• TWENTY FIVE •

4.5K 278 4
                                    

            Almost know

💥💥💥

Sesuai janji, Gita menemani Erigo keliling Jakarta. Hanya touring menggunakan motor gede punya Erigo. Sesekali laki-laki itu menggas motornya hingga melaju kencang membuat Gita tidak kuasa menahan omelannya.

   "Gue nggak mau jantungan dini, Go!"serunya berupaya mengalahkan desingnya suara angin.

   "Ya elah, gimana ntar kalau cinta sama gue?"

   Gita memukul punggung Erigo pelan, mengingat mereka berada di jalan raya.

   "Siapa yang suka sama lo?"seru Gita galak.

   "Awas ya lo suka sama gue. Susah loh buat ngelupainnya."

   Gita memilih untuk tidak ikut serta dengan ocehan tidak bermutu dari Erigo. Toh, tidak akan selesai juga.

   Motor Erigo merapat ke salah satu toko papan yang terletak di pinggir jalan.

   "Ngapain ke sini?"tanya Gita was-was.

   "Makan."

   Raut wajah Gita berubah.

   "Pulang aja Go."mohon Gita pelan. Ia tidak membawa uang jajan hari ini.

   Namun, Erigo tersenyum tipis.

   "Gue harus ke sini sebelum pulang, Git."ucap Erigo sendu.

   Pergelangan tangan Gita ditarik dengan lembut oleh Erigo dan memasuki rumah makan yang sudah tua itu. Mbok yang sepertinya pemilik rumah makan ini tersenyum sumringah ketika mereka berdua masuk.

   "Den Tama..."ucapnya antusias. "Udah makan? Lah, ini siapo toh nduk?"

   Erigo memasang wajah tidak kalah bersemangat. "Ini teman, Mbok."

   Gita mengulur tangannya dan memasang senyuman.

   "Gita, Mbok."

   "Mbok Res. Panggil aja Mbok."jawabnya hangat, lalu berpaling lagi ke Erigo. "Makan dulu, Den."

   Mbok Res pergi ke belakang. Erigo mempersilahkan Gita duduk di salah satu meja dekat jendela.

   "Mbok Res siapa lo?"tanya Gita tidak kuasa menahan rasa penasarannya.

   Erigo menuangkan air ke dua buah gelas. "Bos gue, Git."

   "Bos?"

   Erigo mengangguk, membetulkan. "Percaya nggak percaya, sepulang sekolah, gue kerja di sini, sekaligus bantu-bantu Mbok."

   Sebelum Gita berbicara lagi, Erigo melanjutkan ucapannya.

   "Mbok dulu pernah jadi yang beres-beres rumah di rumah gue. Tapi, karena sesuatu hal yang tentu bukan kesalahannya, ia dipecat dan diusir sama bokap. Padahal, setelah nyokap gue sakit, cuman Mbok yang nemenin gue."

   Seharusnya Gita tidak mengira kehidupan Erigo sangat mudah seperti apa yang dibilangnya dulu.

   "Lo nggak perlu ikut-ikut sedih."sergah Erigo dengan cengirannya. "Lo pasti takut kalau gue ngebocorin masalah lo. Jadi, ya, kalau lo dengar tentang beasiswa itu dari mulut selain gue, lo bisa bocorin juga rahasia gue. Tentunya, gue juga akan hancur seperti lo yang nggak mau masalah lo sampai tersebar."

   Gita merasa tidak enak. "Tapi, lo jangan gitu juga..."

   "Gue percaya sama lo."ucap Erigo seraya menyerahkan segelas air ke Gita. "Maaf ya, gue cuman bisa ngajak lo makan di sini, nggak kayak yang lain kalau makan harus di Mall..."

  Buru-buru Gita menjawab. "Ya elah, biasanya juga enakan makanan di tempat yang begini."

  "Bener tuh bener!"seru Erigo antusias.

   Tidak lama kemudian, datang Mbok Res dengan dua piring nasi dengan lauk sayur pakis dan ayam gulai.

   "Hari ini kamu jangan bantu Mbok, yo, Den. Ngobrol aja sama temenmu."celetuk Mbok Res ketika hendak pergi.

   "Nggak-lah Mbok. Pelanggan hari ini rame. Tama bisa nganter Gita pulang dulu, kok."bantah Erigo.

   "Gue bisa nunggu kok."timpal Gita ketika selesai menelan suapan pertama. "Enak!"

   Mbok Res terkekeh melihat wajah Gita yang berseri-seri. "Kalau mau nambah, minta ke Den Tama aja."

   Erigo mengacungkan jempolnya. "Aman..."

   Mereka makan dengan nikmat. Sesekali Erigo mencuri secubit ayam gulai milik Gita sehingga gadis itu mengomel dan mencuri lagi ayam gulai milik Erigo. Mbok Res tertawa melihat tingkah mereka berdua. Persis ketika dulu Tama yang sering berebutan cookies dengan Kelvin, sehingga Tera dan ia harus bersusah payah merukunkan mereka. Biasanya Tera yang menasehati Kelvin dan Mbok Res yang menasehati Tama.

   Sekali lagi, Mbok Res merasa prihatin dengan Erigo yang kehidupannya berputar balik dalam waktu dua puluh empat jam.

💥💥💥

   Entah kenapa, sejuk rasanya melihat laki-laki yang awalnya menyebalkan di matanya sekarang tengah asyik membungkus nasi pesanan pelanggan.

   Erigo bersikeras ingin mengantar Gita sebelum ia bekerja. Namun, Gita lebih keras lagi untuk menunggu laki-laki itu selesai kerja. Dia tidak ingin merepotkan Erigo. Lagipula jam segini ia sendirian di rumah. Saat ini Leo baru saja beberapa menit di cafe.

   "Liatinnya gitu amat. Ntar jatuh cinta toh nduk."timbrung Mbok Res yang tiba-tiba berdiri di samping Gita yang duduk. Gadis itu menggaruk bagian belakang kepalanya, salah tingkah. Mbok Res tersenyum dan duduk dihadapan Gita.

   "Sebenarnya, Mbok nggak ikhlas ngeliat Den Tama kerja di sini."cerita beliau seraya melihat Erigo yang terlihat bersemangat membuatkan pesanan. "Seharusnya Den Tama di rumah aja, main PS, jalan-jalan sama teman, atau main PSP. Tapi dia keras kepala mau bantu-bantu Mbok."

   "Mbok ngasih dia uang untuk jerih payah yang sejujurnya tidak terlalu penting baginya. Upah yang mbok kasih untuknya sebulan, dulu, sejumlah itu adalah uang jajan dia selama seminggu."lirih Mbok Res, membuat Gita ikut-ikutan muram.

   "Tama...?"

   Mbok Res mengangguk. "Nama Erigo di keluarga. Di ambil nama belakangnya. Pratama."

   Gita memanggut paham. Dia pun seharusnya tahu untuk tidak menilai seseorang dari luarnya saja.

   "Maklumin, ya, Git, kalau Den Tama itu sering bikin kesal atau keras kepala."ucap Mbok Res. "Pengalaman membuatnya seperti itu."

   "Pengalaman apa?"

   Mbok Res menjawab. "Suatu hari nanti, ketika kamu sangat dipercaya Den Tama, semua pengalaman itu akan kamu dengar dari mulut Den Tama langsung."

   Gita tidak memaksa. Mungkin itu adalah rahasia di antara keluarga. Tandanya, dia tidak harus tahu-menahu tentang hal itu.

   "Git, ayo pulang!"teriak Erigo seraya melepaskan ikatan celemeknya.

   "Pulang dulu, Mbok."pamit Gita seraya mencium tangan Mbok Res.

   Mbok Res mengusap kepala Gita dengan hangat. "Jangan lupa main-main ke sini, ya, Git."

   Gita mengangguk. Erigo pun menyalami beliau dan mengeluarkan pesan-pesan yang membuat Gita tidak menyangka kalau Erigo adalah laki-laki yang cerewet.

   "Inget, ya, Mbok. Kalau ada yang tampangnya preman, langsung tutup toko."

   "Terus kalau ada tampang-tampang ingin berhutang, bilang aja lauknya basi."

   Mbok Res mencubit pelan lengan Erigo. "Kamu ini ada-ada aja, sih."

   Erigo terkekeh. "Pulang, Mbok."

   Dan sampai hari itu pertemuan mereka. Bagi Gita, hari ini adalah hari yang singkat.

💥💥💥

EnG's-01 : Elevator [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang