42. Feeling it Deep Inside

890 163 55
                                    

Soundtrack for this part:
This is What it Takes - Shawn Mendes
When You Love Someone - Bryan Adams

Telingaku pasti salah dengar. Kuletakkan ponsel di atas meja, setelah Alex memaksaku harus datang ke rumah sakit, dan yang lebih menjengkelkan—dia tidak mau memberi tahuku keadaan Marc lewat telepon.

Pikiranku mendadak ganas—memikirkan siapa yang harus disalahkan atas peristiwa ini. Kuusir bayangan Marc terkapar tak berdaya di rumah sakit, yang mampu membuat badanku kini terasa gemetar.

"Marc kecelakaan," informasiku pada dua orang yang kini menunduk, tak mau menatap mataku. "Kenny, Horan. Marc kecelakaan," ulangku lagi dengan lirih.

Aku tak mampu menahan kesedihan dan sudut mataku untuk tak menangis. Semuanya benar-benar mengejutkan.

Mendongak ke arahku, Horan menghentakkan napasnya. "Adel, mengapa kau masih peduli padanya? Bukankah dia sudah mengkhianatimu di hotel dengan wanita lain? Terakhir kutanyakan, kau tidak lagi mencintainya. Lalu, apa ini?" Dia tergelak, sambil memalingkan wajahnya ke sembarangan arah. "Kau munafik."

Oh, berengsek sekali.

Sungguh, dia tak punya hak untuk mengataiku seperti itu. Pun dia tidak tahu, hal apa yang sebenarnya terjadi di antara aku dan Marc. Haruskah aku berteriak di depan wajahnya, bahwa dialah dalang di balik semua keributan dan berakhirnya hubungan kami?

Lantas, mataku mengarah pada Kenny, berharap aku mendapatkan simpatinya. Namun, dia masih diam tertunduk, seakan enggan melihatku. Itu memberiku kesimpulan, bahwa mereka sudah tahu beritanya lebih dulu dariku, karena aku tidak menemukan keterkejutan di wajah mereka.

Horan mengusap tanganku begitu lembut. "Adel, kau wanita yang baik, dan Marc sudah menyakitimu. Lupakan dia, bisakah? Aku peduli akan dirimu," ujarnya terdengar tulus.

Aku tidak berontak akan ucapan dan sentuhan Horan padaku. Aku hanya diam menatap ke dasar matanya, tidak menemukan suaraku, meski aku sangat keberatan dengan ucapannya.

"Bisakah kita kembali ke kantor sekarang? Aku sudah kenyang," cetusku, sambil melepas tangan Horan dari atas tanganku.

Aku lega bisa menemukan suaraku untuk menyahutinya. Kuambil selembar uang dari dompetku dan memberikan padanya.

"Tidak usah. Biar aku yang bayar," kata Horan.

Aku menurut saja, karena sedang tidak bersemangat untuk beradu argumen hal tidak penting. Lantas, aku bangkit dari dudukku, diikuti oleh Kenny. Sementara, Horan bangkit menuju kasir.

Mulutku tidak bersuara lagi, pikiranku melambung jauh pada Marc. Sialan, karena aku memang masih peduli padanya.

"Adel...."

Kenny memanggilku, berusaha mensejajarkan tubuhnya denganku. Kami keluar dari kedai lebih dulu dan meninggalkan Horan.

"Aku minta maaf. Aku, Edward dan Horan sudah tahu berita Marc sejak semalam. Tapi, Edward memaksa kami berdua, agar tidak membahas hal ini padamu lebih dulu. Kami semua peduli padamu."

Sudah kuduga. Peduli macam apa ini, jika mereka mencoba untuk menyembunyikan kenyataan dariku?

"Adel," panggil Kenny lagi.

Aku masih diam saat kami berhenti di tepi jalan. Sementara, menunggu jalanan tidak terlalu ramai untuk disebrangi. Setelahnya, kami pun menyebrang ke arah kantor, dan Horan belum menyusul di belakang.

"Kenny, bisakah kau hentikan pembicaraan ini? Aku tidak peduli, sekalipun kau, Edward dan Horan sudah tahu berita ini sejak semalam. Aku tidak peduli. Lakukan semau kalian."

Bad Reputation [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang