67. What a Surprise

1K 151 142
                                    

Aku terbangun dan tidak menemukan sosok Marc di sampingku. Menyibak selimut dan turun dari ranjang, aku melirik jam yang baru berada di pukul setengah enam pagi. Cuaca rasanya tidak terlalu dingin dan aku yakin salju masih turun di luar.

"Mas... Mas!"

Teriakkanku memekik saat mencari sosok Marc di kamar mandi, yang ternyata tidak ada. Tumben dia bangun sepagi ini ketika musim dingin.

Berjalan keluar dari kamar, aku dilanda rasa kantuk yang masih tertinggal. Mataku seakan bisa menembus tirai jendela balkon apartemen, nampaknya di luar masih gelap dan lampu ruang televisi pun mati. Namun, lampu dapur menyala dan sinarnya sedikit memantul ke ruang televisi.

Samar-samar, kulihat Mail masih terlelap di dalam kandang saat aku berjalan melewatinya menuju dapur. Sejenak kularikan pandangan pada pintu kamar yang ditempati oleh Alex dan Jose tertutup rapat. Mereka jelas masih tidur.

"Marc...," panggilku lagi, lantaran apartemen mendadak sunyi saat kutahu dia sudah bangun, bagaikan tak ada tanda kehidupan.

"Hey... feliz cumpleaños, Mi esposa!"

Aku terperanjat kaget, Marc muncul tiba-tiba dari depan kulkas yang berada di dekat pintu saat aku memasuki dapur. Dia memegangi sekotak pizza berlapis tebal dengan lilin angka duapuluh empat menghiasi atasnya.

"Ayo, tiup cepat lilinnya. Ini lilin magic, percikannya seperti kembang api."

Marc menyengir lebar, sedikit menjauhkan diri dari pizza yang ada di tangannya. Lantas, aku mendekatinya diliputi perasaan campur aduk antara senang dan terharu.

"Oh, apa yang kau lakukan?" tanyaku dramatis—tak mampu sembunyikan raut terkejut dan sesaat kututup mulut menggunakan kedua tanganku, barulah meniup lilin yang percikan apinya tak bisa dikondisikan itu.

Marc terkekeh, setelah aku meniup lilin. Lantas, dia menggoyangkan diri sesaat dan melepas pizza ke atas meja bar. "Felicidades! Kau telah tumbuh menjadi wanita yang kuat," katanya, seraya mencium keningku. "Kita pernah satu kali menyerah, karena perbedaan dan kesalahpahaman diri yang terlampau jauh. Tapi, luar biasanya kita selalu bisa kembali bersama dan kembali berhadapan dengan debaran rasa yang kuharap tidak akan pernah berubah," Dia menarik diriku ke depan dadanya dan sedikit mendongak ke arahku, tangannya pun sibuk melingkari pinggangku. "Mereka bilang, kau yang beruntung karena bisa memiliki diriku, tapi itu sungguhlah tidak benar."

Dia terkekeh lagi dan lagi—tipikal dirinya. Manik cokelatnya menatapku begitu dalam dan membuatku tenggelam cepat, seakan sulit untuk berkedip.

"Mereka hanya tidak tahu, bahwa akulah yang beruntung memiliki dirimu, karena kau selalu berhasil menenangkan hari-hari beratku dan memeluk jiwa lelahku di saat kebanyakan orang hanya mampu melihat kebaikanku, tapi tidak dengan keburukanku. Selamat bertambah usia, Sayang...."

"Oh, ya Tuhan, aku—aku bahkan lupa kalau ini hari ulangtahunku. Terima kasih, Mas. Aku tidak memasukkan banyak gula dalam masakan yang kubuat untukmu. Mengapa sikapmu akhir-akhir ini begitu manis?"

Dahiku mengerut menahan haru, lalu aku tersenyum bangga—bangga mendapati diri begitu berharga untuk Marc. Kini, dia menjauh sedikit dariku.

"Aku memang diciptakan Tuhan untuk menjadi pria manis," Marc menyahut sombong dan kelewat percaya diri. Dia beralih membuka sebuah kotak berwarna putih yang terletak di dekat pizza, barulah bersandar pada sisi meja bar. "Ini hadiah untukmu, sebuah piala dari ukiran kayu."

Spontan, aku pun mengernyit keheranan sambil senyum, saat tangan Marc terulur ke arahku. Dia memberiku sebuah piala berwarna gold dari ukiran kayu seorang wanita, yang sepertinya sedang menari di dalam sebuah lingkaran pola berbentuk jantung. Di bagian bawah kakinya terukir tulisan 'The Greatest Wife in the World'.

Bad Reputation [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang