82. Nothing but Trouble

318 40 40
                                    

Sebulan berlalu sesudah JerezGP, aku dan Marc menghabiskan waktu hanya diam di rumah. Marc tetap pada pendiriannya untuk membawaku pulang ke Andorra, ketimbang pulang ke rumah orangtuanya di Cervera.

"Nona, ini potnya."

Aku tersentak dari kegiatan merekam adonan di hadapanku untuk mengunggahnya ke cerita Instagramku. Menoleh pada ambang pintu, kudapati Natt-asisten rumah tangga baru kami.

Ya, memang di awal aku tak butuh orang lain dan bersedia jadi babu dadakan untuk mengurus rumah yang cukup besar ini. Namun, keras kepala Marc yang menentangku untuk melakukan pekerjaan berat, membuat dia harus menghabiskan beberapa euro uangnya untuk hal ini.

"Aku bisa membantumu menanam kaktusnya, sebelum aku pamit pulang," ujar Natt, menaruh empat pot mini yang baru dia beli ke atas meja bar, barulah dia datang menghampiriku. Bibirnya tersenyum ramah, memerhatikan kocokan mixer dalam mangkuk adonan di hadapanku. "Apa ada yang perlu kubantu?"

"Well, tidak perlu," kataku. Melepas ponsel ke meja, melihat padanya dengan seulas senyum juga. "ini sudah jam pulangmu. Aku akan mengurus kaktusnya nanti. Terima kasih, Natt."

Kiriman empat tanaman kaktus dari Roser, memang baru sampai tadi pagi. Ia menempatkan kaktus-kaktusnya dalam satu pot yang cukup besar. Jadi, aku berinisiatif untuk memisahkan dalam pot lain dan menatanya di halaman belakang rumah. Aku sungguh tidak betah jadi pengangguran seperti ini, maksudku—aku sudah terbiasa bekerja. Lebih banyak bersantai di rumah tanpa beban pekerjaan kantor, jelas membuatku merasa seperti pengangguran. Saat aku resign dari kantor dulu, aku memutar otak mencari hobi baru dan mengurus tanaman hias mungkin bisa membuatku terlihat sedikit sibuk, selain hanya mengurus keperluan Marc dan mengasah kemampuan memasakku.

"Baik. Selamat malam, Nona."

Dengan begitu, Natt langsung melangkah pergi dari dapur, ketika kudengar hentakkan suara sepatunya menjauh.

"Hati-hati di jalan," kataku sesaat.

Memang, Natt hanya akan berada di sini mulai pukul delapan pagi hingga lima sore, dari hari Senin sampai Sabtu, karena aku dan Marc butuh privasi di mana kami memiliki waktu tanpa gangguan keberadaan orang lain. Yang terpenting lainnya, dia merupakan wanita rekomendasi dari Lalisa—sepupu Marc yang juga tinggal di Andorra. Jadi, kami percaya Natt bisa bekerja dengan baik selama kami berada di sini, apalagi melihat dia begitu cekatan dan telaten dalam menyelesaikan pekerjaannya.

Mengingat tentang Marc, aku langsung melihat jam di ponselku sudah pukul lima lewat sembilan menit. Ini sudah satu setengah jam kepergiannya bersepeda, sebab dia memang sudah diperbolehkan menggerakkan tangan dengan leluasa sejak dua hari lalu. Jadi, sore ini dia memutuskan bersepeda sebagai salah satu latihan untuk mengetes pertahanan tulang tangannya. Sungguh pria yang aktif. Dia tidak pernah bisa berhenti melakukan kegiatan olahraga untuk mengembalikan kebugaran tubuhnya. Mengapa pula dia belum pulang jam segini?

Namun, terlepas dari itu semua, setidaknya satu yang kini aku syukuri. Setelah harus kembali melewati hari-hari yang berat, rehat balapan justru mampu menjadikan Marc lebih kuat.

"Adel! Aku pulang...."

"Panjang umur."

Aku bergumam, mengakhiri omelan batinku saat mendengar seruan keras dari Marc yang entah di mana. Tapi, itu berarti dia sudah pulang. Aku tidak menyahutinya, karena malas harus berteriak. Jadi, kuputuskan untuk mengirimkan pesan suara padanya, yang memberi tahu aku sedang membuat pancake di dapur.

Tepat setelah pesanku terkirim, aku mendengar suara gonggongan kecil. Tidakkah pendengaranku salah, jika itu suara anjing?

Cepat-cepat aku selesaikan mengaduk adonan pancake-ku, lalu mematikan mixer. Aku keluar dari dapur, mencari tahu kebenaran suara yang kudengar. Tidak mendapati sosok Marc di ruang tamu atau ruang televisi, membuatku naik tertatih menuju kamar. Sosoknya tetap tidak ada di dalam seluruh penjuru ruangan.

Bad Reputation [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang