• THIRTY •

4.1K 265 2
                                    

He is Lie

💥💥💥

   Jika berbicara tentang kejadian tiga tahun yang lalu, memang tidak ada habis-habisnya.

Gita merenung di sebuah kursi di belakang kantor Detektif Roo. Ia tidak tahu sudah berapa lama waktu yang ia buang cuma-cuma hanya untuk melamun. Ia juga tidak tahu sudah berapa lama ketika ia membaca pesan terakhir dari Erigo.

Dan laki-laki itu menambah pikiran Gita.

Ia melirik layar handphonenya yang bersinar. Leo menelepon.

"Ya, Le?"

Terdengar deru cemas di seberang sana. "Kak, lo dimana?"

Gita sedikit heran. "Memangnya kenapa?"

"Lo nggak sekolah, Kak?"

Pertanyaan itu mengundang kecurigaan Gita. "Tau darimana?"

"Teman Kakak ke sini tadi. Itu loh, cowok yang pernah nganterin kakak ke rumah."jawab Leo.

Gita berdecih ketika mengerti apa yang dimaksud Leo. "Usir aja. Bodo amat gue."

"Ye, pas gue bilang lo belum balik, dia udah ngegas motor duluan."

Hening sesaat. Hanya terdengar suara nafas masing-masing.

"Lo dimana?"

Gita buru-buru menjawab. "Ada urusan. Udah dulu, ya."

Dan ia langsung mematikan panggilan. Gita ingin menanggung beban ini sendirian disbanding berbagi dengan Leo. Sebagai anggota keluarga satu-satunya yang dimiliki Leo, ia hanya ingin menjadi alasan Leo untuk tersenyum.

Bermula dengan kejadian tiga tahun yang lalu. Dimana Ibu dan Ayahnya berpamitan ke dirinya dan Leo kalau mereka akan pergi ke Singapore selama tiga hari dan mereka berdua akan dijaga Om Tro, adik dari Ayah Gita. Namun, tidak lama setelah mereka meninggalkan rumah, seluruh berita di televisi menayangkan kecelakaan yang terjadi di dekat bandara. Dikabarkan seluruh korban yang berada di dalam taksi tersebut tewas karena mobil itu terbakar ketika menabrak tiang listrik.

Om Tro yang melihat tayangannya, langsung memanggil Gita yang sedang belajar di kamar. Tentu, Gita syok ketika melihat pakaian yang dikenakan korban yang ditayangkan. Walaupun sebagian kena blur, tetap saja ia sangat mengingat kedua orang tuanya.

"Kamu jaga rumah, ya Git. Oom mau ke sana dulu. Jangan kasih tahu Leo."pesan Om Tro yang segera menyalakan mobil dan meluncur ke tempat kejadian.

Sedangkan Gita, masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang.

Orang tuanya baru saja berpamitan untuk pergi berlibur. Ia menutup pintu ketika taksi yang ditumpangi mereka sudah pergi, lalu masuk ke kamar dan membaca selembar ensiklopedia. Tiba-tiba pamannya memanggil dan....

... orang tuanya sudah tiada?

Saat itulah, kerumitan berawal dari penyelidikkan pertama.

****

Semua orang yang memegang kamera dan handcam duduk berbaris di kursi yang telah tersedia. Sembari menunggu seseorang itu dating, mereka mempersiapkan kembali pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan di sebuah notes kecil. Sesekali mereka berlatih berbicara dengan bahasa yang mengintograsi.

Dan saat itu, seseorang yang mengenakan pakaian polisi dengan bintang tiga di kedua bahunya memasuki aula. Tubuhnya tegap dan mantap ketika berdiri di depan mimbar dan berhadapan langsung dengan puluhan wartawan yang membutuhkan bahan untuk acara mereka.

"Selamat siang, semuanya. Salam sejahtera untuk kita semua."ucapnya, membuka jalan konferensi pers untuk masalah ini.

Flash-flash foto mulai menghiasi panggung, tepat dimana seorang Komisaris Jenderal, Pak Agung Cahyo, tertangkap kamera dan diabadikan.

Sebuah layar berwarna putih tersinari in-focus dan tertera judul yang menjadi pokok permasalahan yang menarik perhatian warga.

Tewasnya Koki terkenal, Ares Trisatya.

Perlahan, judul menghilang dan gambar lokasi kejadian.

"Pada 23 Agustus 2014, tepat pukul 15.08, Alm. Ares beserta istrinya, dan supir taksi ditemukan tewas dalam sebuah mobil yang terbakar dan diduga penyebab mobil terbakar adalah tiang yang ditabrak oleh supir taksi yang diduga mengantuk ketika menyupir."

Gambar beralih lagi ke peta.

"Adik dari korban sudah kita wawancara. Berdasarkan hal itu, korban dan istrinya meninggalkan rumah sekitar pukul 15.00 untuk pergi ke Singapore dan beliau diamanahkan untuk menjaga kedua anak korban. Tidak lama kemudian, seluruh berita menayangkan kejadian yang merenggut nyawa kakak laki-laki dan kakak iparnya. Seperti yang kita simpulkan, dalam waktu kurang lebih sepuluh menit, mobil itu ditemukan terbakar di dekat bandara yang harus memakan waktu sekitar sejam dari rumah korban untuk sampai ke sana."

Seluruh wartawan mengeluh. Ada beberapa yang berucap dan ada pula yang hanya focus mengetik apa yang keluar dari mulut ketua penyelidik untuk kasus ini.

"Kita sudah menyelidiki kasus ini dalam kurun waktu enam bulan dan banyak hal yang mengundang kecurigaan untuk kasus ini. Para warga pun ikut-ikutan mengeluarkan pendapat mereka di forum kepolisian dan semua pendapat itu kita tampung dan sangat membantu penyelidikkan kepolisian. Terima kasih."

Di bagian belakang deretan kursi, gadis itu menatap wajah polisi itu dengan tajam. Wajahnya memancarkan aura kesuraman. Bibirnya pucat, seperti terkena dehidrasi.

Seorang wartawan perempuan yang duduk di depan gadis itu, menoleh ke belakang.

"Apakah kamu kurang minum, Dik?"tanyanya hangat. Lalu, memberikan sebotol air yang dibelinya tadi. "Minum punya Kakak saja."

Gadis itu berdiri, lalu berjinjit dan membisikkan sesuatu ke wartawan itu.

"Laki-laki yang di depan itu berbohong."

Lalu gadis yang mengenakan kaos dan celana jeans semata kaki itu keluar dari aula.

****

EnG's-01 : Elevator [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang