Epilogue

572 35 116
                                    

"Ma—Marc, kau masih di sana?" tanyaku gugup. Kemudian, aku kembali mengerang cukup keras, mulai mengejan begitu kesakitan di saat detik-detik kontraksi itu datang. Ini membuatku benar-benar tegang.

"Hey, kau sadar ini rumah sakit? Kelakuanmu sangat tidak manusiawi, Edward. Menggedor pintu seperti orang kesetanan di saat yang tidak tepat," Rendah dan tegas suara Marc, namun aku masih mampu mendengarnya dari tempatku. "Kalian cukup duduk di sini. Berdoalah agar kakak dan keponakanmu baik-baik saja, Edward." Lagi, kudengar suaranya yang kali ini lebih ditekan dengan cukup geram.

Bisakah Marc hanya membukakan pintu yang terkunci dan segera kembali, tanpa harus mengomel pada Ed?

Bagusnya Ed tidak menimpali sepatah kata pun akan ucapan Marc, padahal biasanya dia paling ahli dalam menggerutu. Kali ini kupikir dia sudah cukup mengerti.

"Aku di sini, aku di sini." Akhirnya, Marc muncul dari balik dinding televisi berwarna cokelat, beberapa langkah dari hadapan ranjang yang kutempati. Cekatan dia kembali berdiri di samping kananku, seraya memegangi tanganku.

Bukan waktu yang tepat untuk menatap Marc, meski aku ingin lihat raut wajah cemasnya saat ini. Namun, fokusku sekarang hanyalah menahan diri untuk tetap tenang, sekali mengejan bayiku belum kunjung mau keluar, hingga yang kedua kalinya pun masih belum, justru aku rasa air ketubanku yang sedikit mengalir keluar.

"Sepertinya dia belum mau keluar," kataku, sedikit merasa bersalah—takut hal ini membuang banyak waktu. Kepalaku bersandar sejenak pada bantal di punggungku.

Aku mengamati Bidan Maggie yang ada di hadapanku, justru terkekeh. "Santai saja, Adel, mungkin sebentar lagi," ujarnya, menenangkanku. Di sebelahnya sedari tadi berdiri Natt, yang akan ikut memerhatikan jalannya prosesku melahirkan.

"Tarik napas pelan-pelan, Sayang."

Roser bergumam di sebelah kiriku, ia mengusap-usap bahuku untuk membuatku tetap nyaman. Aku bersyukur ia tiba di Andorra setengah jam lalu, sebelum proses persalinanku ini akan berlangsung. Kehadirannya cukup menguatkanku, ditambah Ed juga sudah di sini. Sayangnya, Julia tidak ada karena harus menemani Alex balapan di Aragon, mereka akan menyusul kami hari Senin—lusa—setelah balapan selesai.

Aku kembali mengerang, kali ini lebih keras, sembari kepalaku terangkat tegak. Tubuhku masih setengah duduk dengan tangan kiri yang kini mencengkram erat-erat paha kiriku, saat kontraksi itu lagi-lagi datang dan rasanya kini lebih dahsyat sakit. Lantas, aku kembali mengejan dengan benar dan susah payah, berusaha menyeimbangkan diri.

Bidan Maggie pun mulai bersiap untuk menarik bayiku keluar, dibantu oleh dua perawat dan Natt di sebelahnya. Sementara Marc menggenggam erat jemari kananku, mengusap-usap keningku dan menciuminya sesekali, setiap kali aku mengerang kesakitan. Kehadirannya benar-benar paling membantu diriku tetap waras menghadapi proses persalinanku yang pertama.

"Marc, berengsek!" erangku spontan. Aku mencengkram keras tangan Marc, yang masih menggenggamku.

Lagi, aku mengejan dan mengerang beberapa kali, serta menahan rasa sakit selangkanganku, yang bahkan berlipat-lipat lebih sakit dari dirobek oleh Marc, saat malam pertama kami. Setidaknya, ini bukanlah rasa sakit akan hypersex-nya yang dulu selalu buatku tersiksa. Ini adalah rasa sakit yang berbeda, rasa sakit untuk menyambut bingkisan kebahagiaan lainnya yang sudah dia beri padaku. Sampai pada akhirnya, kudengar suara tangisan bayiku cukup menggelegar dalam ruangan, bersamaan dengan datangnya Ed dan Kenny menghampiri kami di ranjang. Dadaku yang tadinya sesak, kini sudah kembali menghirup oksigen di udara dengan benar.

"Adel, apa yang terjadi?" Pertanyaan sarat akan kekhawatiran keluar dari mulut Ed, matanya tertuju lurus padaku. Aku merasa deja vu dengan pertanyaannya, seolah aku ditarik kembali menembus waktu pada satu kejadian yang sama. "Mengapa kau meneriaki Marc berengsek?"

Bad Reputation [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang