48. Sweet Creature

917 160 89
                                    

Soundtrack for this part:
Till The End - Jessie Ware

Netraku disyahdukan oleh pemandangan Adel terlelap. Kendati, dia tidak tidur di sampingku, penglihatanku begitu jelas memerhatikan wajahnya yanf cantik nan teduh. Mata birunya yang membuatku luluh itu, kini bersembunyi di balik kelopak matanya. Bibir tipisnya tertutup rapat, serta kedua lengan mungilnya meringkuk di depan dada—mencari kehangatan dalam tidurnya. Sungguh, dia adalah makhluk yang paling manis.

Detik jam dinding baru menunjukkan pukul enam pagi, namun aku sudah terjaga sejak beberapa menit lalu. Kekesalan masih saja membelengguku, lantaran Adel menolak untuk tidur di sampingku. Padahal, keinginianku untuk mendekap dan menikmati pelukan hangatnya sudah tak terbendung lagi.

Memalingkan wajah darinya, aku bangkit untuk duduk di ranjang. Sekuat tenaga kuraih botol air mineral yang terletak di atas meja samping ranjang. Namun, posisinya lumayan jauh tergapai oleh tanganku.

"Fuck, fuck, fuck!" umpatku tak kuasa, ketika botol itu malah jatuh dari meja. Deru napasku yang tak beraturan saling beradu dengan perasaan dongkolku.

Demi Tuhan, aku belum pernah selemah ini sebelumnya. Bahkan, untuk mengambil air saja aku kesusahan.

"Hey, kau membutuhkan sesuatu?"

Suara parau Adel menolehkanku padanya. Dia mengusap mata sesaat, menyibak selimut, barulah beranjak mendekatiku dan berdiri di samping tiang infus.

"Kau menikmati tidurmu?" Bukannya menyahuti, aku justru balik bertanya untuk mengabaikan pertanyaannya.

Jujur, aku benci terlihat lemah di depan Adel. Marc Márquez yang dikenalnya selama ini adalah pria tangguh dan kuat—inilah hal yang selalu dia katakan setiap kali aku crash saat balapan.

Pandanganku kembali melesat ke arah kiri ranjang dan botol sialan itu tidak ada di lantai dekat meja. Sementara, tenggorokanku sudah meronta kehausan.

"Ya, aku menikmatinya. Bagaimana keadaanmu? Apa ada yang sakit? Ada apa? Kau membutuhkan sesuatu?" tanyanya, kali ini bertubi.

"Tidak ada apa-apa."

Mataku masih fokus mencari botol itu di lantai, entah ke mana dia berguling.

Oh, berengsek!

Seketika aku berharap memiliki sihir mobiliarbus milik Harry Potter, yang mampu memindahkan barang semau jidatku.

"Marc," panggil Adel. Dia berjalan ke arah kiri ranjang, mencari tahu apa yang menarik perhatianku sedari tadi. "apa yang kau cari di bawah?"

"A—aku mau minum. Botol airnya jatuh," kataku, sedikit menahan malu.

Lantas, dia tergelak geli. Matanya celingukan dan dia membungkuk ke lantai. Ternyata, botol sialan itu menggelinding ke bawah ranjang.

"Kenapa tidak bilang dari tadi? Dasar bodoh."

Aku sudah lama tidak mendengar cibirannya itu. Dia beralih memapah diriku untuk duduk dan bersandar di ranjang.

"Kau ini kenapa? Kalau ada sesuatu, bilang saja. Jangan bertingkah sungkan, seolah kau baru mengenalku. Ini sungguh bukan dirimu. Marc yang kukenal adalah orang yang banyak mau." Adel mengoceh, sambil menyodorkan sedotan dalam botol ke arah mulutku. Wajah bangun tidurnya masih tertinggal, juga bibirnya masih menertawaiku.

"Sebenarnya, aku tidak ingin terlihat lemah di depanmu. Bagaimana aku bisa menjagamu, menebus segala rasa sakitmu, jika menjaga diriku sendiri saja aku tidak bisa?" ujarku, setelah air membasahi kerongkonganku.

Seketika itu, dia kembali tertawa, bahkan tawanya lebih keras dari yang tadi. "Astaga, Marc, kau berpikir apa, sih?!" decaknya, sembari ikut meminum air dalam botol, barulah menaruh kembali ke atas meja. "Kenyataannya kau sekarang memang lemah. Kau sedang sakit, oke? Jadi, berhenti banyak bicara. Sekarang bukan saatnya membahas tentang siapa yang lemah dan siapa yang butuh dijaga. Yang terpenting adalah kau harus segera sembuh." Kali ini dia mengulas senyum dan mengelus lembut pundakku.

Bad Reputation [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang