81. Over My Head

267 38 35
                                    

Soundtrack for this part:
Best Shot - Birdy ft. Jaymes Young
Someone To You - Banners

Marc terdiam, tidak menyahutiku atau bereaksi apa pun. Entah apa yang membuatnya kini bungkam, karena sejak tadi aku bisa lihat dia begitu bersemangat mempertahankan niatnya untuk pensiun. Jadi, aku berdiri dari dudukku dan berlutut di lantai dekat nakas, tepat di kanan ranjang.

"Tidak, kumohon, jangan lakukan itu," Marc menatapku kalut, terlihat dari bagaimana matanya menjereng, seakan tak percaya aku sungguh-sungguh dengan ucapanku. "Bangun, Adel. Jangan lakukan hal konyol." Sekuat tenaga dia berusaha untuk menggapai pundakku dengan tangan kirinya.

Aku masih berlutut di lantai, menunduk tepat di hadapan Marc dengan kedua tanganku yang mengatup di dahi. "Apa aku ini beban untukmu?" tanyaku, kembali menatapnya, tak peduli pada tangannya yang terus menarik pundakku untuk berhenti berlutut.

Marc mengerjap seperkian detik, lalu menggeleng cepat. "Tentu saja tidak. Mengapa kau harus berpikiran seperti itu?"

"Kau berkata, pensiunmu akan membahagiakanku, seolah-olah selama kau masih bergelut dengan profesimu ini, aku tidak bahagia. Kau membuatku tersinggung, jelas aku ini beban untukmu."

Aku menahan gejolak amarah dalam diriku, diiringi dengan mentalku yang masih terguncang. Niat Marc pensiun hanya membuatku semakin merasa bersalah. Aku ingin menjerit setiap kali mengingat, bahwa akulah dalang yang melalaikan surat perjanjiannya dengan Audrey dulu.

Andaikan aku langsung membuang surat perjanjiannya, di detik aku mengambilnya di apartemenku dulu, mungkinkah semua ini jauh lebih baik? Andaikan juga surat perjanjiannya tetap berada di tangan Carolina, karena hal itu akan jauh lebih aman, mengingat dia tidak mungkin tega menyebarkan hal yang hanya membuat reputasi buruk untuk Marc—idolanya.

Kulit kepalaku serasa ditusuk-tusuk setiap kali kata-kata andai itu melintas di otakku. Tapi, Tuhan memang berkehendak lain, Marc harus melewati fase semacam ini untuk karirnya dan membuat dia seolah dicampakkan dari dunianya sendiri.

Memang, kegelapan Marc sudah perlahan berlalu, berita hypersex-nya pun tidak lagi dimuat dalam beberapa media cetak atau elektronik. Namun, hal itu tidak cukup untuk mengembalikan citra baik dirinya. Mendukung niat dia pensiun tahun depan, justru hanya akan memperburuk reputasi dirinya, dan aku tidak mungkin membiarkan dia kembali terjerumus pada hal-hal yang membuat dia jadi asumsi buruk publik.

"Adel—"

"Marc, dengarkan aku. Sebelum bertemu denganmu, berkencan atau bahkan sampai menikah dengan seorang pembalap tidak pernah jadi salah satu daftar keinginan dalam hidupku. Tapi, aku di sini bersamamu, karena kau sudah memilihku," Aku bangkit dari lututku, kembali mendudukkan diri di sebelah Marc. "Kau berbeda dari pembalap kebanyakan. Jika teman-teman seprofesimu lebih suka mengencani seorang model atau gadis payung sekalipun, kau justru memilih aku—orang yang tak akan memberi pengaruh apa pun untuk popularitasmu. Sebaliknya, kau sudah memberikan pengaruh yang besar untuk hidupku."

"Aku tidak mengerti arah pembicaraanmu."

Tanganku bergerak menelusuri wajah tampan Marc, dan naik menyisir helaian rambut lebatnya. Aku mengikuti arah pergerakan mata cokelatnya, yang selalu berhasil menembus hatiku setiap kali kami bertatapan.

"Aku tidak mau jadi sekat dalam mimpimu. Sungguh. Jika kau saja mau menerimaku tanpa melihat siapa aku dan apa pengaruhku untuk popularitasmu, maka aku pun harus bisa menerimamu dengan segala resiko di dalamnya. Hanya karena saat balapan kau sering kali membuatku hampir mati jantungan, bukan berarti aku tidak bahagia mencintai seorang pembalap sepertimu," Kudekatkan lagi wajahku padanya dan menciuminya lembut. "Sedalam apa pun dasar palung itu, tetap saja yang menentukan pilihan selanjutnya adalah dirimu. Kau ingin terus berendam dan tenggelam, atau berusaha berenang untuk melanjutkan perjalananmu," sambungku, setelah tautan bibir kami terlepas. Entah sudah berapa kali aku lancang menciumnya di tengah perdebatan kami, berharap caraku menenangkannya cukup benar.

Bad Reputation [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang