58. The Best Day Ever, Pt. I

1.1K 165 148
                                    

Soundtrack for this part:
Better Than Words - One Direction
Good Day - New Hope Club
Sparks - Coldplay

Aku memandangi pantulan diri pada cermin di hadapanku, setelah Kenny menata wajahku dengan make up sederhana. Wajahku hanya dibaluti bedak warna biege, kelopak mataku dipasangkan bulu mata anti badai yang tidak terlihat lebat. Area kelopak mataku diwarnai eyeshadow pink dan ungu muda, lipstik di bibirku berwarna pink peach yang senada dengan sedikit polesan blush on di pipiku. Terakhir, rambut panjangku hanya disanggul—setengah sisi kanan dan kirinya dikepang ke belakang. Kendati, hari ini aku akan menjadi Ratu seharian, berdandan menor dan heboh bukanlah ide bagus untuk membuat para tamu terpesona melihatku nanti.

"Hermosa!"

Kenny berdecak antusias di belakang punggungku. Dia merapikan ujung gaunku yang menjuntai panjang menyapu lantai. Aku hanya tersenyum ke arah cermin mendengar pujiannya.

Sedari tadi jantungku berdegup cukup tak keruan, perasaanku bercampur aduk antara bahagia yang meletup dan gelisah yang menyeruak. Aku masih belum memercayai si berengsek Marc, yang dulunya hanya mengumbar kata cinta, sebentar lagi akan mengumbar janji hidup dan matinya bersamaku. Pikiranku terus berpusat pada hal yang akan terjadi hari ini. Berharap segalanya dilancarkan, pun aku dilanda kerinduan akan sosoknya, sebab sejak semalam kami belum bertemu. Meskipun, masih berada di bawah atap rumah yang sama, kami tidak diperbolehkan bertatap muka secara langsung sampai nanti, lantaran ini salah satu tradisi keluarga Màrquez. Dia harus tidur di salah satu kamar tamu. Sementara, aku tidur di kamar tamu lainnya bersama Kenny. Bahkan, semalam mataku sulit terpejam cepat dan bayangan tentang pernikahan kami nanti terus terngiang indah.

"Aku gugup, Ken...."

Kenny terkekeh dan mensejajarkan diri tepat di sebelahku. "Itu hal yang wajar. Namun sesudah ini, kau akan merasakan bahagia yang tiada tara," ujarnya, sambil mengelus lembut pergelangan tanganku.

"Adel, ayo, semuanya sudah menunggu di pantai."

Wajah Ed muncul dari balik pintu kamar. Dia nampak tampan mengenakan kemeja putih dengan jepitan bunga kecil di kantong dada kirinya, serta dua kacing teratas kemejanya sengaja dibiarkan terbuka hingga kalung salip dan setengah tato di dadanya lumayan terekspos. Celananya berbahan silk wolk dan berwarna cokelat, yang dia lipat sampai mata kaki.

Senyumku merekah lebar, lantas aku berjalan mendekati Ed di ambang pintu. Aku sungguh tidak tahu bagaimana nasibku, jika dia dan Kenny tidak ada di sini. Mengingat hanya mereka orang terdekatku yang turut serta dalam acara pernikahanku dan Marc.

Keputusanku dan Marc sudah bulat untuk tidak mengundang Horan. Nomor telepon lamaku pun tidak kupakai dari kemarin, agar si pirang itu tidak bisa menghubungiku melalui telepon atau pesan, ditambah aku sudah meminta izin cuti menikah pada Mr.Adam—CEO Styles Advertising. Aku memang tidak memiliki banyak teman dan tidak berniat untuk mengundang keluarga jauhku di New York, lantaran semenjak kedua orangtuaku meninggal, aku merasa hanya memiliki Ed seorang sebagai keluargaku.

"Kau sangat cantik. Beruntungnya si bajingan itu mendapatkanmu. Kau masih menjaga keperawananmu sampai malam pertama kalian, 'kan?" Ed terkekeh dan matanya bergerak meneliti penampilanku.

Oh, ini dia, si Edward menyebalkan.

Masih saja dia menyebut Marc seperti itu, pun kata-katanya begitu kurang ajar menyinggung perihal kewanitaanku. Mataku berotasi jengah dan aku meninju pelan lengannya—merasa begitu gemas akan ucapannya.

"Berhenti menyebut kakak iparmu bajingan, dan ya—aku masih menjaganya. Kau pikir aku mau berhub—"

"Oke, cukup," sela Kenny, kini membuka pintu kamar lebar-lebar. "Sebaiknya, kita keluar sekarang juga, atau para tamu akan merutuki kita karena membuat mereka menunggu lama."

Bad Reputation [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang