39. Trying to Get the Chance

958 162 118
                                    

Soundtrack for this part:
The Scientist - Coldplay
Still The One - One Direction
Aftertaste - Shawn Mendes
Want You Back - 5 Second of Summer

Part ini panjang banget ngalahin rel kereta api, karena hampir 3000 kata. Saya tau ini pemaksaan.

Selamat membaca🐜

Aku menunggu di dalam mobil, sesekali bersiul pelan untuk menepis perasaan yang menakutiku.

Bagaimana jika Adel menolak permintaan maafku? Bagaimana jika dia mengatakan, sudah bersama si Koran untuk menggantikanku? Bagaimana jika nyatanya, dia hidup bahagia tanpa berengsek sepertiku?

Tanganku mengetuk setir kemudi—merasa begitu bingung. Napasku berembus berat dan mencoba menetralisir pikiran berkecamuk.

Keluar dari dalam mobil, pandanganku menyapu seluruh penjuru parkiran, yang hanya menyisakan enam mobil dan tidak menemukan Civic LX berwarna putih, milik Adel di antaranya.

Kebernianku muncul begitu saja, lantas melangkah menuju arah depan lobi kantor untuk menanyai keberadaan Adel pada satpam, yang tadi sempat kulihat berdiri di pinggir pintu masuk.

Tepat di saat aku belok ke arah kanan, kakiku mundur seketika dan berhenti sejenak, ketika korneakunmenangkap sosok Adel baru keluar dari dalam kantor. Dia menuruni anak tangga, jalan keluar dari area kantor.

Buru-buru aku kembali memasuki mobil dan mulai mengemudi—menyusul Adel di jalanan depan. Namun, mobilku belum sepenuhnya keluar dari Styles Advertising, lantaran aku mengamati dia masih berdiri, bak orang tolol di depan sana. Matanya nampak celingak-celinguk, tangannya sibuk mengipas wajah menggunakan sebuah kipas.

Ah, ya Tuhan, itu kipas oleh-olehku untuknya dari Jepang beberapa waktu lalu.

Batinku tersenyum bangga, hingga fokusku teralihkan, ketika dia mencegat taksi dan memasukinya.

Ke mana mobilnya? Mengapa dia pulang dengan taksi? Namun, hal ini membuatku bernapas cukup lega, melihat dia tidak pulang dengan si pirang sialan itu.

Menginjak pedal gas, aku membuntuti taksinya dari kejauhan beberapa meter. Untunglah, keadaan jalan sore ini tidak begitu padat, lantaran bukan wilayah jantung Barcelona. Aku bisa terus membuntutinya tanpa dihalangi macet.

Menit kian berlalu, taksi pun berhenti di dalam sebuah bangunan apartemen sederhana, jika dibandingkan dengan apartemen yang kubeli untuk Adel. Aku begitu marah dia pindah dari sana, lantaran aku sudah membayar uang angsurannya sampai akhir tahun nanti.

Dia belum keluar dari taksi, ketika aku melajukan mobil menuju parkiran. Setelah itu, aku berjalan ke arah pintu masuk, ketika dia baru saja melewati pintunya.

Aku menenteng kantong tas makanan untuknya dengan penuh kehati-hatian mengikutinya. Kuperhatikan apartemennya tidak begitu buruk. Kemudian, kulihat punggung mungilnya terbaluti blouse putih dan dipadukan rok jeans sebatas lutut, yang mana membuat kaki jenjang indahnya begitu terekspos. Dia menekan tombol lift, dengan cepat aku berlari masuk menyusulnya. Napasku terengah dan nyaris saja terjepit oleh pintu lift.

Mata Adel melebar saat punggungnya berbalik menghadapku. "Marc?" Keningnya mengerut, menatapku tanpa berkedip, punggungnya pun langsung menyudut dekat dinding. Dia nampak kaget dan terheran. "Apa yang kau lakukan di sini?"

Ya Tuhan, suaranya begitu indah. Aku seperti kembali mendengar nyanyian dewi surga.

Aku menelan ludah, mengatur napas agar lebih tenang. "A—aku tidak sengaja melihatmu memasuki taksi di depan kantormu tadi. Aku baru pulang bermain futsal," jawabku gelagapan. Sialan, ini kentara sekali aku berbohong.

Bad Reputation [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang