Prologue

4.2K 393 115
                                    

"Sssh... oh, Marc...."

"Ma—Marc, k—kau di sana?" tanyaku gagap, berusaha menajamkan telinga untuk memastikan apa yang barusan kudengar.

Deru napasnya terdengar di seberang telepon. "Maafkan aku. Maaf. Aku tidak bisa mengontrolnya. Akan kutelepon kau nanti. Aku mencintaimu."

Keheningan kembali menyelimuti sekelilingku, kala menyadari Marc sudah memutuskan sambungan telepon kami. Lantas, aku merosot dari tepi ranjang, terduduk, memeluk erat kedua lutut dan membenamkan wajah di sana. Dadaku sesak, seakan sulit untuk menghirup oksigen di udara. Aku tahu, ini pasti terjadi dan akan selalu terjadi.

Dia tidak menghubungiku sejak balapan selesai tiga jam lalu. Bahkan, kurasa empat jam lalu, karena kutahu dia tidak menyelesaikan balapannya. Kali ini dia begitu lancang menjawab teleponku, ketika sedang melakukannya.

Marc brengsek!

Debam pintu kamar terbuka, aku mendongak dan mendapati Ed masuk mendekatiku. Buru-buru aku bangkit, kembali duduk di tepi ranjang.

"Adel, apa yang terjadi?" Pertanyaan sarat akan kekhawatiran keluar dari mulut Ed.

Aku menggeleng cepat dan berusaha tersenyum lebar. "Tidak apa-apa, Ed. Aku hanya sedikit lelah. Setengah pekerjaanku belum selesai, dan deadline-nya besok sebelum aku resign," sangkalku. Tapi, melihat mata hijau Ed menatapku curiga, mungkin jawabanku hanyalah sia-sia.

"Jangan bohong. Wajahmu tidak bersahabat seperti itu karena dia, 'kan? Aku sudah nonton MotoGP Silverstone dinihari tadi, dan kulihat dia tidak finish, karena—"

"Stop, Ed! Tidak perlu kau lanjutkan, karena aku baru saja menonton siaran ulangnya!" sentakku, tak kuasa menahan geram.

Aku teramat tahu, melihat Marc tidak menyelesaikan balapannya membuatku sakit. Tetapi, ada yang lebih buruk lagi dari rasa sakit, ketika melihatnya tidak menyelesaikan balapan, terlebih karena dia terjatuh. Inilah yang sedang kurasakan.

Ed memelukku hangat. Aku menyembunyikan sebagian wajahku di antara helaian rambut keritingnya. Saat ini hanya dialah yang paling mengertiku.

"Apa si berengsek itu kembali melakukannya?"

Segera kulepaskan pelukan kami yang sesaat. Kini, menatap tepat di kedua bola mata adikku. "Jangan memanggilnya berengsek," protesku tak suka. "Ya, aku tahu ini selalu terjadi, dan aku sudah terbiasa menguatkan diri. Sekarang keluarlah, karena aku harus menyelesaikan pekerjaan terakhirku," usirku, menarik lengan keras Ed untuk segera enyah.

"Kenapa kau suka menggores pisau ke kulitmu sendiri? Kau tahu benar, hubungan kalian tidak pernah sehat. Tolong, pikirkan lagi rencanamu untuk tinggal di Barcelona, dan meninggalkanku sendiri di New York!"

Bisa kurasakan kesedihan dan penekanan geram di dalam bicara Ed, lantaran aku akan pindah ke Barcelona, serta nada kebenciannya terhadap Marc.

"Jaga ucapanmu, keriting! Bicaralah yang sopan, karena aku masih kakakmu," decakku, sedetik sebelum punggung besar Ed melewati pintu kamar.

Helaan napas berat lolos dari mulutku. Lantas, beralih kutatap layar ponsel yang mati, belum ada tanda apa pun Marc akan menghubungiku lagi. Keputusan terakhir ialah aku beranjak untuk menutup seluruh gorden apartemen, serta mematikan ponsel di atas nakas. Sesaat pandanganku melesat pada kedua jarum jam dinding yang sudah berada di pukul satu siang, barulah aku beringsut ke atas ranjang.

Kendati, ini masih siang, aku tetap memilih menenggelamkan diri ke dalam selimut. Keras usahaku menghalau desahan tadi, yang masih terngiang jelas di kepalaku. Membayangkan jurus pukul mana yang akan kulayangkan pada dada si berengsek—Marc saat kami bertemu.

TO BE CONTINUED!

Cerita ini sudah diberi peringatan Mature Content-nya. Jadi, jangan bertanya atau nyinyir tentang setiap kata atau adegan yang ada dalam cerita.

Voment(s) tetap dibudayakan~
Saya ga akan pernah bosan untuk ingatkan kalian tentang ini. Bukannya haus atau mematok pada voment, tapi saya hanya ingin tau seberapa besar antusias dan apresiasi kalian terhadap cerita yang saya buat, dan tentu saja itu menjadi semangat saya nulis.

Masalah casting, kali ini saya akan mengajak kalian untuk ikut berimajinasi. Saya ga akan memakai artis mana pun untuk casting Adelicia Williams, kalian bebas ngebayangin siapa aja.
Dan maafkan saya yang tidak pernah bosan memasukkan Harry Styles ke dalam ff Marc, karna ke mana-mana suami saya harus saya bawa :p









#IAM93

Bad Reputation [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang