• TWENTY EIGHT •

4.3K 257 3
                                    

            Are you okay?

💥💥💥

   Selesai perform, ketika yang lain berbincang-bincang di belakang panggung, Gita malah segera berlari meninggalkan aula.

   Dia sedikit merutuk dirinya karena ia berbicara dengan lantang di depan Kevin. Kevin selalu berbicara lembut dengannya dan ia berbicara sekeras itu di depannya. Ia juga sedikit menyesal karena mengutarakan hal itu ke Kevin.

   Moli yang menyuruhnya untuk jujur ke Kevin seandainya ia ingin semuanya baik-baik saja. Semua keputusan ada di tangan Gita. Moli hanya menyarankan jika memang tidak ingin tersakiti lagi, maka Gita harus jujur dan mungkin akan membuatnya sedikit lega daripada hanya melihat ke depan tanpa peduli akibatnya, seperti yang biasa dilakukan Gita.

   Lingkungan sekolah sepi mengingat semua murid berada di aula. Gita memberhentikan langkahnya di anak tangga nomor tiga belas, yaitu berada di antara lantai dua dan tiga alias di antara koridor anak kelas X MIPA dan X IPS. Ia duduk dan menyembunyikan wajahnya di atas lipatan kedua tangannya.

   Ia tidak ingin melukai perasaan Kevin. Tentu, laki-laki itu tidak salah. Kevin tidak pernah tahu perasaan Gita dan Gita tidak pernah menunjukkannya. Gita hanya ingin Kevin menyukainya, bukan karena Gita yang menyukainya terlebih dahulu. Ia mau Kevin menyukainya karena perasaannya sendiri.

   Nyatanya, jangankan hal itu, Gita saja sekarang tidak berani membayangkan Kevin ada bersamanya.

   Menyukai seseorang ternyata sulit.

   Kalau saja tahu, Gita tidak akan menyukai Kevin.

   "Ternyata di sini."

   Gita mengangkat kepalanya dan terlihat sosok Erigo di bawah sana.

   Laki-laki itu duduk berjarak satu anak tangga di bawah yang diduduki Gita. Punggungnya bersender ke dinding. Matanya fokus ke depan.

   "Jadi lo patah hati?"

   Pertanyaan yang membuat Gita serasa diejek Erigo.

   "Memangnya.. ada orang yang nggak pernah patah hati?"sergah Gita sinis. Erigo menjadikannya seakan-akan hanya dia orang yang patah hati di dunia ini.

    "Ah, iya sih.."ujar Erigo seraya memanggut-manggut. "Jadi lo suka sama Kak Kevin, terus Kak Kevin suka sama orang lain? Dan lo udah berjuang buat deketin dia padahal lo tahu Kak Kevin cuman nganggap lo sebatas adek doang?"

   Gita kesal sama Erigo karena laki-laki itu menebak dengan tepat.

   "Bodo ah. Jangan dipikirin."seru Gita, ngamuk-ngamuk sendiri. Ia benci melihat Erigo.

   "Move on aja napa, sih."celetuk Erigo yang hampir ditimpuk sepatu oleh Gita. Sekenanya saja dia berbicara.

   "Lo kira mudah, hah?"ucap Gita ketus. "Keliatan banget lo nggak pernah suka sama orang."

   Dan sekarang, Erigo yang merasa tersindir. Gita seperti menjadikannya seperti remaja SMA satu-satunya di dunia yang tidak pernah suka sama seseorang. Sejenis abnormal.

   "Terus ngapain lo pake acara nguping-nguping segala?"tanya Gita yang mengutarakan kekesalannya. "Lo tahu privacy, nggak?"

   Erigo berdecih. Lagi-lagi Gita menjadikannya anak SD yang tidak tahu apa-apa. "Gue tadinya mau ngobrol tentang acara minggu depan. Abisnya, anggota yang lain cuman setuju-setuju aja, jadi nggak greget."

   "Kalau proposal udah ditandatangani, mau ngebahas apa lagi?"tanya Gita bingung sendiri.

   Erigo menghela nafas. "Terus kalau gitu kita tinggal nunggu hari H-nya? Kita harus lebih mantepin, lah rencana acara-acaranya. Di proposal kita cuman nyantumin anggaran hadiah tanpa ngasih tahu rinciannya."

   "Kenapa ditandatangani kalau belum lengkap?"

   "Makanya, gue rasa Pak Toto nggak teliti pas tandatangan. Kalau Pak Cesar sama Bu Dewi, kan tinggal ngeliat Pak Toto udah tandatangan, baru deh mereka teken."jelas Erigo yang mendapat oh-an dari Gita.

   Hening sesaat.

   "Tumben diem."gumam Gita pelan. Heran ketika melihat Erigo yang biasanya bersemangat.

   Erigo hendak bertanya. Namun dirinya ragu.

   "Lo yakin kalau lo bakal baik-baik aja?"tanya Erigo tanpa memedulikan keraguannya.

   Gita terdiam. Erigo mengingatkannya untuk berpikir akan dampak kedepannya.

   "Yang perlu gue lakukan adalah menghindar dari Kak Kevin."lirih Gita. Ya, hanya itu yang bisa dilakukannya.

   "Tapi, lo nggak bisa menghindar terus."sergah Erigo.

   Gita menatap Erigo pasrah. Bibir bawahnya digigit. "Terus apa yang harus gue lakuin, Go?"

   Erigo memang tidak pantas untuk menjawab hal ini. Status Gita dikehidupannya masih dipertanyakan. Tentunya, Gita hanya sebatas partner dalam organisasi. Ia bahkan tidak menganggap gadis itu sebagai teman yang saling mendukung.

   Apalagi dalam arti yang lain.

   Namun, kali ini, Erigo akan berlaku seperti teman Gita. Seperti Moli kedua untuknya.

   "Lo harus suka sama seseorang yang baru, Git."ujar Erigo.

   Gita menunduk. Mudah memang berbicara. Gita bahkan masih meletakkan Kevin di seluruh bagian hatinya.

   "Karena itu adalah salah satu langkah untuk move on dari seseorang."

   Gadis itu kembali mencairkan suasana. "Iya deh, Erigo Teguh."

   Erigo terkekeh. "Lo sih, galau mulu. Gue kira lo cewek yang polos-polos gitu."

   "Ngomong apa sih, Go."Gita menggeleng-geleng. "Ya udah, bilang ke grup OSIS kalau rapat besok sepulang sekolah. Ntar kalau berdua aja gosipnya tambah meledak."

   Erigo mengangguk dan mengetik beberapa kata di grup chat khusus untuk anggota OSIS. Dalam beberapa detik, sudah ada tiga anggota yang berkomentar.

   Gita penasaran. "Balasannya apa?"

   "Tory bilang 'oke', Rara bilang 'siap kapten', Uli bilang 'sipsip oke'."jawabnya.

   Erigo berdiri dan mengulur tangannya ke depan wajah Gita.

   "Pulang?"tawar Erigo.

   Gita tersenyum jahil. Ia berdiri dan berjalan tanpa menghiraukan uluran tangan Erigo.

   "Katanya mau anterin gue pulang!"teriak Gita yang sudah berada di lantai dua.

   Erigo tertawa melihat sifat kekanak-kanakkan Gita.

💥💥💥

EnG's-01 : Elevator [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang