20. Back to You

1.2K 223 145
                                    

Soundtrack for this part:
Back To You - Louis Tomlinson ft. Bebe Rexha

'Apa kabarmu? Tiga hari sudah kau mendiamkan dan mengabaikanku seperti ini. Aku tidak tahu bagaimana menjadi sesuatu yang kau rindukan. Sebesar itukah kecewamu padaku?'

Aku memutar ulang pesan suara yang dikirimkan Marc pagi tadi. Kata-katanya kembali menghipnotisku ke dalam gelora yang kurindukan. Namun, aku berusaha mengontrol gejolak perasaanku yang telah kembali padanya, serta tidak ingin mengakhiri hukumannya, sebelum aku tiba di hotel.

Mengedarkan pandangan keluar jendela taksi, kunikmati suasana jalanan kota San Marino menuju hotel tempatku akan menginap. Kuputuskan untuk mengejutkan Marc akan kedatanganku menontonnya balapan besok.

Aku merindukannya. Demi Tuhan, aku sangat merindukannya.

Aku rindu senyum lebar menawannya, suara cemprengnya, kelakuan konyol nan menyebalkannya, wangi tubuhnya, pelukannya. Aku merindukan segala yang ada dalam dirinya. Tiga hari aku menahan rindu, tiga hari aku menahan kecewa, sekarang kutemukan obatnya. Kembali ke pelukannya adalah obat dari segala rasa kecewa dan luka yang kuterima melalui dirinya. Kendati, dialah sumber nyeri di hatiku, semuanya seolah terobati akan rasa cintaku yang besar. Aku memang selalu tak pernah bisa berlama-lama marah padanya.

Sontak, tatapanku kembali mengarah pada ponsel yang kugenggam, ketika lantunan lagu Back To You memenuhi atmosfir taksi. Segera aku menyentuh warna hijau di layar.

"Adel, kau belum tidur?"

Suara damai Ed membuatku menerka maksudnya menelponku. Pun kini, aku memegang kepalaku yang masih terasa pusing akibat jetlag.

"Aku baru tiba di San Marino, sedang di perjalanan menuju hotel tempatku akan menginap," jawabku dengan desahan lelah.

"Kau baru tiba di San Marino? Menonton kekasihmu balapan? Bersama siapa? Bukankah hubungan kalian sedang tidak baik?"

Lantas, mataku berotasi jengah mendengar interogasi Ed si seberang telepon.

"Dia sudah minta maaf atas kesalahannya. Kami sudah berbaikan."

"Minta maaf? Semudah itu kau memaafkan si bajingan itu? Orang yang berulang kali minta maaf, tapi belum juga berubah, sangat tidak pantas diterima kembali. Jangan bodoh, Adel. Dia hanyalah pembalap menyedihkan dengan cacat tak kasat mata yang dimilikinya itu. Pria bajingan yang taubat hanya ada dalam cerita fiksi. Nyatanya, pria bajingan tetaplah bajingan."

Aku menggeram di kerongkongan mendengarnya. Semakin adikku dewasa, semakin pula dia mengesalkan.

"Shut up your mouth, keriting! Aku ini kakakmu, dan Marc adalah kekasihku. Tolong, jaga sopan santunmu. Ada apa kau menelpon? Kau menelponku hanya untuk mengatakan kebencianmu ini?" Kini, giliranku yang menginterogasinya. Kuhela napas panjang, berusaha untuk tidak membalas kata-kata kasar adik semata wayangku ini.

"Aku memang sudah membencinya," sahut Ed, mencoba menormalkan suaranya yang tadi sempat meninggi. "Uangku tinggal sedikit. Bisakah kau kirimkan aku uang? Akan kuganti saat aku mendapatkan tawaran bernyanyi."

Aku memutar bola mata—lagi. Andaikan dia ada di sini, sudah kujambak rambut keritingnya itu.

"Belum sampai sebulan aku meninggalkanmu, tapi kenapa uang yang kuberikan masih tak bisa kau cukupi?!" sahutku memberengut, sembari memijat pelipis.

"Aku banyak kebutuhan, Adel. Aku janji akan hemat kali ini. Lihatlah, kau akan bersenang-senang di San Marino, sementara aku akan menggembel di New York."

Bad Reputation [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang