•NINETEEN•

4.6K 270 0
                                    

   Fine?

💥💥💥

   Erigo sudah menatap layar handphonenya selama dua puluh menit. Menimbang-nimbang ingin mengirim chat ke gadis itu. Soalnya ia penasaran tentang kondisi Gita setelah ia melihat gadis itu menangis di depan koridor ruang musik.

   Ia hanya berniat mencari Gita karena gadis itu menghilang setelah menerima panggilan dari Pak Hernawan itu. Alunan tuts-tuts keyboard dari ruang musik membuat Erigo mengintip dan mendapati Gita di sana bersama Kevin. Erigo tidak berniat mengganggu, jadinya ia ke toko depan sekolah, makan mie ayam, lalu kembali ke ruang musik.

   Erigo melihat Kevin keluar dari ruang musik terburu-buru. Ia lebih bingung lagi ketika Gita menyusul keluar juga dengan langkah lemah. Bahkan gadis itu berjalan berpegangan dengan dinding. Dengan cepat ia menyusul karena takut Gita pingsan atau sebagainya.

   Gadis itu jatuh sebelum Erigo sempat memeganginya. Ia melipat kedua tangan di atas lutut lalu menangis di sana. Laki-laki itu membeku di tempat. Sepasang matanya adalah saksi melihat punggung itu gemetar dan suara isakan dari seorang Brigitta Novera yang dikenal ketus, dingin, dan tidak berperasaan di sekolah ini.

   Sudah kedua kalinya ia melihat gadis itu menangis.

   Dan ini pertama kalinya ia melihat perempuan menangis yang membuatnya merasa pilu.

   Erigo jongkok, menyejajarkan tubuhnya dengan tinggi Gita. Ditatapnya perempuan itu dalam beberapa detik.

   "Ayo pulang Git."

   Gadis itu mengangkat kepalanya dan melihat Erigo yang menyunggingkan senyuminnya. Kedua matanya memerah. Hidungnya merah karena tersumbat. Pipinya basah akibat air mata.

   "Eri.. go.."

   "Hm?"

   Gita masih sesenggukkan. "Anterin gue... pulang.."   

   Erigo mengantari gadis itu hingga ke depan rumah. Gita mengucapkan terima kasih dengan suara serak dan segera masuk ke rumah.

   Ia menduga, semua ada kaitannya dengan Kevin.

   Udah baikan?

   Akhirnya dua kata itu terkirim juga.

   Erigo berguling-guling di tempat tidur. Masih tidak percaya ia mengirim chat ke Gita. Berlebihan memang. Padahal dulu ia sering mengirim SMS untuk banyak cewek.

   Tapi, Gita itu beda.

   Bunyi notifikasi membuat Erigo duduk dan mengecek handphonenya.

   Gue nggak pernah apa-apa.

   Laki-laki itu berdecih. Lihatlah. Gadis itu memang baik-baik saja. Balasan chatnya terlihat seperti cara bicara Gita seperti biasanya.

    Jangan bohongin diri sendiri. Gue mau kok jadi tameng transparan lo.

   Tetapi Erigo sadar, kalau gadis itu hanya melindungi dirinya sendiri. Seperti kata Sam dulu. Sebuah harga diri yang dipertahanin mati-matian oleh sebagian orang di dunia ini demi mengamankan sesuatu.

   Dan Gita tidak membalasnya lagi.

****

   Seumur hidup, baru kali ini Gita dipertontonkan oleh banyak orang.

   Kalian tahu pelakunya?

   Tuh, yang lagi makan es krim sambil cengar-cengir tidak berdosa.

   "Go, lo benar-benar yah,"bahkan, ia pun kehilangan kata-kata untuk laki-laki itu.

   "Benar-benar ganteng? Tengs Beb."

   Astaga. Gita ingin muntah.

   Semuanya itu bermula ketika ia dan Moli sedang asyik nunggu makanan di meja. Gita melamun, keasyikan melihat Moli yang sangat menikmati mie ayam dan segelas jus mangga. Tiba-tiba dia datang dengan sok-sok akrab dengannya.

   "Git, kencan yuk?"

   Moli yang sedang asyik minum, menyemburnya ke samping—hampir terkena Gita. Kantin yang tadinya berisikpun menjadi sunyi karena Erigo mengatakannya dengan lantang. Sedangkan Gita terperangah. Sorot matanya menggambarkan, berani-beraninya, ya lo.

   Erigo tersenyum yang bahkan bisa membuat para wanita 'meleleh melihatnya. "Ayo."

   Tanpa persetujuan Gita, ia menarik lengan gadis itu dan mengajaknya ke koperasi, beli es krim, lalu makan di belakang sekolah, tepatnya di saung.

   "Dasar manusia tergila yang pernah ada!"seru Gita marah. "Anjir, gimana gue balik ke kelas? Tanggung jawab lo!"

   "Makan es krimnya, ntar meleleh."ucap Erigo yang mendapat dengusan Gita.

   Tetap saja, Gita melahap es krim yang dibeli laki-laki itu.

   "Udah nggak pa-pa?"tanya Erigo ketika keduanya asyik memakan es krim.

   Gita yang hendak menggigit, tidak jadi. Ia menatap Erigo yang memasang wajah yang berbeda. Lebih hangat.

   "A.. pa..?"pertanyaan itu terlalu mendadak untuk Gita.

   "Gue nanya, lo udah baikan nggak."ulang Erigo seraya menatap langit yang lebih cerah seperti biasanya.

   Gita berdecih. "Gue udah bilang, gue nggak pernah ada apa-apa."

   "Gue nggak tahu apa yang lo lindungi sekarang."ujar Erigo, lalu menatap manik cokelat milik Gita. "Tapi, gue tahu, lo nggak pandai berbohong di depan gue."

   "Sotoy lo."balas Gita kembali memakan es krimnya.  

   "Baru tahu kalau gue sotoy?"Erigo kini memeletkan lidahnya. Gita melempar kepalanya dengan pena yang selalu di bawanya kemana-mana.

   Tetapi, bukannya meringis, laki-laki itu mengambil pena Gita lalu berlari menjauh.

   "Makasih pena-nya, Bebebku!"teriaknya dari kejauhan.

   Gita berupaya mengejar Erigo hingga dapat.

   "Woi maling!"

****

EnG's-01 : Elevator [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang