Ketiga Puluh Dua

5.1K 540 7
                                    

KYLE berjalan menuju ruang kerjanya ada beberapa hal yang harus ia selesaikan, seperti mengamankan hartanya, membuat wasiat, dan memeriksa beberapa profil manusia.

Seorang bawahan Max datang menghampirinya dengan muka tertunduk takut sehingga ia berhenti melangkah. Anak buah Max membisikan sesuatu yang membuat rahang Kyle mengeras. Kyle mengangguk saat menerima informasi itu kemudian mengambil arah lain. Wajahnya sekeras baja dan sorot matanya sangat tajam. Edward Kyle sang Pangeran Kegelapan itu marah besar.

Diam-diam, Gina mencoba mencurangiku. Tidak, dia mencoba mencelakaiku. Dasar gadis tidak punya otak!

Gina baru saja mengunci kamarnya. Ia penasaran apakah Kyle akan menerima undangan nakalnya. Gina tidak perlu cemas membukakan pintu untuknya karena Kyle memiliki kunci untuk membuka segala pintu di kastil ini.

Ia memandang ke sekeliling kamar itu, kamar yang ia dapatkan dari Quentine. Kamar itu berisi banyak mainan seks. Di meja nakas terdapat tumpukan kondom yang masih terbungkus rapi. Tubuhnya menggigil membayangkan berapa banyak kondom yang biasanya digunakan oleh setiap pasangan? Tapi toh Kyle tidak butuh kondom, sudah terjadi juga.

Kemudian indra penciumannya menangkap aroma menenangkan dari arah kamar mandi yang menyedot tubuhnys masuk ke sana.

Wajah Gina bersinar cerah ketika melihat bathub berisi air dan kelopak mawar, di tepinya terdapat botol minyak esensial untuk ditambahkan kemudian. Ia mencelupkan tangannya disana dan mendapatkan segenggam kelopak mawar yang wangi. Ingin rasanya ia menceburkan diri di dalam sana tapi bagaimana jika Kyle datang? Seharusnya ia menikmati ini berdua dengannya.

Mungkin Gina akan meunggu setengah jam lagi sebelum memutuskan untuk mandi dan tidur, mungkin Kyle tidak tertarik dengan fasilitas ini. Dia pasti sudah bosan bermain seperti ini. Tapi Gina belum.

Gina tersentak ketika mendengar pintu kamarnya terbuka terlalu keras. Ia segera bergegas keluar dari kamar mandi tanpa bisa menahan senyum lega di wajahnya. Kyle menerima undanganku.

Senyum Gina berangsur menghilang dari wajah cerahnya setelah melihat tampang Kyle. Ia sangat yakin itu bukan tampang pria bergairah melainkan pria yang murka. Oh, tidak, apa yang terjadi.

"Kau bersekongkol dengan pasangan dansamu untuk membebaskan Tea, kan?" teriak Kyle memecah keheningan itu.
Wajah Gina memucat seolah darah tersedot habis keluar dari tubuhnya. Ya, Tuhan, Quentine. Apakah mereka selamat?

Dengan aura mengintimidasinya ia mendekat ke arah Gina. Gadis itu terlihat layaknya kelinci yang amat ketakutan hingga tidak mampu bergeser sedikit pun dari tempatnya. Kyle melingkarkan kedua telapak tangannya di leher Gina dan mencekiknya. Gadis itu meronta karena kehabisan napas, wajahnya yang merah menegadah pada Kyle. Tangannha berusaha merenggut belenggu Kyle di lehernya. Pria itu melepaskannya tiba-tiba dan Gina tersungkur di atas lantai tanpa ada upaya pria itu menolongnya. Ia menghirup oksigen sekuat mungkin hingga terbatuk sambil memegangi dadanya yang sesak.

Bagus, sekarang dia membunuhku. Betapa bodohnya aku berpikir bahwa pria ini sudah jatuh cinta padaku sehingga aku bisa melakukan apapun tanpa menghadapi risikonya.

"Jika kau memang ingin pergi dari sini, bukankah sudah kukatakan pintu terbuka lebar untukmu. Kau bisa menyelinap keluar dari kastil ini dengan mudah. Lagi pula mengapa kau sok pahlawan menyelamatkan Tea sementara dirimu sendiri terkurung disini? Kenapa?"

"..." Gina tidak menjawab ia masih terkejut dengan kejadian ini.

"Tea jauh lebih berharga darimu, aku tidak bisa melepaskannya begitu saja. Sedangkan kau, aku sudah bermurah hati tidak menyuntikan serum yang melumpuhkan ingatan sebelum aku membebaskanmu, tapi rupanya kau memanfaatkan kebebasan yang kuberikan."

"..." Gina tidak menjawab tapi kini terdengar sesenggukan walau tidak benar-benar menangis.

"Kau yang diluar!" Kyle memanggil kedua anak buahnya yang menunggu di luar pintu. Dua orang bertubuh kekar masuk ke dalam membuat Gina bergidik, apa yang akan mereka lakukan padanya.

"Ikat perempuan ini di ranjang." ia memerintahkan.
Gina mendongak dari kaki pria itu, wajahnya basah dan matanya berair. Ia ketakutan dan menjerit ketika dua pria itu mengangkatnya. Kakinya berusaha menendang dari balik gaunnya yang panjang walau sia-sia.

Mereka membaringkan Gina di tengah ranjang berkanopi, pada masing-masing tiang kanopi terdapat rantai yang cincinnya terbuat dari beledu. Gina gemetar melihat benda itu, benda yang sama persis dengan yang digunakan untuk ritual persembahan di galeri seni tadi.

"Edward tolong, maafkan aku." ia menangis dan memohon namun Kyle tidak tersentuh sedikit pun, ia mengawasi kedua pria itu memasang cincin pada setiap pergelangan kaki dan tangan Gina. "Aku tidak pernah tahu jika Tori lebih berarti bagimu. Aku terlalu buta karena perasaan, aku pikir akulah satu-satunya yang ada di hatimu saat ini-" Kyle mendengus jijik, "aku tahu." Gina buru-buru menambahkan, "aku tahu, aku bodoh seperti mereka yang sudah kau lenyapkan, aku tidak berarti, aku tidak seberharga Tori, maafkan aku karena tidak menyadarinya."

"Apa perlu saya ikat mulutnya, Bos?" ujar salah satu dari mereka dan membuat Gina menggeleng takut ke arah Kyle. Jangan.

"Tidak perlu, perempuan ini akan bungkam sebentar lagi." ia menoleh pada pria satunya yang secara terang-terangan memelototi paha Gina karena gaunnya tersingkap. "Kalian berdua boleh menikmatinya setelah aku. Aku tidak ingin berbagi. Tunggu diluar."

Pria pertama menunduk dan mengiyakan, sementara pria kedua dengan mata penuh gairah mengangguk riang.

Gina melihat pintu ditutup kemudian ia menoleh pada Kyle yang masih berdiri di ujung ranjang. Pria itu melepaskan satu persatu kostum zirahnya dan membebaskan otot-ototnya yang tegang. Walau terlihat indah namun Gina tidak lagi terkesima pada otot itu. Ia terlalu ketakutan, terlalu kecewa, dan marah sekaligus. Kyle akan memperlakukannya seperti wanita persembahan, ia akan ditiduri secara bergantian oleh beberapa pria.

"Cekik aku lagi sampai tewas kalau bisa. Kalau tidak bisa, tikam saja jantungku dengan pisau, atau iris nadi di leherku. Atau kau bisa-" ia menarik napas dengan tersengal, "menembak kepalaku. Biarkan-, biarkan aku mati saja daripada ada pria lain yang menyentuh tubuhku. Aku tidak bisa." ia menangis. "Jika aku mati semuanya selesai. Tolong bunuh saja aku, Ed-, Kyle. Ya, Kyle, bunuh saja aku."

Mendengar Gina menyebut nama itu membuat Kyle murung. Mau tidak mau ia mengakui bahwa Gina adalah gadis spesial yang pantas memanggilnya dengan 'Edward' dan memang bagi wanita yang sudah tidak berarti mereka tidak pantas menyebut nama itu. Seharusnya Gina tidak lagi berarti bagi Kyle, sudah benar keputusan Gina untuk memanggilnya dengan 'Kyle' tapi entah mengapa itu justru terdengar sangat mengganggu.

"Kyle, please! " bisik Gina penuh harap. "Bunuh saja aku setelah ini, jangan biarkan pria-pria tadi menyentuh tubuhku."

Kyle memejamkan matanya, Ya, Tuhan, kenapa dadaku sakit sekali rasanya. Kyle tidak menatap wajah Gina, ia tidak bisa menghukum gadis itu jika melihat wajah dan matanya. Alisnya bertaut, rahangnya berkedut singkat, dan wajahnya sangat kaku penuh tekad. Ia mengabaikan permohonan Gina, pandangannya fokus pada apa yang sedang ia lakukan. Tangannya menarik gaun Gina dan menyingkapnya hingga sebatas pinggang, kemudian ia merobek celana dalam Gina, dalam posisi kaki terikat tentu sulit untuk melepaskan celana dalam itu kalau bukan merobeknya.

Gina menggigit bibirnya yang gemetar, Kyle tidak lagi mempedulikannya, bahkan permohonan untuk mati sekalipun tidak diacuhkannya. Gina menoleh sejauh mungkin ketika merasakan tubuh mereka saling bersentuhan, ia tidak ingin melihat wajah pria itu. Gina menahan pekikan ketika Kyle memasukinya. Kyle terasa seperti orang lain dan Gina sangat tidak nyaman dengannya tapi ia menjaga tubuhnya sediam mayat, tidak protes dan berharap ini akan segera berakhir. Kyle tidak menciumnya, ia hanya fokus untuk mencapai pelepasan gairahnya tanpa peduli siapa gadis yang ia tiduri.

Jika nanti pria-pria tadi menidurinya seperti wanita persembahan maka ia akan memikirkan cara paling cepat untuk mengakhiri hidupnya. Dengan terpaksa ia harus membunuh serta bayi dalam kandungannya.

CastleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang