•FIFTEEN•

5K 316 5
                                    

            Leo

💥💥💥

Dia kembali ke gedung putih pucat ini sejak terakhir kali ia ke sini, sejak tiga hari yang lalu. Orang-orang berseragam putih tersenyum kepadanya dan memberitahunya kalau kondisinya tetap sama. Tidak ada perubahan, apalagi peningkatan.

'   Dia menyunggingkan senyum tipis, mengucapkan terima kasih.

   Lalu ia berjalan, memasuki lebih dalam gedung itu. Di sisi kanannya berjejer jeruji besi yang diisi orang-orang yang mengerikan. Ada yang meludah ke arahnya, memarahinya tanpa sebab, atau mengamuk hanya melihat dirinya. Dia sudah sering ke sini.

   Hingga langkahnya berhenti ke sebuah pintu di pojok belakang. Pintu cokelat berukiran emas itu membuatnya sedikit cemas hanya dengan melihatnya. Ia menggelengkan kepalanya, menghilangkan pikiran buruk, dan meletakkan sebuah kartu ke sensor dekat pintu itu.

   Terbuka.

   Ruangan serba putih ini berukuran 8 kali 3 meter. Di dalamnya ada seorang wanita paruh baya tengah berbaring di kasur beralaskan seprai berwarna putih. Kulitnya tambah pucat. Setelah memastikan pintunya tertutup, ia mengusap rambut yang seringkali rontok dan kasar. Dia pilu hanya melihat wanita itu seperti hidup tetapi tidak bergerak.

   Wanita itu membalikkan badannya dan menatap manik orang yang dihadapannya.

   "Kelvin?"

   Lagi-lagi nama itu.

   Dia menggeleng pelan. "Saya Tama, Ma."

   Raut wajahnya berubah. Tatapan hangat itu berubah menjadi sendu dan dingin. Tangannya mendorong Tama agar menjauhinya.

   "Pergi kamu, pergi!"serunya histeris.

   Tama tahu, dia tidak akan diterima lagi di lingkungan keluarga ini.

   "Mana Kelvin, anak saya? Mana!"wanita itu melempar apa saja yang ada di kasur ke sembarang arah. Tama menahannya, membisikkan sesuatu untuk menenangkan, tetapi, wanita itu gusar dan mendorong laki-laki itu hingga punggungnya menabrak dinding.

   "Kamu membunuhnya, kan?!"

   Tangannya kini menggarap leher Tama. Nafasnya tercekat. Suasana menjadi mencekam.

   Tama merasakan genggaman wanita itu melemah. Kemudian ia menyadari kalau dokter sudah menyuntikkan obat bius ke wanita itu. Seketika, dirinya melemah dan jatuh ke lantai, lalu digotong dua orang perawat ke tempat tidur.

   "Dia semakin agresif, Ta,"ucap Dokter Reza ketika Tama lunglai ke lantai. "Dan kondisi tubuhnya menurun. Kemarin dia pingsan gegara dehidrasi."

   "Pada tahap membahayakan, Mamamu bisa saja membunuh orang-orang yang tidak ingin ditemuinya."

   Tama mengacak rambutnya gusar.

   Cepat atau lambat, ia tahu, wanita yang disebut Mamanya itu akan melupakan segalanya. Kecuali satu orang.

   Kelvin.

💥💥💥

   Gita menjulurkan kakinya ke depan. Buku Biologi berada di tangannya. Sesekali mulutnya menghafal berbagai organ dalam manusia. Tangan kanannya mencomot keripik yang tadi dibelinya. Complete.

   Handphonenya berdering.

   "Halo?"

   "Selamat siang, Gita."

   Gita melirik nama yang tertera di handphonenya. Kedua matanya membulat dan buru-buru berbicara lagi.

   "Pak Irawan? Ada apa Pak?"

   Terdengar helaan nafas berat di seberang sana.

   "Leo tertangkap. Kali ini berkelahi lagi."

   "Saya ke sana sekarang, Pak. Terima kasih."

   Sambungan mati dan Gita bersiap-siap untuk pergi ke tempat itu. Entah sudah ke berapa kalinya dia ke sana.

   Sesampai di sana, ia menyusuri lorong-lorong untuk pergi ke ruang tahanan. Dia memasang wajah lega begitu melihat orang itu tengah meringkuk di salah satu sel.

   "Wali korban sudah memaafkannya."Pak Irawan muncul di belakang Gita. "Kata para saksi, yang jadi korban itu adalah Leo. Mungkin karena takut ada kesalahpahaman, Wali memutuskan untuk mengambil jalur aman."

   "Bagaimana keadaan korban?"tanya Gita pelan.

   Pak Irawan memanggut. "Nggak begitu parah. Luka di pelipis dan memar di lengan. Yang paling parah itu adik kamu. Kata teman-temannya dia dikeroyok."

   Seakan-akan tahu Kakaknya sudah tiba, Leo terbangun dan menatapnya lama. Pak Irawan menyerahkan selembar kertas ke Gita untuk ditandatangani. Sementara Pak Irawan membuka gembok tahanan Leo.

   "Jangan berbuat macam-macam lagi, Leo. Kalau sekali lagi, mungkin kamu tidak bisa diselamati lagi."pesan Pak Irawan yang mendapat dengusan dari laki-laki itu.

   Gita menyalami Pak Irawan, mengucapkan terima kasih, dan pamit. Ia mencubit lengan Leo dan laki-laki itu menundukkan kepalanya sebentar. Ketika keluar dari kantor, Gita menginterogasi adiknya itu.

   "Masalah apa lagi?"tanya Gita.

   Leo melipat kedua tangannya di depan dada. "temen gue, biasalah."

   "Apanya yang biasa?"ujar Gita dengan nada yang agak tinggi, membuat Leo sedikit takut.

   "Dia ngejek gue. Dia ngeliat gue kerja sampingan di Mini market. Terus dia nggak suka kalau gue ada di sekolah itu."jawab Leo dengan jujur. "Tiba-tiba aja dia manggil gue terus ngeroyok. Kalau lo jadi gue diem aja gitu? Ya balaslah. Jadinya gitu."

   Raut wajah Gita berubah menjadi semakin menyeramkan. "Siapa dia? Tunjukkin rumahnya. Biar gue kasih tahu gimana yang namanya keadilan!"

   "Ud—."

   "CEPET!"

   Gita menarik lengan adiknya hingga beberapa meter. Leo menahan lengan kakaknya, menggeleng cepat. "Nggak usah cari gara-gara deh, Kak. Orang tuanya berduit. Sedikit aja kita ngebantah, bakal abis."

   Leo menyadarkannya akan realita.

   Gadis itu membeku di tempat.

   Leo melepas genggamannya, tersenyum, menghibur kakaknya. "Tapi, makasih deh udah khawatir sama gue. Terhura dedek gengz."

   Gita memasang wajah cemas dan meraba wajah Leo. "Beneran nggak pa-pa? Kata Pak Irawan, luka lo yang parah."

   "Tuh orang lebay aja. Gue cuman memar di pundak sama punggung aja kok. Nggak perlu dikhawatirin begitu."elak Leo, lalu merangkul pundak Gita. "Makan pecel lele dulu, Kak. Gue dikasih bonus sama bos. Kali ini lo harus berutang budi sama gue."

   Gita tersenyum, meyakini dirinya kalau Leo tidak separah yang dia bayangkan. Ia menatap Leo, lalu mengangguk. Dengan penuh celotehan humor dari Leo, mereka menyusuri jalan yang gersang untuk pergi ke warung makan pecel lele dekat rumah.

   Leo suka melihat kakaknya tersenyum.

💥💥💥

EnG's-01 : Elevator [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang