•TWENTY ONE•

4.8K 277 3
                                    

Tidak habis-habisnya.

💥💥💥

Tama kembali lagi ke ruangan serba putih yang mengurung wanita yang paling berharga di hidupnya.

Wanita itu tertidur dengan selang oksigen yang menutup hidung dan mulutnya. Ia mendekat dan mengelus wajah yang sudah mulai keriput. Melihat Mamanya yang begitu damai membuat Tama merasa kembali ke beberapa tahun yang lalu. Di mana semuanya masih baik-baik saja. Keluarga yang harmonis dan saling menyayangi. Canda tawa bersama. Semuanya.

"Ma, Dek Tama nakal banget, ih! Masa Kakak dipukul terus!"seru Kelvin yang kala itu masih berumur delapan tahun. Masih duduk di kelas tiga SD.

"Nggak, Ma. Adek nggak mukul Kakak kalau Kakak nggak ngambil mobil-mobilan Adek."balas Tama tidak mau kalah. Ia adu tatap sinis dengan Kakaknya.

"Kakak sama Adek baikan."suruh Mama yang sedang asyik di depan kompor dengan gaya khasnya, kedua tangan berada di pinggang. "Yang namanya saudara, nggak boleh berantem."

"Kenapa nggak boleh berantem? Kalau misalnya Kak Kelvin yang nakal kan Adek juga nggak mau diem aja."sela Tama yang masih berumur enam tahun. Kelas satu SD.

Mama jongkok, menyetarakan tingginya dengan kedua anaknya yang masih setinggi pinggangnya.

"Karena kita keluarga. Keluarga itu harus rukun dan damai, Tama."ucap Mama hangat seraya mengelus kepala anak bungsunya itu.

"Kakak mau maafin Adek kalau Mama pok-pokin kepala Kakak juga."sahut Kelvin yang merajuk melihat hal itu.

Mama merentangkan kedua tangannya dan memeluk kedua anaknya itu dengan kasih sayang.

"Mama... Kakak, kan minta pok-pokin."protes Kelvin karena ia tidak suka dipeluk.

"Kakak pergi aja ke kandang singa kalau marah-marah terus."ledek Tama yang membuat mereka bertiga tertawa.

💥💥💥

Gita sudah mengabaikan panggilan Kevin dari kemarin.

Dan sudah dua kali ia melihat Kevin dan langsung lari menjauh dari sosok itu.

"I found my girl yeah.. yeah..."

Gita memasang wajah acuh tak acuh. Sekarang ia memilih untuk mengabaikan juga gangguan astral dari Erigo.

Tentunya, laki-laki itu tidak akan membiarkannya begitu saja.

"Kok dicuekin aja, Yank."celetuknya yang bagi Gita adalah garing.

Bodo bodo, ucap Gita di dalam hati.

"Pacar gue nih."ucapnya ke Ghea, anak kelas sepuluh yang baru aja lewat. Tindakan itu membuat Gita mencubit pinggang Erigo.

"Sakit Git!"ringisnya.

"Makanya jangan sembrono."seru Gita galak.

"Makanya jangan dicuekin!"balas Erigo seperti anak kecil yang berebutan permen dengan temannya.

"Terus kenapa lo ngaku-ngaku jadi pacar gue? Najis."

Erigo tertawa menyebalkan. "Kata ustad gue, ucapan adalah doa. Doa adalah harapan. Harapan ada keinginan yang mau dijadikan nyata."

"Gombal aja sama cewek lain."komentar Gita yang merasa tidak mempan dengan jurus-jurus cowok seperti Erigo.

"Kan gombalan gue khusus buat Gita."

Entah kenapa Gita bersemu.

"Gita Gutawa."

Gita sabar kok.

💥💥💥

Hari pertama meeting tentang acara Hari Kesaktian Pancasila.

Sekbid Bela Negara yang diketuai oleh Irin sudah membuat segala rangkaian acara yang sudah ditandatangani oleh Kepala Sekolah. Itu artinya, kegiatan yang ada di dalam proposal itu bisa dilaksanakan.

Gita sedikit kagum dengan kinerja OSIS yang cepat dan tepat.

"Oke, gue mau bagiin panitia. Karena kita ada tiga puluh orang, berarti masing-masing lomba terdiri dari tujuh orang. Sisanya buat ngawasin."ucap Erigo seraya melihat-lihat nama anggota.

Ia membagikan masing-masing anggota ke perlombaan masing. Oh iya, ada empat cabang lomba yang akan dilaksanakan. Lomba LCC tentang PPKN, Menggambar lambang negara, yaitu Burung Garuda bersama simbol-simbolnya, Membuat cerita pendek dengan tema memperkokoh rakyat indonesia dengan pancasila, dan lomba membaca puisi tentang Indonesia.

"Jadi lo sama Gita yang ngawasin?"celetuk Rara, Sekretaris 1 OSIS.

Gita yang semula hanya bengong di sebelah Erigo, tersentak kaget. Ia bahkan tidak peduli Erigo membagi-bagikan panitia. Padahal, tugasnya, ia membantu Erigo sebagai Wakil Ketua OSIS.

"Hm."dehemnya.

"Kencang Go."ledek Gilang, Wakil Ketua Sekbid Jasmani dan Rohani.

Semuanya jadi wara-wiri dan sedikit ricuh.

"Gue profesional kok, tenang aja."ucap Erigo santai.

Gita buru-buru menengahi. "Only gosip guys. Jangan dipercayain."

"Nyata juga nggak pa-pa kali Git."seru Rezky, Ketua Sekbid Budi Pekerti, membuat yang lainnya bersorak lebih keras.

Semua itu telah membuatnya muak.

"Gue bilang nggak, ya nggak."seru Gita membuat suasana hening.

"Segitu senangnya ngeledek gue?!"

Gita membuat atmosfer menjadi beku.

"Mereka bercanda aja, kok."bela Erigo yang masih anteng.

Gita menggebrak meja, berdiri, dan melayangkan telunjuknya di depan wajah Erigo.

"Lo..."Gita mengancam. "Sekali lagi gue denger, mampus lo."

Gadis itu pergi, menyisakan anggota-anggota lain yang mulai berbicara sana-sini tentang keburukan Gita.

"Kalau ada sedikit aja kabar sampai ke telinga gue, kalian semua berurusan dengan gue."ujar Erigo dengan nada menekan dan keluar menyusul gadis itu.

💥💥💥

EnG's-01 : Elevator [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang