Ketiga Puluh Sembilan

5K 567 10
                                    

HARI masih terlalu pagi bahkan matahari belum menampakan sinarnya. Kyle terlalu lelah akibat percintaan mereka yang kelewat hebat semalam. Dua insan yang dirundung rindu mendalam memuaskan hasrat mereka satu sama lain, keduanya hanya berharap agar keegoisan mereka tidak melukai buah cintanya di dalam perut Gina.

Max menyentuh pundak Kyle dan membangunkannya. Hal pertama yang Kyle lakukan ketika melihat wajah Max adalah memastikan tubuh gadisnya tertutup rapat oleh selimut. Kemudian ia menoleh pada Max dengan dahi berkerut penuh tanda tanya.

Max melirik Gina sekilas, gadis itu masih terlelap di dada Kyle, kemudian ia membisikan sesuatu di telinga Kyle. Pria itu mendengarkan dengan saksama lalu mengangguk. Setelah Max keluar dari kamar, Kyle menoleh pada gadisnya, mengamati paras Gina yang sedang tertidur dan menciumnya.

Gina membalas ciumannya sambil tersenyum walau matanya masih terpejam. Gina sama lelahnya dengan Kyle.

Pria itu beringsut turun dari ranjang, menggantikan kehangatan tubuhnya pada Gina dengan selimut. Ia menggunakan celana panjang dan memakai kemeja tanpa dikancingkan sehingga otot di perut dan dadanya terlihat jelas.

Apa yang dia inginkan dengan datang sepagi ini?

Kyle mengawasi Garrick sendirian di ruang tamu. Pria tua itu masih menggunakan seragam yang dilapisi dengan jaket kulit. Jelas bukan karena ia berangkat kerja lebih awal, dari tampangnya, pria ini justru belum pulang sejak semalam.

"Apa yang inginkan dengan datang pagi buta kemari? Anda mengganggu tidur Saya." Kyle mengejutkan Garrick yang sedang berdiri menatap sebuah lukisan.
"Tidur Anda dengan putri Saya." sindir Garrick.
Kyle tidak menjawab namun rahangnya berkedut.
"Saya ingin melihat surat ijin kunjungan Anda dari atasan Anda."
"Saya tidak membutuhkan surat ijin untuk bicara empat mata dengan Anda."

Keduanya bertatapan sejenak, Kyle tahu pria di hadapannya ini sedang ingin membicarakan sesuatu yang penting dan ia tidak akan mempersulit pria yang dengan tidak ia sadari sudah seperti ayah mertuanya.

"Kita bicara di ruang yang lebih privat." Kyle memimpin jalan menuju ruang kerjanya.

Kyle duduk di balik meja kerjanya dan berharap Garrick mengambil tempat di hadapannya namun rupanya pria tua itu lebih memilih berdiri dengan sikap siaga di tengah ruangan. Rasa ingin menghormati pria tua itu muncul entah darimana padahal dirinya bukan menantu Garrick. Kyle berdiri, ia mengitari meja dan menyandarkan bokongnya di tepian meja sehingga mereka berdua saling berhadapan sekarang.

"Bagaimana kabar putriku?" tanya Garrick tanpa basa-basi.
Kyle ragu, apakah ia harus menyangkal pertanyaan Garrick yang secara tidak langsung menuduhnya atau ia menjawab apa adanya?

"Dia sangat baik-" Kyle memutuskan untuk jujur, "dan yang kutahu ia sedang terlelap ketika aku meninggalkan ranjang."
"Jadi benar, kalian memiliki seorang anak." gumam Garrick.
"Mungkin dua, sebentar lagi."
"Gina hamil lagi? Bajingan, apa yang sebenarnya kau lakukan pada putriku?"
"Aku tidak pernah memaksanya, kami sudah dewasa dan kami berdua sangat sadar dengan apa yang kami lakukan."
"Putriku pasti sudah gila karena membiarkan dirinya hamil, dua kali."
"Dia tidak pernah tahu hingga akhirnya semua telah terjadi."
"Kau sengaja melakukannya? Kenapa?"
"Sengaja atau tidak yang jelas aku tidak ingin yang telah tumbuh harus dimusnahkan, jadi kami sepakat untuk tidak mengaborsi kandungan Gina."
"Ya, Tuhan, Regina..." Garrick berumam lirih, kemudian ia menatap lurus ke dalam mata lawab bicaranya dan dengan nada sungguh-sungguh ia bertanya, "Apakah kau mencintai putriku?"

Ini adalah pertanyaan tersulit sepanjang ia menghadapi seorang kekasih yang marah dari wanita yang pernah ia kencani, tapi pria ini bukan kekasih Gina, ia adalah ayahnya.
"Aku tidak boleh melakukan itu walau ingin, Gina berhak mendapatkan pria yang ia cintai sepenuh hati."
"Oh, tidak! Dia sangat mencintaimu, apa kau tahu itu?"
"Gina mencintai anak kami Jared, dia tidak mencintaiku."
"Dia tidak mungkin membiarkan tubuhnya disentuh berulangkali olehmu jika ia tidak menginginkanmu."
"Sudah kukatakan, Gina dan aku sama-sama telah dewasa dan kami memiliki kebutuhan batin satu sama lain, itu saja."
"Apa maksudmu perasaan kalian hanya seputar gairah? Kalau begitu biarkan aku membawanya pergi dari sini."

Kyle terpejam, keningnya berkerut dalam dan dadanya terasa nyeri. "Aku sangat ingin mencintai putrimu, seandainya saja aku mampu. Aku bisa melakukan apa saja tapi aku tidak bisa mencintai putrimu. Aku mengunci hati dan perasaanku sejak lama untuk tidak mencintai seseorang, aku akan membahayakan mereka. Tapi putrimu dengan lancang masuk ke dalam hatiku, ia meruntuhkan pintu yang telah kubangun selama ini. Aku ingin memilikinya, kurasa aku...memang mencintainya."

"Putriku memang bodoh karena telah mencintai pria yang berbahaya. Sangat berat rasanya mempercayakan Gina padamu, aku ingin kau menjamin keselamatan dan kebahagiaannya. Kau tahu dia satu-satunya yang kumiliki dan jujur saja dia telah mengecewakanku. Aku aparat dan dia mencintai seorang bandit, kurasa ia ingin kita saling membunuh." Garrick tertawa kering.

"Gina dan Jared kujamin dengan nyawaku sendiri. Sama sepertimu, akhirnya aku merasakan bagaimana rasanya memiliki seseorang, mereka berdua adalah harta berhargaku saat ini."

"Hanya itu yang ingin kudengar, aku akan pergi sebelum Gina bangun. Aku tidak ingin ia menjadi bimbang setelah melihatku."

Kyle mengantar pria itu keluar dan mereka berpapasan dengan Lolina yang sedang menggendong Jared. Jared selalu bangun pagi buta dan kembali tidur setelah sarapan. Kedua pria itu berhenti, Garrick menatap mata hijau yang sedang menatapnya, lalu Garrick melirik Kyle.

"Gendonglah dia, aku tidak tahu kapan ia akan bertemu denganmu lagi." ujar Kyle dan Garrick dengan ragu mengambil Jared dari gendongan Lolina. Jared menggeliat dalam gendongan Garrick, ia menatap ayahnya dan memohon pertolongan.

"Sepertinya dia anak yang baik." Garrick tidak mengerti harus berkomentar apa.
"Jika sesuatu terjadi padaku, kumohon kau mau menerima Jared dan satu bayi lagi sebagai bagian dari keluargamu. Aku ingin mereka tumbuh tanpa kekurangan kasih sayang, aku ingin mereka menjadi anak-anak yang baik." Kyle terdengar lebih dari sekedar basa-basi, ia seperti sedang berfirasat.

Garrick mengangguk samar, ia tidak perlu menanyakan maksud perkataan Kyle, mereka berdua sama-sama tahu bahwa Kyle hidup dalam bayang-bayang kematian. Sebagai orang tua, Garrick memang pantas disebut tolol karena merelakan putrinya, tapi entah mengapa sebagai laki-laki Garrick yakin bahwa Kyle tidak seburuk yang ia tunjukan selama ini. Dia adalah pria baik yang hidup dengan cara yang salah, itu saja. Semua masih bisa dibenahi asalkan ada kesempatan, asalkan semua orang yang bermasalah dengan Kyle mau memberi kesempatan. Sayangnya hukum tidak sebijak itu.

"Apa rencanamu setelah ini?" tanya Garrick sambil mengembalikan Jared pada ayahnya.
"Aku harus membawa Gina dan anak-anak kami ke tempat yang aman."
"Apakah mungkin kau menikahinya?"
"Aku ingin melakukannya, akan lebih baik jika kami menikah di kehidupan berikutnya."
"Aku tidak percaya reinkarnasi."
"Aku juga. Maka dari itu maafkan aku jika tidak sanggup memberikan pernikahan yang layak bagi putrimu."
"Jika Gina bahagia dengan apa yang kau beri, bagiku itu sudah cukup. Seumur hidupnya aku belum sempat membahagiakannya."
"Tapi dia sangat menyayangimu, dia merindukanmu."
"Kalau begitu seharusnya dia memberi kabar padaku."
"Maaf karena aku mencegahnya. Waktu itu Gina masih bimbang dengan perasaannya, jika bertemu denganmu aku takut dia akan meninggalkanku."
"Dan bagaimana perasaan putriku sekarang?"
"..." Kyle terdiam lama, bukan karena berpikir melainkan karena enggan mengakuinya, "Dia mencintaiku." akhirnya ia mengaku.

Garrick menghembuskan napasnya dengan kasar sehingga terdengar seperti kesal. "Pria brengsek yang beruntung...kalian mendapatkan restu dariku." gerutu Garrick.

Kyle berusaha menyembunyikan senyum lega di wajahnya, ia menunduk pada Jared, "Katakan 'terimakasih' pada Kakekmu!" seru Kyle.

Akhirnya Garrick mengendarai mobilnya keluar dari gerbang kastil. Tiba-tiba senyum tipis tersungging di bibirnya ketika memutar kemudinya di jalan berbelok.

Kakek...

CastleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang