•EIGHT•

5.6K 330 4
                                    

Erigo's Joke

💥💥💥

   Dua kata yang terlintas di otak Moli saat ini.

Gita Gila.

"Duh duh, kok ngakak banget sih,"ucapnya, lalu melanjutkan tertawanya.

Yang Moli ingat, tadi ia sedang tidur-tiduran di atas meja, menunggu guru masuk. Terus tiba-tiba Gita datang, duduk di bangkunya, dan tertawa terbahak-bahak. Pakai pukul-pukul meja segala.

"Lo kenapa Git?"tanya Moli, syok. Dia takut Gita kerasukan.

"Mol-Mol, itu si Erigo, HAHAHA..."

Sampai sekarang, Moli masih tidak mengerti kenapa Gita sangat senang tertawa. Sampai terbahak-bahak pula.

"Tenang dulu Git!"seru Moli yang merasa terganggu, "jelasin.. kenapa Erigo?! Terus kenapa lo jadi gila gini? Anjir, merinding gue."

Saat itu pula Gita meredakan tawanya dan menyadari kenapa ia begitu senang.

"Tuh, kan enak,"ujar Moli, mendekatkan kepalanya Gita, lalu ia berbisik, "ada perkembangan dengan Si Cakep?"

"Ngg—nggak..."sergah Gita, "tunggu, tadi gue ngapain?"

Moli menepuk dahi, "sekalian aja lo bilang, gue siapa? Dimana ini?"

Ah, Gita mengingat kejadian tadi dan membuatnya terkekeh kembali.

"Serius Git, lo nggak pa-pa? Serem oy!"gidik Moli yang mendengar tawaan itu.

"Itu loh Mol,"akhirnya, Gita bercerita. Tentang ia yang mengerjai laki-laki itu dan mungkin terpaksa Erigo merogoh koceknya dengan tidak ikhlas.

"Kasihan tau Git."komentar Moli sehabis Gita bercerita.

"Biarin, siapa suruh malu-maluin gue di depan Kak Bani sama Kak—,"

Kalimat itu terhenti. Moli menunggu lanjutannya. Ingatannya seketika memutar kejadian kemarin, dimana ia balik ke ruang OSIS. Berkat Kevin yang menungguinya di luar, ia bisa dengan mudah meminta maaf dan tidak akan mengulanginya lagi. Erigo juga disuruh minta maaf.

"Gue minta maaf, Gita cantik."

Dan mereka bertiga geger mendengar kalimat itu.

"Bukan waktunya gombal, Erigo Pratama!"seru Bani dingin. Terlihat sekali ia malas mengurusi Erigo dan Gita lagi.

"Iya deh, maafin gue ya, Gita-ku, Kak Bani, Kak Juna. Besok-besok gue kreatif deh."

Awalnya Gita ingin menyerang tentang kalimat yang barusan diucapkan laki-laki itu. Namun karena tidak ingin pertikaian ini berlanjut, ia hanya memendam. Lalu, ia pamit dan langsung pulang. Ia sudah janji dengan Kevin akan menceritakannya kapanpun sempat.

"Ditanyain malah bengong."tegur Moli.

"Ah, nggak,"jawab Gita, "btw nanya apa?"

"Gue nggak nyangka lo lemot,"baiklah, Moli menyerah menanyai sahabatnya yang masih setengah sadar itu.

"GITAAA ADA ERIGOOO!"

Gita panik ketika Yuli yang sedang mengawasi keadaan luar—apakah guru ke kelas mereka—mengatakan nama itu.

"BILANG NGGAK ADA GURU ATAU GUE NGGAK ADA!"

"Dikira nih kelas kedap suara apa."gumam Moli, "udahlah, temuin aja tuh Si Ganteng."

"Sekali lagi bilang dia ganteng atau cakep, gue tampol lu ye."

Moli nyengir, "Si Ganteng."

Moli langsung melindungi dirinya dari serangan bertubi-tubi Gita.

"Makan tuh, makan tuh ganteng!"ucapnya penuh kekesalan.

"Ampun Bek, ampun!"

Gita tidak menyadari kalau Erigo sudah berdiri di belakangnya, menyaksikan aksi perkelahian antar sahabat itu. Moli yang menyadarinya, mengubah arah matanya, mengode Gita.

"Ayam!"serunya ketika menoleh. Seperti melihat penampakkan.

Erigo tersenyum ke arahnya. Laki-laki itu berdiri dengan tangan kanan di saku, lalu tangan lainnya sengaja terkulai.

"Apa-apaan lo pake senyum-senyum segala."gerutu Gita, melihat ada yang aneh dengan Erigo. Tentu saja dia takut ada bau-bau pembalasan dendam.

Ia bisa merasakan Erigo mendekatinya. Kedua kakinya membeku, tidak bisa berlari menjauhinya. Suhu mendadak panas. Gerak-gerik matanya pun kaku ketika tubuh Erigo hilang dari pandangan lurusnya.

Dan Gita pun bisa merasakan, tubuhnya sedang berada direngkuhan seseorang.

Kelas yang tadinya ribut seperti pasar, mendadak hening.

"Maaf kalau pertemuan kita nggak baik, Git."bisik Erigo, membuat Gita merasa aliran darahnya mengalir dengan lambat.

Laki-laki itu mempererat tangan yang melingkar di kepala Gita.

"Sebenarnya, lo nggak seburuk dari pandangan lo sendiri."

Pelukan itu lepas, menyisakan senyum Erigo yang masih bertengger di bibirnya. Gita melongo, masih tidak percaya. Dia bahkan tidak bergeming.

Ketika Erigo keluar dari kelas, barulah terdengar riuh di seluruh sudut ruangan. Semuanya menyoraki Gita. Yang laki-laki sibuk minta pajak, sedangkan yang perempuan menyoraki dengan nada mengejek. Jelas saja ada iri yang tersirat di setiap kata.

Gita menoleh ke sahabatnya dan Moli hanya diam. Hening. Sama sepertinya.

"Ha?"Gita sepenuhnya kehilangan kesadaran.

Moli menggeleng, pelan.

"Be-be—beneran?"tanya Gita lagi.

Moli kembali menggeleng dan berdiri. Lalu memeluk Gita seperti yang dilakukan Erigo tadi.

"Lo—kenapa?"

Dan Gita merasa kalau sahabatnya itu sedang mengejeknya.

"Mol—,"

Kalimatnya terhenti ketika tangan Moli mengeratkan pelukannya—persis seperti yang dilakukan Erigo. Setelah itu Moli melepas pelukannya dan menunjukkan sesuatu di tisu yang sedaritadi ada di Moli.

"Ap—,"

"Permen karet."jawab Moli singkat, "pembalasan dari Erigo, permen karet di rambut lo."

Mata yang penuh tanda tanya itu berubah menjadi amarah yang akan meledak. Moli melihat semuanya. Saat Erigo memeluk Gita dan tangannya menempelkan permen karet yang sudah dikunyah ke rambut gadis itu.

Hanya mereka berdua yang tahu tentang itu disaat yang lain heboh sendiri. Moli menenangkan Gita dengan mengajak gadis itu duduk. Dia tahu rasanya. Gita menariknya ke kamar mandi. Moli membantunya membersihkan bekas permen karet itu.

"Harus digunting, Git."Moli menyerah untuk membersihkannya.

Gita menendang tembok di depannya, "bego bego bego!"

"Lo nggak pa—,"

"Bego banget lo Git!"

Melihat Gita yang memarahi dirinya sendiri, saat itu pula Moli mengetahui sesuatu. Ia mengutip apa yang bisa dipetiknya dan berbisik dengan hatinya.

"Bukan karena permen karet itu. Tetapi, Erigo udah berhasil ngebuat lo baper, Git."

Moli tahu, kalau ia mengucapkan kalimat itu, ia akan mendapati tinjuan bertubi-tubi dari Gita.

💥💥💥

EnG's-01 : Elevator [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang