79. Race Day

400 39 84
                                    

Soundtrack for this part:
Fine Line - Harry Styles
Only You - Selena Gomez
There You Are - Zayn Malik
Youth - Shawn Mendes ft. Khalid

haiiii. Hershel is back. I'm so apologize for being late update, can't believe it's almost 2 years, since I wrote the previous chapter on November 2018. time flies really fast. wow! :"")
I'm massive thankyouuu for ur patience and enthusiasm just like it used to be.
saya mgkn kehilangan bbrpa pembaca yg kayaknya hiatus dari wattpad, dan meski skrg pembacanya berkurang, komen² di chapter sebelumnya masih jadi suntikan semangat buat saya nyelesain apa yg sudah saya buat.

well, chapter ini lebih banyak narasi, semoga feelnya msh tetep nyampe ke kalian, dan berhubung cerita ini menuju tamat, saya berharap bgt pesan dan nilai moralnya bisa nyampe jg ke kalian. bukan cuma jd penghibur semata untuk imajinasi kalian tentang Marc Màrquez.

last, but not least, please... dont forget to click the VOTE button & leave your COMMENT below. give me some of ur feedback (;

Selamat membaca🐜

"Tapi, hingga saat ini, aku, bahkan hampir semua orang di paddock masih tak percaya Marc memiliki sisi lain yang seperti itu. Bagaimana bisa kau rela dia berbagi ranjang dengan Audrey? Aku tidak mengerti pola pikirmu."

Tanganku terhenti, telingaku sensitif mendengar perbincangan seseorang dari balik pintu yang ada di hadapanku.

"Ya, ya, aku sangat mengerti persepsi orang tentang kami. Namun, terlepas dari semua itu, aku-"

Setelah mematung seperkian detik, aku mengumpulkan keberanian untuk membuka pintunya, hingga ucapan Adel spontan terhenti saat aku muncul.

"Eh, Marc...."

Kudengar suara Laura-istri Jordi-mekanikku di Honda, kini matanya melebar terkejut. Segera dia bangkit dan menaruh tas di pundaknya, sambil berusaha melebarkan senyum canggungnya padaku.

"Aku bawakan salad ini untuk Adel," ujarnya lagi dengan mata yang mengarah pada meja sesaat. "Aku akan keluar. Kurasa, kau ingin mengganti wearpack-mu, dan Adel, kau bisa menghubungiku kapan pun kau mau. Daah...." Matanya bergantian menatapku dan Adel.

"Ya, terima kasih sudah menemaninya," kataku. Dengan terpaksa aku membalas senyuman Laura, meski tanganku sudah membayangkan ingin merobek mulutnya.

"O—oke, Laura. Kontakmu sudah kusimpan," sahut Adel, sesekali matanya melirikku.

Lantas, Laura melintasiku yang masih berdiri di ambang pintu dan berlalu keluar. Kemudian, aku berjalan menghadap televisi dan membelakangi Adel, mulai membuka retsleting wearpack-ku, membiarkan bagian atasnya menggantung di pinggang.

"Hey, kemarilah, biar kupijat badanmu," kata Adel, mungkin dia menyadari raut wajahku yang nampak sedikit cemberut. "Marc, jangan memulai," lanjutnya lagi, saat melihat pergerakanku yang masih berdiri membelakanginya.

"Kau teramat tahu batasanmu, Adelicia. Kau teramat tahu. Jangan bercerita apa pun masalah hubungan kita pada orang yang tidak terpercaya. Kupikir berita itu seharusnya sudah berlalu, mengapa dia harus kembali membahasnya?" Aku berbalik, berusaha keras menyerukan kekesalanku dengan nada sedatar mungkin.

"Kemarilah dulu." Adel mengembuskan napasnya melihatku, menepuk sofa di sebelahnya untuk kududuki.

Rahangku seketika mengeras, kekesalanku terasa menggebu, masih berdiri di tempatku-belum menuruti panggilannya.

"Dengar, aku hanya memberi tahu alasan, mengapa aku mengizinkanmu berhubungan dengan Audrey, sementara status kita sepasang kekasih dulunya. Itu saja. Aku tidak keluar dari batasanku," kata Adel lembut, pancaran matanya menatapku penuh harap. "Sudahlah, semuanya akan baik-baik saja. Bukankah aku selalu bilang, kau harus tuli terhadap kritikan?"

Bad Reputation [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang