• THIRTY SIX •

3.9K 232 0
                                    

You not believe
           
💥💥💥

Sosok itu sudah ada di ruangannya ketika Erigo membuka pintu. Ia sedang menyeduh dua cangkir teh, lalu meletakkannya dihadapan Erigo dan dirinya. Seperti biasa, laki-laki itu duduk di sofa dengan gaya santainya.

   "Apa yang mau kamu tanyakan?"tanya Pak Reza mengawali pembicaraan.

   Erigo meneguk tehnya terlebih dahulu. "Kertas apa yang harus saya tandatangani?"

   "Kertas?"

   Erigo mengangguk. "Tidak lama ini, dia memberiku beberapa kertas."

   "Saya juga tidak tahu, Go."jawab Pak Reza, jujur. "Mungkin terkait masalah kalian berdua. Anda tahu, Pak Hernawan tidak suka saya melibatkan diri dengan urusan keluarganya."

   "Kecualikan masalah Kelvin."peringat Erigo, membuat Pak Reza menghela nafas.

   "Saya benar-benar tidak tahu, Erigo. Kenapa tidak bertanya saja ke Papamu?"

   "Jadi, tolong tanyakan hal itu ke dia. Masalah ini juga pengecualian."pesan Erigo, lalu mulai memainkan handphonenya. "Di luar sangat panas. Murid-murid yang lain belajar dengan kondisi yang begini dan seorang wakil kepala sekolah yang tidak ada kegiatan, enak-enaknya berdiam diri di bawah AC. Sebuah ketidakadilan."

   Seperti biasa, Pak Reza tidak bisa membalas sindiran maut dari Erigo.

   "Ah, iya, saya mau nanya."ucap Erigo.

   "Apa?"

   "Bagaimana Brigitta Novera mendapat beasiswa?"tanya Erigo, lalu menyimpan ponselnya dan mulai serius. Topik utama yang sebenarnya.

   Dengan cepat, Pak Reza menjawab. "Karena dia pintar dan meraih juara umum."

   "Setahu saya, nilai rapor SMP-nya tidak sebagus sekarang."ujar Erigo, teringat ucapan Rara, yang satu SMP dengan Gita. Ia pernah menanyakannya ketika bertemu Rara dan ia bilang kalau Gita tidak pernah masuk rangking tiga besar. Sam yang bilang kalau SMP Rara dan Gita sama.

   Pak Reza terlihat gugup. "Saya juga tidak tahu."

   Erigo mendekatkan wajahnya. "Bukankah anda yang menjadi perwakilan pemberi beasiswa yang ditunjuk Pak Hernawan?"

   Melihat sorot mata Pak Reza yang tidak tenang, membuat Erigo menyunggingkan senyumnya.

   "Beri tahu saja."desak Erigo, memaksa.

   "Kamu akan terkejut, Erigo."sesal Pak Reza.

   "Saya tidak gampang terkejut."

   Lalu Pak Reza menceritakannya. Setelah itu, Erigo menyesali hal yang baru saja berlalu, ketika ia mendesak Pak Reza untuk menceritakan semua hal itu.

   Dan ia menyesal karena terlalu penasaran dengan gadis itu.

   Seharusnya, dia tidak berhak tahu dan membiarkan semua itu.

💥💥💥

   Lagi-lagi Gita menggelengkan kepalanya ketika melihat Moli yang makan dengan lahap. Ini sudah mangkok kedua yang gadis itu makan. Bakso yang dipesan Gita pun diembatnya karena Gita sudah kenyang.

   "Pelan-pelan makannya."pesan Gita.

   Moli menggeleng. "Ntwar lwagi bwel."

   Gita menyodorkan air mineralnya. "Makan yang bener."

   Moli meraihnya dan meneguk. Tidak lama, Gita melamun.

   "Git, serius dimata lo, Erigo b aja?"celetuk Moli, membuat Gita tersadar.

   "Hah?"Lalu Gita memahami. "Oh, ya, gitu deh."

   "Yang jelas deh, Git."ucap Moli yang tidak sabaran. "Lo nggak ada rasa deg-degan gitu dekat mulu sama dia? Paras udah nggak bisa diragukan, deh. Otaknya aja yang perlu diperbaiki."

   Gita meneguk air mineralnya. "Gue nggak suka. Seganteng apapun dia, kalau gue nggak ada rasa apa-apa, mau gimana lagi?"

   "Lo yakin nggak ada sama sekali?"

   Uang logam yang sedaritadi dimainkan oleh Gita, dibiarkan tergeletak di atas meja. Awalnya, ia tidak peduli. Tetapi, entah kenapa, Moli seakan-akan ingin 'bermain' dengannya.

   "Erigo ganteng, terkenal, dan ketua osis. Otomatis banyak yang ngebet pengen dekat sama dia. Dan lo, yang didekati duluan oleh dia, malah nggak peduli sama sekali? That's impossible, Babe."

   "Gue nggak ada waktu untuk hal begituan, Mol."hela Gita, menopang dagu. "Bagi gue, masalah perasaan bisa diurus di masa depan. Sekarang, banyak yang harus gue lakukan dan hal semacam itu, nggak bisa gue lakukan untuk sekarang. Tapi, bukan berarti gue nggak percaya cinta itu ada."

   Gita memejamkan kedua matanya. Mungkin, untuk usia sepertinya, menyukai seseorang itu wajar. Membicarakannya, mengaguminya, bahkan tidak jarang mendekatinya. Hal-hal yang sudah sering di zaman sekarang ini memang sudah takzim untuk ABG.

   Atau mungkin, dia trauma dengan Kevin?

   "Tapi, lo nggak percaya, kalau cinta bisa datang kapan aja, Git."bisik Moli membuat batin Gita sedikit tertusuk.

💥💥💥

EnG's-01 : Elevator [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang