31. I Know it Hurts

895 173 46
                                    

Soundtrack for this part:
Infinity - One Direction
New York City - The Chainsmokers
The Heart Wants It Wants - Selena Gomez

Ed menghempaskan tubuhnya pada sofa di depan televisi. Kami baru saja pulang dari acara kelulusannya di New York University.

"Istirahatlah. Pesawat akan berangkat pukul lima sore. Kau masih memiliki waktu empat jam lagi untuk istirahat dan menyiapkan barangmu. Aku akan masak untuk makan siang kita," kataku, sesaat sebelum memasuki kamar.

Ed mendengkus, menyisir ke belakang rambut keritingnya menggunakan jemari. "Jangan masak. Pesan saja makanannya di luar. Masakanmu asin. Lalu, bagaimana nasib motorku? Aku benar-benar menyayangi motorku itu, Adel." Dia masih saja memprotes keputusanku, dan lebih memikirkan tentang motor butut kesayangannya, dibandingkan ajakanku untuk tinggal bersama.

"Akan kubelikan kau motor yang baru. Jangan banyak protes, Ed. Ikuti saja ajakanku, selama aku tidak mengajakmu jadi pencopet atau pemulung," Aku menarik gerendel pintu kamar, berniat mengakhiri perdebatan kami. "Baiklah, jika kau tidak mau kumasakkan, biar kupesan makanan lewat Gofood."

Kulihat Ed mengerucutkan bibirnya, yang nampak begitu kesal. Lantas, aku masuk ke dalam kamar untuk mengabaikan dia.

Setelah mengganti pakaian, aku duduk di tepi ranjang mengeluarkan ponsel dari dalam tas, dan terkejut mendapati satu pesan dari Marc. Oh, ya Tuhan, aku benar-benar merindukannya.

Kau di mana? Kapan kembali dari New York?

Begitulah sepenggal pertanyaan, yang Marc kirim beberapa menit lalu.

Sungguh, aku tidak tahu harus bersikap bagaimana. Ingin senang sekaligus marah, begitu bingung akan pemikiran Marc yang kadang tidak menentu.

"Adel!!!"

Kuhela napas kasar, mendengar suara teriakkan Ed, yang menarik perhatianku dari layar ponsel.

"Kemarilah... kau harus melihat ini, Adel!"

Dengan rasa penasaran yang bergemuruh, aku pun bangkit dan menyeret langkah gontai keluar dari kamar.

"Ada apa, sih, keriting? Mengapa kau hobi berteriak sekarang?!" desisku, mendaratkan bokong di sisi sofa, tepat samping Ed berbaring.

"Kau sudah melihat ini? Bajinganmu tertangkap kamera, saat keluar dari hotel bersama seorang wanita," Punggung Ed sedikit bangkit untuk memperlihatkan ponselnya ke arahku. "Lihat ini, kau mengenal wanitanya? Foto dan video ini sudah beredar memenuhi akun Instagram penggemarnya sekitar dua hari yang lalu."

Aku menggigit bibirku. Kebingungan dan ketakutan langsung datang menyelimutiku. Berharap ini bukanlah seperti yang kupikirkan. Tetapi nyatanya, video itu menampilkan sosok Marc memasuki mobil bersama seorang wanita. Wanita yang menggunakan topi dan masker untuk menutupi setengah wajahnya. Begitu pun dengan Marc, dia menggunakan topi jaket, yang dia kenakan untuk membungkus setengah kepalanya.

Ya, aku tahu. Wanita itu adalah Audrey. Aku sangat hafal gayanya saat bertemu dengan Marc.

Sekuat hati aku berusaha tidak terkalahkan lagi oleh air mata, di saat Ed sedari tadi memerhatikanku.

"Bajingan tidak tahu diri!" geram Ed, sembari mengunci layar ponselnya.

Aku menunduk, masih berusaha menyembunyikan kekecewaanku pada Marc.

"Sudah kubilang padamu, akhiri hubungan kalian, sebelum dia bertindak lebih jauh untuk menyakitimu. Lihatlah, Adel, sekarang kalian jadi perbincangan panas antar penggemarnya. Siapa wanita itu?! Kau mengenalnya?"

"Dia Audrey," lirihku.

Wajah Ed mendekat padaku. Tatapannya berubah, seolah teramat ingin untuk menggigitku-saking kesalnya. Jika manusia serigala marah, lantas berubah dan nampaklah gigi taringnya. Maka, berbeda halnya dengan Ed, dia adalah manusia kelinci jadi-jadian, lantaran dua gigi kelincinya sekarang nampak, saling beradu dengan gigi bawahnya. Dia menggertakkan deretan giginya dengan geram.

Bad Reputation [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang