He wants me to be his mine
💥💥💥
Entah kenapa, hari ini Gita ingin mengurung diri di ruang musik.
Setelah memastikan hari ini tidak ada latihan, Gita membuka pintu dengan kunci duplikat yang pernah diberikan Kevin. Ia duduk di kursi yang berhadapan dengan keyboard. Jari-jarinya menekan tuts-tuts yang tidak bersuara itu.
Ia merindukan keyboard itu.
Bukan. Ia tidak mempelajari keyboard demi Kevin. Bahkan, ia mulai menyukai laki-laki itu karena keyboard.
Karena awal mulanya adalah Gita menyukai keyboard dari kelas satu SD. Ibu Gita yang mengajarinya bermain. Setelah kedua orang tuanya meninggal, Gita banyak menghabiskan waktu mengurung diri, pergi ke kantor Detektif Roo, ke kantor polisi, atau bertemu Pak Hernawan demi menghilangkan baying-bayang keyboardnya yang berada di ruang TV itu. Ia bahkan meletakkan keyboard itu di gudang ketika mereka pindah ke rumahnya sekarang.
Keyboard itu hanya mengingatkannya pada orang tuanya.
Namun, kau tahu, apa yang pertama kali dibilang Kevin ketika Gita terus-terusan menolak menjadi pemain keyboard di timnya?
"Sekeras apapun halangan, mimpi yang besar tidak akan terkalahkan."
Hal itu membuat Gita mengingat sesuatu. Ketika ia masih duduk di sekolah dasar, ia selalu bilang akan menjadi pianis terkenal di dunia. Teman-temannya tertawa, menganggap remeh mimpi itu, membuat Gita minder. Tetapi, seorang teman sekelasnya yang sedari tadi diam, berdiri di depan Gita.
"Mimpi yang besar nggak akan bisa dikalahkan, bahkan dengan Ultraman sekalipun."
Gita menyukai laki-laki itu. Ia tidak tahu namanya dan enggan bertanya hingga kenaikan kelas karena laki-laki itu pendiam. Tetapi, ketika ia kelas empat SD, laki-laki itu menghilang.
Hatinya tersentuh sejenak. Momen-momen yang hampir dilupakannya, kini mulai merebak kembali. Masa-masa sebelum kejadian tiga tahun yang lalu sudah jarang terbesit dibenak Gita. Tidak ada waktu lagi untuk berpikir ke masa lalu.
Walaupun hari-hari indah itu masih setia melekat dipikirannya.
"Hei."
Wajah Kevin menghiasi penglihatan Gita, membuat gadis itu terperanjat.
Kevin menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Sori."
Gita bersiap berdiri, namun melihat Kevin yang menatapnya, membuatnya enggan dan tetap duduk.
"You still same, Bri."
Gumaman Kevin membuat dahi Gita berkerut. "Ha?"
Kevin menarik bibirnya, melukiskan senyuman. "Nice to meet you again, Bri."
Tubuh Gita seakan tersengat listrik. Bayangan sebuah kejadian memenuhi kepalanya. Seseorang, hanya orang itu yang memanggilnya Bri.
Don't sad, Bri. You're pretty.
Kertas pertama yang ia temukan di laci mejanya.
Bri, you have a big dream. I'm your big fans!
Kertas kedua yang ia temukan di lacinya lagi, sebulan kemudian.
Good bye.
Kertas terakhir, yang ia temukan tiga bulan kemudian.
"Lo, kan yang dulu, setiap hari harus ngomong kalau lo harus jadi pianis?"
Gita berdiri, seperti merasakan sesuatu kembali.
Kevin menatapnya lamat-lamat.
"Bahkan, Ultraman nggak bisa ngalahin mimpi lo yang besar itu. Right?"
"Lo...?"
Kevin mengangguk.
Gita menutup mulutnya tidak percaya. Tidak percaya kalau dunia sesempit ini. Kevin mengenalinya lebih dulu dibanding dirinya.
"Gue nggak akan pernah lupa sama sekali semangat lo."ujar Kevin. "Kebetulan, gue tau dari Juna tentang nama panjang lo. Nggak salah lagi. "
Kevin mengajak Gita duduk dan menceritakan, setelah mendengar itu, Kevin kerap kali memandangi Gita di bangkunya. Ia juga yang mengirimkan kertas dengan tulisan cakar ayamnya. Ketika kenaikan kelas, ayah Kevin pindah ke Jogja dan terpaksa ia dan sekeluarga ikut.
Kevin juga menceritakan tentang awal pertemuannya dengan Gita. Ketika di aula, Kevin merasa familiar dan menanyakan Juna siapa namanya. Setelah itu, ia meminta Gita masuk ke klub musik. Niatnya semata-mata hanya ingin dekat dengan Gita. Sekaligus ingin mendengar permainan keyboard Gita.
Katanya, ia selalu suka Gita ketika memainkan keyboard.
"Chef Ares, masih belum diketahui?"tanya Kevin.
"Tau darimana?"
"Berita."
Gita baru menyadari. Dulu ia terbuka sekali dengan orang-orang. Ketika Gita memamerkan Ayahnya adalah seorang chef yang tampil di TV, tidak ada teman-temannya percaya.
Ternyata, Kevin percaya.
Gita memanggur. "Ya, tunggu aja."
"Tapi, Kak..."Gita menelan ludahnya. "Kenapa lebih tua setahun?"
"Gue masuk kelas akselerasi pas SMP."jawab Kevin. "Umur kita sama."
Gita masih tidak percaya.
"Lo pasti lebih nggak percaya lagi kalau gue suka sama lo. Jauh sebelum lo suka sama gue."
Gita menatap kedua mata Kevin. Ia tidak menemukan kebohongan di sana.
Senyuman Kevin lagi-lagi membuat suhu tubuh Gita naik.
"Be my girl, please?"
💥💥💥
KAMU SEDANG MEMBACA
EnG's-01 : Elevator [COMPLETE]
Roman pour AdolescentsErigo Pratama, kandidat pertama calon ketua OSIS SMA Taruna Bangsa. Brigitta Novera, kandidat kedua calon ketua OSIS SMA Taruna Bangsa. Erigo dan Gita tidak pernah akur sejak pertama kali bertemu. Erigo jahil, Gita mudah kesal. Erigo suka berc...