•TWENTY THREE•

4.5K 277 0
                                    

            Terbongkar

💥💥💥

   Sembari menyusuri koridor, Erigo tidak henti-hentinya menyenandungkan nada lagu Perfect dari Ed Sheeran yang akhir-akhir ini disukainya.

   This time...

   "Go!"

  Sam melambaikan tangannya dan menghampiri laki-laki itu.

   "Kenapa?"tanya Erigo, tumben-tumbennya.

   "Kumpul di markas. Penting."jawab Sam yang langsung menarik lengan Erigo ke semak-semak tempat tongkrong mereka. Di dalam sana sudah duduk Ari dengan sekantong snack.

   Semua itu membuat Erigo curiga. "Pasti ada maunya."

   Karena biasanya, yang membeli snack itu Erigo.

   "Go, kenal Rara nggak?"tanya Sam dengan mata berbinar.

   Erigo memalingkan wajahnya ke Ari. Laki-laki itu hanya mengangkat kedua bahu dan memasang wajah malas. Pasti Sam juga menyeretnya ke sini.

   "Rara mana?"tanya Erigo lagi. Dia kenal banyak dengan nama Rara. Noh, anak Bi Jul yang jual gulali di depan namanya juga Rara. Bahkan kucing milik adiknya Ari juga bernama Rara.

   "Mutiara Syakira."

   Kening Erigo berkerut.

   "Sekretaris?"

   Sam menjentikkan jarinya. "Seratus!"

   Ari berceletuk. "Terus faedah lo ngajak gue ke sini apa?"

   "Kan kita sekawan bro."jawabnya, membuat Ari memutar matanya dan memainkan ponsel. Toh, kalau masalahnya itu dia tidak akan berguna.

   "Lo minta gue jadi mak comblang gitu?"

   Melihat cengiran Sam membuat Erigo mendapat jawabannya.

   "Please lah Go. Lo mau gue jomblo genap setengah tahun? Lo nggak lupa, kan kalau bulan depan itu tepat setengah tahun gue putus sama Clara."mohon Sam yang membuat Erigo berdecak lidah.

   Lah, gue jomblo dari lahir sampe sekarang apa kabar....

   "Gue nggak dekat sama dia."tolak Erigo halus.

   Mulut Sam maju dua sentimeter. "Ya deketin lah Go."

   "Ntar dia kepincut sama gue, lo-nya marah."canda Erigo yang mendapat tatapan kucing garong.

   "Kan Erigo ada Gita."

   Keduanya sontak menoleh ke Ari yang tadi baru saja berceletuk seraya bermain game dihandphonenya.

   "Napa lo?"Ari ngeri sendiri. "Maksud gue, emang ada yang berani deketin Erigo kalau ada Gita? Ya.. sadar nggak sadar, sih.. sejak kabar lo pacaran sama Gita, emang ada Go yang ngechat lo malam-malam? Yang nyapa lo dengan genit-genit gitu?"

   Ari seakan-akan menyadarkan suatu hal kepada Erigo. Benar. Sejak hari dimana gosip itu tersebar, handphonenya kosong. Tidak bernyawa kecuali pesan dari operator dan nomor salah alamat.

   Plus balasan chat dari Gita.

   Secara tidak langsung, Gita adalah tameng transparan untuk Erigo berlindung dari makhluk-makhluk ganas itu.

   "Ya, nggak pa-pa deh kalau lo deketin Rara! Terus kasih nomornya ke gue ya atau id line."lagi-lagi, Sam memohon.

   Erigo beranjak, terburu-buru. "Gue pergi dulu."

   Tameng transparan, membuatnya mengingat chat terakhir yang ia kirim ke Gita.

   Gue mau kok, jadi tameng transparan buat lo.

   Kalau Gita sudah jadi tameng transparannya, maka sudah saatnya ia yang membuat tamengnya sendiri untuk melindungi mereka berdua, terutama Gita.

   Entah kenapa, Erigo berpikir seperti itu.

💥💥💥

   Ia baru keluar dari ruang kepala sekolah. Lagi-lagi amarah Pak Cesar mengarah kepadanya dan membuat hatinya sakit. Tidak heran beliau mengeluarkan sejerumus kata yang membuat Gita terpojok.

   "Dasar nggak tahu terima kasih! Kenapa pakai digosipin sama Erigo? Pikirin beasiswamu, Gita!"amarahnya dalam beberapa detik ketika Gita baru saja duduk di depannya.

   Gita membantah. "Semua itu cuman rumor, Pak. Saya tidak punya hubungan apa-apa sama Erigo."

   Pak Cesar melempar sebuah amplop cokelat ke meja di depan Gita. Gadis itu mengeluarkan isinya. Sejumlah foto yang ada dirinya dan seorang laki-laki. Gita tahu, laki-laki itu adalah Erigo.

   "Tidak ada apa-apa? Lalu kenapa kalian selalu berdua? Dan kenapa kamu membuat dia tersenyum? Jangan macam-macam Git!"seru Pak Cesar.

   "Tidak Pak—,"

   "Saya nggak bisa menolerir lagi, Gita. Kamu sudah tidak jadi Ketos dan sekarang membuat gosip-gosip tidak sedap."teriak Pak Cesar. "Saya akan kembali mengajukan perundingan untuk beasiswamu ke Pak Hernawan, Gita."

   Dan sekarang, beasiswanya berada di ambang-ambang.

   Ia baru sadar kemana ia pergi. Atap. Dimana dia bisa melihat bangunan-bangunan pencakar langit. Melihat awan yang terlihat dekat dengan pancaran cahaya yang menghangatkan. Di sinilah suasana tenang yang selalu disukainya.

   Dan di sinilah ia bebas menjadi dirinya sendiri.

   "Git."

   Suara itu tidak membuat Gita bergeming sedikitpun.

   Jangan mendekat.

   Sebuah tangan terulur kepadanya, tetapi tidak membuatnya mengalihkan pandangannya ke langit. Sengaja agar air matanya tidak tumpah lagi. Dia tidak ingin terlihat lemah lagi.

   Dia harus kuat agar orang lain tidak menginjak dirinya dengan seenak jidat.

   "Lo..."

   Tenggorokkan Gita tercekat.

   "Ada perlu apa dengan gue?"

   Tanpa melihatpun, Gita tahu laki-laki itu gagal paham.

   "Maksud lo apa?"tanyanya.

   Gita menarik bibirnya dan membentuk seulas senyuman. Tidak hangat, melainkan menimbulkan kesan dingin dan kesedihan.

   "Lo mau ngehancurin pasak yang sudah susah payah gue buat?"lirihnya, membuat laki-laki itu tambah kebingungan.

   Gita berbalik, menghadap ke laki-laki itu.

   "Go, lo sebenarnya siapa? Kenapa lo senang ngebuat gosip itu?"seru Gita bertubi-tubi. "Masih banyak yang perlu dilakukan di luar sana. Ngapain lo stuck-in perhatian lo ke gue? Kenapa? Kenapa?"

   Cuaca hangat di sini tidak akan membuat Gita merasakan sejuk. Tidak sama sekali ketika guntur berada di dekatnya.

   "Lo tahu gue penerima beasiswa? Lo udah tahu kalau gue sering kena marah Pak Cesar kalau ada aja kesalahan kecil yang gue buat? Terus lo malah buat semuanya runyam biar gue segera dikeluarin dari sekolah ini?!"

   Erigo terkejut. Benar-benar tidak menyangka apa yang baru saja keluar dari mulut Gita. Beasiswa? Itu artinya...

   "Kenapa? Takut kalau rahasia lo udah kekuak duluan sama gue?"Gita sungguh kesal. "Mau lo apa, Go.. mau lo apa..."

   Gita terduduk di tanah. Sudah, pertahanannya runtuh. Mengutarakan semua itu membuatnya hancur. Hal-hal yang sengaja ditimbunnyapun keluar dari mulutnya sendiri. Bukan hanya itu. Ia takut kalau Erigo serius ingin melukainya. Ia takut kalau laki-laki itu benar-benar membencinya.

   Gita takut kalau Erigo benar-benar seperti apa yang dikatakannya.

   "Seharusnya lo diam aja, Git..."lirih Erigo pelan.

   Dan Gita sadar, Erigo bukanlah orang semacam itu.

💥💥💥

EnG's-01 : Elevator [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang