74. Gotta Get Better

723 123 126
                                    

Soundtrack for this part:
No Regrets - Magic!
All We Do - Oh Wonder
Only Gets Better - Maddie Jane

"Kau tetap tampan, Mas, jangan berkaca terus."

Suara kekehan Adel membuatku menoleh ke arahnya. Dia bersandar di salah satu sudut lift yang membawa kami menuju lantai sepuluh dengan posisi kami sedikit berjauhan. Aku membalas kekehannya dan mengenakan lagi kupluk ke kepalaku, yang tadi sempat kulepas untuk merapikan rambut.

"Aku senang, karena setidaknya masih terlihat tampan, walaupun kau selalu mengataiku berengsek. Kupikir, masalah-masalah yang tak kunjung habis ini membuatku benar-benar jelek di matamu."

Dentingan suara lift membuat Adel bergerak mendekatiku, lantas kami keluar dengan tangannya melingkari lenganku.

"Yang jelek itu tempramental dan hypersex-mu, Mas. Selain itu, kau lebih dari sekadar tampan, karena kau pria yang sungguh luar biasa, harus kuakui itu."

Aku tidak dapat melihat binar di matanya saat dia mengatakan hal tadi, sebab ada kacamata yang menghalangi. Memang, keputusan kami sedikit aneh, yaitu mengenakan kacamata malam-malam begini untuk menemui Audrey di kamar hotelnya. Namun, apa boleh buat, kami tidak ingin seorang pun mengenal kami di sini, kendati aku sadar kami tidak seterkenal saat di negaraku. Jadi, aku hanya menunggingkan senyum sebagai sahutan untuk pernyataan baiknya tadi, di sela-sela langkah teratur kami menelusuri lantai teratas hotel Mulia Andorra, hingga mataku yang sedari tadi celingak-celinguk pun, akhirnya menemukan kamar bernomor 99.

Cukup satu kali bunyian bel saja, sudah membuat pintu yang berwarna putih itu terbuka, menampilkan sosok Audrey mengenakan pakaian tebalnya, serta rambut hitam nan lurusnya kali ini dikuncir kuda.

"Masuk, Marc."

Audrey membuka pintunya
lebih lebar, nampaklah seorang pria duduk di tepian ranjang dan menyambut kedatangan kami dengan tatapan meneliti.

"Aku bersama kekasihku," sambung Audrey lagi.

Aku berjalan lebih dulu, disusul oleh Adel yang memilih untuk mengekoriku.

"Duduklah di sini."

Suara pria itu menginturepsiku, lantas aku melihat padanya yang sedang menunjuk dua kursi di dekat meja nakas untuk aku dan Adel duduki. Untuk beberapa detik, fokusku malah tertuju pada rambutnya yang abu-abu, wajah yang dipenuhi brewok, serta tato di sekitaran lehernya. Namun, aku mengalihkan pandanganku darinya menuju Audrey.

"Aku tidak mau basa-basi. Aku mengajakmu bertemu, karena ingin kau pindah ke negara lain untuk sementara waktu demi menyelamatkan hidupku. Jika kau tidak ada di tanah Spanyol, mungkin wartawan dan paparazzi perlahan bisa berhenti mencari tahu informasi apa pun darimu. Anggap saja kau menghilang, lalu mereka tidak perlu tahu lebih dalam tentang dirimu, lantaran beberapa hal tentangmu akan selalu disangkutpautkan denganku. Aku sendiri yang akan jelaskan ke media, karena cepat atau lambat, aku memang harus memberi klarifikasi."

Aku menjelaskan panjang lebar dan to the point pada Audrey, kemudian sibuk menyematkan kacamata di puncak kepalaku.

Audrey dan kekasihnya memerhatikanku dengan seksama. Sementara, Adel tidak berniat membuka kacamatanya. Namun, dari arah kepalanya, aku bisa tahu dia sedang menatap Audrey yang duduk di kursi seberang kami—dekat meja televisi.

"Maksudmu? Gampang sekali kau memerintah, ketika kau sudah mencoreng nama baik kekasihku!"

Sentakkan pria itu tertuju padaku, nampak matanya nyalang—mungkin tidak terima akan perkataanku pada Audrey.

"Aku tidak berurusan denganmu," tukasku, acuh tak acuh melihat pria itu. Lantas, aku kembali mengalihkan pandangan pada Audrey, yang wajahnya langsung berubah menatapku sinis. "Bisakah pacarmu ini keluar dulu? Sementara, kita—"

Bad Reputation [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang