11. Confession

1.3K 234 57
                                    

Soundtrack for this part:
Inside Out - The Chainsmokers ft. Charlee

⚠: 18++

Menatap punggung kekasihku yang terasa asing di mataku dengan penuh kekecewaan. Aku ingin tahu, apakah aku harus bertahan atau justru melepasnya?

Dengan langkah yang bergetar, aku bangkit untuk membersihkan meja makan, membawa semua peralatan dapur yang kotor untuk segera kucuci. Selera makanku hilang, karena Marc pergi begitu saja meninggalkanku. Aku terlalu takut menghadapi kenyataan, bahwa dia tak bisa berubah dan akan selalu terjebak dalam kecanduan sialannya itu. Mataku terasa basah, hingga meneteskan cairan bening.  Sementara, tanganku terus bergerak di wastafel cuci piring—mencoba untuk tak terisak dalam tangisku.

Kudengar suara derap langkah kaki yang mendekat. Aku tahu itu Marc. Kumohon, jangan datang sekarang. Aku sedang menangis, aku begitu cengeng—seakan lemas dan tak berdaya, bahkan hanya untuk sekadar menoleh ke arahnya. Aku menunduk dan masih fokus pada cucianku,  menyadari sebuah lengan kokoh sudah melingkari pinggangku, memelukku dengan posesif dari belakang.

"Maaf. Aku tak seharusnya bersikap kasar padamu. Aku tahu, aku memang pria berengsek. Aku terlalu banyak membuatmu terluka," bisiknya lembut.

Kata maaf lagi? Seharusnya, kata itu membuatku lega. Tetapi, yang kurasakan justru rasa sakit yang semakin merajalela. Berapa kali dia minta maaf, lalu kembali melukaiku? Rasanya begitu perih dan tak terkendali. Kepalaku pening. Aku tak sanggup memikirkan, apa yang akan terjadi setelah ini, setelah kata maaf terus dia lontarkan.

"Kau menangis?" tanya Marc, memiringkan wajahnya untuk melihat wajahku.

Tentu saja aku menangis. Ini terlalu menyakitkan, terlalu menyita air mataku. Dia hanya tidak tahu rasanya memiliki kekasih seorang hypersex dengan kecanduan menyetubuhi wanita lain. Dia tidak tahu, dan tidak akan pernah tahu.

"Aku hanya tidak tahu harus bagaimana. Kau selalu seperti itu. Selalu marah, menyalahkanku." Suaraku lirih, tanganku menghentikan aktivitas untuk diam sejenak.

"Ya, aku akan kembali ke Cervera dan datang ke sini di akhir pekan. Akan kuturuti saran konyol Jose, jika itu maumu. Aku tahu ini demi kebaikanku, hanya saja, caramu salah, kau terlihat seperti mengekangku, Sayang."

Marc membalikkan tubuhku secara paksa untuk menghadap ke arahnya. Sekarang wajah kami hanya berjarak beberapa senti saja, membuat embusan napasnya menampar wajahku.

"Demi neptunus, aku lelah berdebat denganmu, Marc!" Aku mengerang, sembari mengusap air mata.

"Aku sangat mencintaimu. Maafkan sikap kasarku tadi. Aku hanya belum ingin kembali jauh darimu. Maaf, maafkan aku, kita akhiri pertengkaran ini, ya?"

Aku memutar bola mata. Dia memanglah perayu yang handal, mulut manisnya acapkali mengeluarkan kata-kata yang meluluhlantakkan pertahananku. Sebesar apa pun kemarahanku padanya, sebesar itu pula akhirnya aku akab memaafkannya. Cintaku seolah lebih kuat dari amarahku. Selalu seperti itu.

"Hentikan omong kosongmu, Márquez! Menyingkirlah, aku harus menyelesaikan pekerjaanku. Kau sudah tahu jawabanku, aku memaafkanmu. Jadi, menyingkirlah."

Aku berusaha menepis dada kekarnya, yang menahan tubuhku untuk tidak berbalik.

"Ayo, kita main gunting, batu, kertas. Jika aku yang kalah, aku akan menuruti saran dari Jose. Tapi, jika kau yang kalah, kau harus membiarkanku menghabiskan waktu liburanku di sini."

Aku mendelik tak percaya. Ingin sekali aku menampar mulut lebarnya yang terlalu banyak permintaan itu.

"Kau sudah menurutinya tadi. Untuk apa lagi bermain gunting, batu, kertas?!"

Bad Reputation [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang