama kakak gue, maka nya gue gak mau ingat-ingat lo terus, gue menghindar dari lo agar gue bisa lupain lo, soal lo jadiin gue pacar lo dan manfaatin gue, itu lupain aja ya. Anggap aja dulu itu bukan apa-apa, lo tenang aja, gue uda ikhlas, gue juga gak bisa apa-apa saat orang yang gue sukai suka sama orang lain, gue gak mungkin maksain yang nama nya perasaan, lo gak perlu merasa bersalah lagi Fero, gue uda move on sekarang. Lo tau? Gue suka sama cowok lain sekarang, jadi gue minta lo bahagiain kakak gue ya" kata Viola. Ia mencoba menyunggingkan senyuman di wajah nya walupun senyum yang menunjukkan kepahitan.

Fero salut dengan gadis di depan nya ini. Selalu kelihatan ceria dan tegar walupun itu hanya berpura-berpura. Seperti saat ini, gadis itu tersenyum paksa dan Fero tau itu.

Tanpa sepengetahuan mereka, Viona melihat apa yang terjadi, bahkan ia mendengar semua pembicaraan mereka. Tak jauh dari mereka ia bersembunyi. Kebenaran ini membuat perasaan nya kacau. Bagaimana bisa ia tertawa bahagia sedangkan adik nya harus menanggung luka yang besar? Bagaimana bisa ia tidak menyadari orang terdekat nya tersakiti karena nya. Viona merasa diri nya kakak yang tak berguna. Ia kembali memperhatikan kedua sosok itu.

"Gue harus pergi Fero, gue gak mau kakak gue liat kita, ntar dia bisa marah sama lo" tambah Viola.

Fero memundurkan langkah nya agar Viola bisa pergi. Tapi, sebelum Viola benar-benar pergi suara seseorang menghentikan langkah nya.

"Gue tau semua nya Viola, gue uda dengar semua nya" ucap seseorang itu lirih dari belakang mereka.

Viola membeku. Itu jelas suara kakak nya. Bahkan suara itu terdengar bergetar.

Sementara Fero merasakan hal yang sama. Apakah ini akhir dari kisah cinta nya?

***


Viona & ViolaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang