51. Next to You

909 154 51
                                    

Soundtrack for this part:
The One - Kodaline

Aku menggeliat dan membuka mata pelan, memandangi langit apartemen lamaku selama beberapa detik. Saat nyawaku sudah agak terkumpul, aku langsung meraih tas dan mengeluarkan ponsel.

Jam menunjukkan pukul delapan malam, lantas aku sadar sudah tertidur dua jam lebih di sini. Tak lama, kudapati satu pesan dan dua panggilan tak terjawab dari Ed, yang membuat mataku refleks berotasi jengah. Dia menanyai keberadaanku dan mengkhawatirkanku, sebab sampai sekarang belum pulang. Namun, kuabaikan pesannya, lantaran masih marah padanya.

Mataku mengamati seluruh penjuru kamar—tempat di mana aku selalu menghabiskan waktu bersama Marc, sebelum pindah ke apartemen baru. Bahkan, hidungku bisa mengendus aroma tubuhnya masih tertinggal di ranjang ini.

Setelah merasa puas bernostalgia, aku pun bangkit membuka lemari untuk mengambil beberapa pakaian dan dua sepatu yang pernah dibelikan oleh Marc untukku. Aku sengaja meninggalkan di sini beberapa barangku yang dibelikan oleh Marc, takut jika hal ini hanya mengingatkanku pada luka yang dia beri kemarin.

Sesudah semua barang kumasukkan ke dalam tas besar, tiba-tiba saja tanganku tergugah membuka laci nakas. Aku mengambil sebuah map dari kertas perjanjian bermulanya hubungan Marc dan Audrey. Kali ini, aku tak bisa berpikir atau bereaksi apa-apa, pun aku hanya duduk dan membisu di tepi ranjang. Batinku merapal ulang perjanjian yang entah dengan nama apa aku harus menyebutnya.

Suara ponsel di sebelahku berdering. Aku tersentak dan berniat marah, jika saja itu panggilan dari Ed. Namun, justru sudut bibirku terangkat, kala nama Marc yang tertera di layar.

"Ya," kataku, memulai obrolan kami di telepon.

"Adel, kau di mana?" Suara rendah Marc di seberang telepon—terdengar khawatir. "Edward mencarimu dan mengira kau menjengukku lagi ke rumah sakit. Mengapa jam segini kau belum pulang ke apartemenmu?"

"Dia ke rumah sakit?"

"Tidak, Adel, dia menelpon Alex. Kau di mana? Jangan buat dia khawatir dan semakin membenciku," kata Marc lembut nan menentramkan.

"Aku di apartemen lamamu," informasiku, mengingat dialah yang membayar angsuran pertama untuk apartemen ini. "Aku mengambil beberapa barang, dan sekarang aku akan pulang. Sudah dulu, ya...." Langsung saja kuputuskan sambungan telepon kami dan menekan tombol power di ponsel.

Ada beberapa hal yang membuatku tidak ingin diganggu oleh siapa pun sekarang. Rasanya, ini hari yang paling melelahkan, lantaran perbincangan Horan dan Kenny tadi pagi terus terngiang di benakku. Setelah sekian lama, hal itu mampu membuatku sadar dan merasa dibodohi oleh orang-orang yang kupercayai.

Aku mengemas map perjanjian Marc dan Audrey secara asal, serta ponsel ke dalam tasku, barulah keluar dari ruangan apartemenku dan memasuki lift.

Sesampainya di lantai dasar, aku bergegas memasuki mobil dan mengemudi dengan santai—berusaha keras memperingati otakku untuk melupakan segala kejadian hari ini. Sekitar beberapa menit perjalanan, aku pun sampai di parkiran apartemen.

Tanpa berlama-lama, aku langsung memasuki bangunannya, meluncur naik dengan lift, hingga tiba di depan ruangan apartemenku. Setelah menekan kode, pintu pun terbuka  dan aku mendapati televisi menyala, tapi tidak ada sosok Ed di sana.

Segera kumasuki kamar, bersamaan dengan kedatangan Mail dari arah dapur, dan ternyata Ed juga di sana. Mail mengelilingi dan mengeluskan bulunya di pergelangan kakiku. Senyuman mengembang di bibirku. Kemudian, aku berjongkok untuk menggendongnya.

"Kau merindukanku, hm...?" tanyaku, membuat Mail menatapku acuh tak acuh. Lantas, aku turut membawanya masuk ke kamar dan menaruh tas pakaianku di pundak kiriku.

Bad Reputation [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang