• FIFTY TWO •

3.6K 237 1
                                    

            Because it

💥💥💥

"Kamu nggak ngerti?"

   Kalau dulunya Gita menunduk saja, kini ia mengangkat kepalanya dan melihat langsung pria itu yang memarahinya lagi.

   "Kamu, kan sudah tahu kalau Erigo adalah anak Pak Hernawan. Kenapa masih kamu dekatin?"serunya dengan marah.

   Gita angkat suara. "Kenapa saya nggak boleh mendekati Erigo?"

   Pria itu mengusap wajahnya kasar. "Kamu masih tidak mengerti, Git?"

   "Mengerti apa? Mengerti kalau putri anda, Keyna, akan dijodohkan dengan Erigo?"

   Mendengar hal itu, wajahnya menjadi pucat.

   "A..pa?"

   Trap!

   Gita menyunggingkan senyumnya. "Kenapa terkejut sekali, Pak Cesar? Saya hanya menebak saja dari melihat kedekatan anak anda dengan Erigo."

    Pak Cesar gelagapan. "Kamu—,"

    "Anda tidak perlu—,"

   "Tidak."potong Pak Cesar. "Kamu tahu dari siapa, kalau Keyna dijodohkan dengan Erigo?"

   "Jangan pura-pura—."

   "Saya tidak pura-pura!"seru Pak Cesar. "Sebenarnya, kamu mengikuti skenario siapa?"

   Dahi Gita sukses berkerut. "Maksudnya?"

   "Roo yang bilang seperti itu ke kamu?"tanya Pak Cesar yang mendapat anggukan dari Gita.

   Pak Cesar mengacak rambutnya, gusar.

   "Kenapa kamu masih tidak menyadari, kalau kita sekarang sedang menjebak ketua yayasan?"

💥💥💥

   Debaran jantung Gita tidak kunjung merendah hingga derit pintu berbunyi. Ia berdiri ketika Detektif Roo masuk ke ruangan dengan jas hitam selututnya.

   "Kau tetap pintar memilih tempat, Cesar."puji Detektif Roo ketika melihat-lihat ruangan yang didominasi dengan warna abu-abu putih ini. Pak Cesar berpindah tempat ke salah satu ruangan VIP di salah satu hotel milik saudarinya. Gita ikut serta karena ia terpaut dengan masalah ini.

   Kata Pak Cesar, mereka harus ekstra hati-hati.

   Detektif Roo duduk di sebelah Pak Cesar dan berada dihadapan Gita yang menatapnya heran. Gita bahkan tidak tahu kalau Pak Cesar dan Detektif Roo akrab.

   "Kamu terlalu cepat memberitahunya, Cesar."ujar Detektif Roo ketika melihat raut wajah Gita yang pias.

   Pak Cesar menyunggingkan senyumnya. "Dia telah salah paham. Aku menjodohkan putriku yang pintar itu dengan Erigo? Sayang sekali."

   Mereka berdua tertawa, menyisakan Gita yang berusaha menelan ribuan pertanyaan yang bertengger di kepalanya.

   "Padahal aku sudah memberimu sinyal, Gita."imbuh Detektif Roo, lalu mengedipkan sebelah matanya. "Seperti itu. Ketika kita bertemu dengan Pak Hernawan, tentang rencana itu."

   Gita masih tidak mengerti. "Tentang rencana itu..."

   "Tentu saja tidak benar."sanggah Pak Cesar. "Putriku itu ingin berkembang. Saya juga tidak akan memaksanya menikah jika dia tidak ingin."

   Tunggu. Rencana itu. Rencana yang disusun Pak Hernawan bersama Detektif Roo beberapa hari yang lalu. Rencana tentang menjauhi Erigo dan membiarkan Erigo dan Keyna bersama untuk membahagiakan Pak Cesar sesaat, sebelum kejahatannya dibeberkan.

   Lantas, ini apa?

   "Mungkin, kamu masih ingat, hari itu, ketika kecelakaan terjadi,"ucap Pak Cesar. "Saya adalah orang kedua yang mengetahui kecelakaan itu, selain pelaku tentunya. Saya juga yang menelepon ambulans dan polisi. Saya mengerti kalau kamu tidak ingat."

   Pak Cesar kembali bercerita. "Pamanmu itu hampir saja masuk penjara, bukan? Saya menyewa pengacara agar dia dinyatakan tidak bersalah dan menjagamu dan adikmu. Tetapi, ternyata, Pamanmu itu, meninggalkan kalian, kan?"

   Gita mencerna baik-baik perkataan Pak Cesar.

   "Kamu tahu, Git, kenapa saya berbuat seperti itu?"

   Hening. Gita menunggu jawabannya.

   "Karena pelaku itu sendiri yang memberi saya sebuah kunci. Jika kamu ingin membukanya, kamu tahu dibaliknya ada sebuah konsekuensi yang harus kamu tanggung. Namun, jika kamu membiarkan untuk menutupnya, kamu tidak akan pernah tahu apa isi pintu itu. Kamu akan merasa aman, tanpa takut terancam."

   "Jadi Git,"Detektif Roo menyela, "Kita hanya membuat sandiwara. Karena pelaku itu selalu berada di sekitar kita, akan mempersulit penyelidikkan."

   "Saya menyadarinya ketika melihat tidak ada celah untuk—."

   Gita meremas roknya.

   "Siapa?"

   Detektif Roo menelan ludah. Merasa buruk juga.

   "Hernawan."

   Sudah. Jatuh rasa percaya di dalam diri Gita. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, menyesalkan sesuatu yang sudah berlalu. Dia, bahkan, Gita tidak pernah menduganya.

   "Kamu tahu sekarang, kenapa saya selalu marah tentang Erigo?"

   Sungguh. Gita tidak tahu akan berbuat apa sekarang.

💥💥💥

EnG's-01 : Elevator [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang