• FIFTY FOUR •

3.7K 257 0
                                    

The Truth

💥💥💥

   Erigo tersenyum lebar ketika melihat notifikasi yang nyangkut di layar handphonenya. Segera ia mengenakan jaket navy yang bergantungan di belakang pintu dan menggas motornya menuju tempat yang tertulis di pesan itu.

In this place, you said should move on from him:)

Gerbang sekolah hanya terbuka sedikit. Erigo mengunci motornya di luar gerbang dan berjalan riang masuk ke pekarangan sekolah. Waktu telah menunjukkan pukul setengah lima sore. Hari ini, seluruh siswa dipulangkan pada jam sebelas dikarenakan ada rapat guru. Jadinya, jam segini, sekolah menjadi sepi.

Kakinya mulai menapaki anak-anak tangga untuk mencapai lantai dua. Begitu sampai di lantai dua, kecepatannya bertambah untuk mencapai lantai tiga. Ketika ia melihat sepasang sepatuh putih di salah satu anak tangga, senyumnya mengembang. Erigo mendongakkan wajahnya dan mendapati seseorang yang akhir-akhir ini tidak terlihat di matanya.

Sekejap saja, Erigo menariknya kedekapannya.

"Bego. Lo kemana aja, sih?"serunya dengan rasa rindu yang tertahankan.

Gadis itu berusaha membebaskan wajahnya dari dada Erigo. "Cie, kangen gue."

Erigo melepas pelukannya, lalu memajukan bibirnya dua sentimeter. "Kok gitu."

Gadis itu mengernyitkan dahinya. "Sejak kapan lo semanja ini?"

"Sejak ditinggal sama Neng Gita, hehehe..."

"Mulai, tuh. Mulai."

Erigo tertawa lebar, lalu duduk di sebelah Gita. Gadis itu mengenakan sweater garis-garis warna hitam yang dipadukan dengan celana putih. Entahlah, sejak kapan Erigo sangat menyukai style apapun mengenai Gita.

"Lo mau gue jelasin darimana? Tentang Keyna?"

Gita merapatkan bibirnya yang kering dan menggeleng.

"Lo sakit?"tiba-tiba saja, Erigo merasa khawatir.

"Go."

Erigo memasang telinganya baik-baik, ketika Gita menatap matanya dengan teduh.

"Tetaplah bersama Keyna."

Senyuman itu luntur sekejap dari wajah Erigo. Tatapan mata Erigo berubah menjadi tajam, lalu memasang wajah menyelidik.

"Bokap gue yang ngancem lo?"

Dengan cepat, Gita menggeleng.

"Pak Cesar?"

"Nggak!"

Tanpa sengaja, Gita meninggikan suaranya.

Erigo beranjak, lalu menghela napas.

"Gue lagi nggak pengen berantem hari ini. Hari ini adalah hari bahagia gue setelah beberapa hari belakangan lo menjauh dari gue."ujar Erigo, lalu mulai menuruni satu-persatu anak tangga.

Gita menutup wajahnya. Entah kenapa, mengucapkan kalimat perpisahan untuk laki-laki itu sesulit ini. Niat awalnya adalah mengobrol ringan dengan Erigo, malah berakhir dengan pertengkaran.

Semuanya mulai terasa berat.

"I'll go, Erigo. Thanks a lot."bisik Gita yang hilang bersamaan dengan angin.

💥💥💥

Erigo berjalan gontai dan merebahkan dirinya di atas kasur. Kegembirannya musnah sudah dengan pertengkaran kecil itu. Di bayangannya, ia akan menghabiskan senja bersama Gita. Mereka bercerita satu sama lain, lalu tertawa bersama. Hal-hal kecil yang selalu dilewati Erigo dulu, malah terdengar sesuatu yang sangat disayangkan untuk berlalu.

"Tok! Tok!"

Erigo merutuk siapa saja yang mengetok rumahnya sekarang. Awalnya ia hanya mengabaikan. Tetapi, ketukan pintu itu semakin keras saja berbunyi. Ia berjalan dengan kesal dan membuka kuncinya.

"Siap—."

Di ambang pintu, terdapat seorang pria yang mengenakan setelan jas dengan dasi berwarna merah. Kekesalan Erigo bertambah hanya melihat orang itu.

"Ada apa kemari, Pak Caesar?"

Laki-laki itu menatapnya dengan prihatin. "Kamu tidak mempersilahkan saya masuk?"

"Dipersingkat saja."balas Erigo malas.

Pak Caesar memilih mengalah.

"Kecelakaan Chef Ares, tiga tahun yang lalu. Kamu mengingatnya?"

Erigo mengangguk. "Tentu saja. Dia, kan teman baiknya Kepala Yayasan. Desas-desusnya dia juga punya saham di sekolah."

"Kamu juga tahu, kan, apa yang terjadi sebelumnya?"selidik Pak Cesar, membuat sorot mata Erigo berubah.

Dengan cepat, Erigo menjawab. "Entahlah."

"Kamu pasti tahu sesuatu, kan Go?"desak Pak Caesar. "Tiga tahun yang lalu, lima bulan setelah keputusan tentang meninggalnya Chef Ares yang ditetapkan sebagai kecelakaan biasa, saya mendatangi Ayah saya. Saya meminta promosi untuk dijadikan sebagai kepala sekolah karena promosi saya sudah ditunda selama dua tahun. Lalu dengan bangganya, Ayahmu bilang kalau semua bukti dan kunci berada dipikiran seseorang yang Ayahmu punya. Saya juga sempat bertanya ke Ibumu dan Ibumu tidak mengetahuinya. Ketika saya menanyakan Kelvin, ia bilang kalau dia dan kamu pernah melihat sebuah berkas Ayahmu. Dia hanya membaca sedikit dan kamu membaca semuanya."

"Kelvin bilang, dokumen itu adalah hasil penyelidikkan asli sebelum suap dari Ayahmu."

Tangan Erigo tergenggam satu sama lain, bergetar.

"Dokumen itu telah dimusnahkan, bukan? Tapi, dengan otakmu itu, saya yakin kamu ada salinannya."ucap Pak Caesar dengan yakin.

Erigo mengangkat kepalanya. "Lalu buat apa? Saya tidak peduli."

Pak Caesar memandang Erigo dengan tatapan tak percaya. "Kamu benar-benar berpihak ke Ayahmu?"

"Tidak. Aku tidak memihak ke siapapun."jawab Erigo tegas.

Ia hendak menutup pintu, lalu kata-kata barusan yang dikeluarkan Pak Caesar barusan membuat jantungnya makin berdebar hebat.

"Apa kamu masih tidak peduli, jika korban dari semua ini adalah Gita dan adiknya?"

Takdir yang begitu kejam.

💥💥💥

EnG's-01 : Elevator [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang