• FOURTY FOUR •

3.7K 241 0
                                    

Does she like him?

💥💥💥

   Erigo merasa malas menunggu. Dia, kan bukan ketua kelas dan lagian tugas memperkenalkan anak baru bukanlah tugas ketua OSIS. Kenapa ia harus mau menemani cewek ini menghadap Bu Rori?

Dipikir-pikir kembali, Erigo jadi ingat, dua hari yang lalu, Pak Reza menyuruhnya ke ruangan dan memberi sebuah amplop cokelat. Katanya, berkas itu yang harus ditandatangani Erigo. Begitu membacanya, Erigo mengernyitkan dahi.

"Teman?"tanya Erigo tidak percaya.

Pak Reza mengangguk. "Anak perempuan Pak Cesar akan pindah ke sekolah ini dalam waktu dekat. Beliau meminta seorang saja kepada Pak Hernawan untuk menemaninya karena anaknya sangat canggung, tidak mudah berteman. Jadi, Pak Hernawan merekomendasikanmu dan Pak Cesar meminta surat kontrak."

"Lebay amat."gerutunya, melempar kertas-kertas itu. "Hanya ada di sisi cewek itu selama seminggu saja harus ada kontrak? Gue aja yang sebulan sama dia nggak pake begituan."

Maksudnya, Gita.

"Kamu, tahu, kan, Pak Cesar orangnya teliti."ujar Pak . "Tidak mudah, kan, Go? Hanya menemaninya."

"Bagaimana kalau saya tidak mau?"

Pak Reza memasang raut wajah yakin. "Selama semuanya jelas, kamu akan setuju, bukan?"

Erigo meraih pena yang ada di atas meja dan membubuhkan tanda tangannya di atas materai.

"Anggap saja, rasa terima kasih saya karena dia datang ke pemakaman Mama."ucap Erigo sebelum pergi.

Dan kemarin, ia mendapat pesan dari Pak Reza kalau gadis itu akan masuk besok, tepat di kelasnya.

"Thank you."ucapnya ketika keluar dari ruang BK.

Erigo mengangguk. "Hm."

Jujur saja, Erigo tidak pernah mendekati perempuan. Oke, Gita pengecualian karena gadis itu memang yang pertama. Dikiranya, semua cewek seperti Gita. Nyatanya, Gita tidak sama dengan semua cewek.

Buktinya Key ini selalu ngomong lemah lembut yang membuat Erigo merasa tidak nyaman.

"Math now?"

"No. In social, Math is nothing."jelas Erigo. Ya, walaupun grammar-nya sangat jauh berbeda dari Key, bisalah masih berkomunikasi. "Btw, Economic now."

"Ah, sorry. Aku kelepasan English lagi."ucapnya, penuh sesal.

"No problem."jawab Erigo, tidak mempermasalahkan. "We will back to our class."

Key mengangguk, mengerti.

💥💥💥

Setelah itu, Gita banyak termenung.

Entah apa yang dipikirkan sahabatnya itu, Moli rasa, ada kaitannya dengan Erigo di ruang BK tadi. Setelah dari sana, Gita tidak fokus sama sekali. Ketika guru menerangkan, gadis itu tetap asyik memainkan pena dengan tatapan kosong.

"Git, lo kenapa, sih?"akhirnya, rasa penasaran itu meledak.

"Nggak."Gita menjawab dengan lesu.

"Come on, girl."seru Moli. "Lo cemburu?"

Gita menatap Moli. "Cemburu? Buat apa?"

"Jadi, ngapain lo daritadi bengong mulu?"

Gita menopang dagunya. "Entah."

Rasanya, ya, kalau ibaratnya itu, pas lagi makan cornetto tinggal sisa ujungnya, eh malah jatuh.

"Kalau lo lagi cemburu tanpa lo sadar, gimana Git?"

Entah. Tidak mungkin.

"Gue nggak pernah ada rasa sama Erigo."ujar Gita seraya menghela napas. "Tapi, setelah malam itu, gue nggak tahu. Memang, gue yang menghindar. Gue takut dia minta kepastian. Gue—."

"Dia cuman ngungkapin apa yang dia rasain, kok."potong Moli. "Kayaknya, Erigo belum pernah pacaran. Jadi, dia ngambil langkah aman yang bisa jadi benar-benar aman atau membuat luka satu sama lain dan menurut gue, it's real men."

"Langkah aman?"

Moli mengangguk, lalu memainkan jari-jarinya. "Kebanyakan cowok, kalau suka, langsung bilang, mau nggak jadi pacar gue? Tapi, sedikit cowok yang menjaga perasaan cewek. Dia hanya bilang perasaan tanpa ada embel-embel harus memiliki. Istilahnya itu, ya, gue suka sama lo. Ya udah. Kalau lo sama gue, berarti kita sama-sama suka."

"Jadi, nggak ada pacaran? Nggak ada status?"tanya Gita, penasaran.

"Sejak kapan ada yang namanya pacaran?"Moli balik bertanya. "Status yang sebenarnya itu pernikahan. Lo bisa putus-nyambung-putus ketika pacaran, tetapi dipernikahan, lo harus ngindarin yang namanya putus. Maksud gue, kalau dia nggak mau lo direbut, ya udah, nikahin. Daripada pacaran, tapi nggak ada maksud buat bersama selamanya, buat apa?"

Gita tersenyum tipis. "Gue tahu, Mol, kenapa dulu lo nolak Jendra."

Moli membalas senyumnya. "Ya. Karena Jendra terlalu mainstream."

Gita tahu satu hal lagi tentang Moli.

Perasaan gadis itu terlalu mahal untuk dipermainkan.

💥💥💥

EnG's-01 : Elevator [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang