75. Little Things

668 117 51
                                    

Soundtrack for this part: Flashlight - Jessi J

Mataku terbuka. Kulirik jam dinding menunjukkan pukul tujuh pagi, sembari menyibak selimut untuk turun dari ranjang.

Adel masih tidur pulas memunggungiku, kakinya dilipat dan tangannya menekuk di bawah dagu.

Aku berniat mencuci muka, tiba-tiba pandanganku teralihkan menuju ponsel Adel yang tergeletak di atas nakas. Kunyalakan ponsel itu, yang mungkin tidak aktif sejak kemarin. Kubawa ponselnya ke dalam kamar mandi, seraya memainkannya, ingin lihat pesan-pesan di dalamnya. Lantas, mataku memicing, kala nama Edward tertera di layar. Menghela napas sejenak, aku mengumpulkan keberanian untuk menjawab teleponnya.

"Ada apa denganmu, Adel? Aku sudah menelponmu sejak semalam, tapi—"

"Dia masih tidur, Edward...." Aku memotong ucapannya, yang nyaring di telingaku.

"Marc?!" tanyanya. Masih dengan intonasi yang tinggi.

"Ya. Dia masih tidur. Ada apa?"

Edward tergelak di seberang telepon, sarat cibiran dan terdengar menjengkelkan. "Ada apa kau bilang?! Tentu saja aku ingin memastikan kondisi kakakku. Mengapa nomor kalian susah dihubungi dari kemarin? Apa yang sebenarnya terjadi? Aku mendengar berita burukmu di mana-mana, Marc."

Aku menghela napas jengah. "Haruskah kau berteriak? Kuharap kau tidak lupa tentang sopan santun, mengingat aku ini lebih tua darimu, Edward." Kutahan rasa jengkel, karena tak habis pikir, mengapa dia selalu bersikap kurang ajar padaku, atau bahkan pada Adel?

"Y—ya. Aku tahu. Aku hanya mengkhawatirkan kakakku. Bisakah kau bangunkan dia? Aku ingin bicara." Kali ini suaranya sedikit lembut dan tenang.

"Dengar, kakakmu baik-baik saja, selama dia berada dalam jangkauanku. Kontrak perjanjianku dengan—"

"Mantan jalangmu itu?" potong Edward, menerka maksudku.

"Terserah kau mau menyebutnya apa. Kontrak perjanjian itu sengaja disebarkan oleh Horan ke media. Aku tidak tahu, mengapa dia begitu berani mengusik urusanku. Aku tidak perlu menceritakannya lagi, 'kan? Sebab kautahu Adel melalaikan surat kontraknya, hingga berakhir di tangan si keparat yang selalu kau banggakan itu." Sungguh, aku sudah tak bisa menahan rasa jengkelku, bila kembali mengungkit perihal si pirang keparat itu.

"Tidak mungkin dia melakukan itu tanpa ada sesuatu dibaliknya. Pasti ada hal yang kau lakukan padanya, hingga dia melakukan itu. Aku tahu kau membenci dan terlalu mencemburuinya, Marc." Edward kembali tergelak, lagi-lagi dia menghakimiku.

"Aku memukulnya."

"Apa?!" Edward memastikan pendengarannya, lalu tertawa keras. "Apa kau sedang mengatakan sebuah lelucon?"

"Tidak perlu kuulangi. Dengar, terserah apa penilaianmu padaku kali ini. Dia pantas mendapatkannya, karena sudah mengusik hubungan dan masalah pribadiku. Kalau kau berpihak padanya, silakan."

"Mengapa? Mengapa kau selalu melakukan hal yang bodoh?! Kau membuat perkelahian yang berujung pada berita dan reputasimu sendiri, Marc. Kau memukulnya, sementara surat kontrak perjanjian itu ada padanya? Kuakui mentalmu memang besar, Bung!" tukas Edward, mencibirku. "Sebenarnya aku peduli padamu selama ini. Tapi nyatanya, kau yang tidak peduli pada dirimu sendiri. Mengapa kau selalu bertingkah bodoh tanpa pertimbangan?" decaknya, sedikit menekan semua kata-katanya dengan geram.

"Edward, kontrol ucapanmu."

"Sudah kuduga, bahwa aku memang tidak bisa sepenuhnya percaya padamu. Tidak bosankah kau membuat skandal? Kau akan memiliki anak, Marc. Setidaknya, berhentilah menjadi berengsek untuk calon anakmu."

Bad Reputation [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang