Awas typo~
Sebelah alis Taehyung terangkat saat suara geraman terdengar rendah. Bukan suara mengancam. Hanya geraman kecil penuh kebingungan. Jeon Jungkook mengeratkan pegangannya pada kemudi, mengetuk-ngetukkan jemarinya yang melingkari.
"Hmm, coba ulangi lagi!"
Tawa renyah Taehyung memenuhi ruang mobil. Riang di antara suara wiper kaca mobil, juga rintik gerimis yang tak juga reda.
"Ini mudah, hyung! Aku ulangi, Steve berusia tujuh tahun saat ia memukul adiknya hingga tewas dan melempar mayatnya ke sumur di belakang rumahnya,"
"Karena adiknya rewel dan tak mau diam? Oke, lanjutkan!"
Jungkook mengangguk-angguk. Pengendara motor di depan mobil mereka membuat keningnya berkerut dalam. Orang itu salah menyalakan lampu sen.
"Iya, lalu saat Steve memeriksanya keesokan harinya, mayat itu hilang! Sama sekali tak terlihat! Kemudian, saat usianya tujuh belas tahun, pacarnya hamil dan ia belum sanggup menjadi ayah, maka ia membunuh gadis itu dan membuangnya ke dalam sumur. Paginya, mayat itu hilang lagi!"
Taehyung menjeda untuk mengambil napas. Ia mengecilkan suhu AC saat dirasa udara makin menusuk. Hujan di luar memperburuk keadaan.
"Kemudian, saat usianya dua puluh tujuh tahun, Steve mempunyai rekan kerja yang baginya, sangat menyebalkan, jadi, ia membunuh dan memasukkannya ke dalam sumur sama seperti sebelum-sebelumnya! Dan mayat itu hilang lagi di hari berikutnya!"
Jungkook menarik sebelah bibirnya naik seraya menginjak pedal rem. Leluasa menatap wajah cantik Taehyung saat lampu merah di sudut persimpangan berpijar terang. Anak itu balas melihat ke arahnya penuh binar antusias. Jika diperhatikan, seragam sekolahnya sedikit lebih lusuh dibanding saat Jungkook mengantarnya tadi pagi.
"Lalu?"
"Lalu, saat umurnya tiga puluh tujuh, ibunya sakit keras dan ia tak mau merawatnya, maka ia membunuh wanita itu dan membuangnya ke sana lagi!"
"Kenapa semua kejadian harus ia lakukan saat usianya ada angka tujuhnya?"
Jungkook menyela. Taehyung mencebik kecil lalu menjawab.
"Bukan itu yang jadi masalahnya, hyung! Yang harus hyung pikirkan adalah mengapa hanya mayat ibunya saja yang tetap terlihat di sumur tua itu sementara mayat yang lain sama sekali tak terlihat?"
Jungkook memutar kemudi berbelok ke kanan. Jalanan cukup lengang karena gerimis kembali turun sejak jam satu siang tadi. Seoul dilanda hujan yang awet hampir sepanjang hari. Hanya tinggal beberapa persimpangan hingga mereka sampai di dorm mereka. Namun, Jungkook punya sedikit rencana kecil. Ia akan berbelok ke arah pinggiran sungai Han sebelum mereka pulang. Ada festival kecil di sana dan Taehyung pasti akan sangat senang melihatnya. Lagipula Jimin mengiriminya pesan untuk tak membawa Taehyung pulang sebelum jam sepuluh. Sungguh, Jungkook tak sudi membalas pesan itu karena ia tahu benar apa yang akan manusia kurang kalsium itu lakukan di sana saat hanya berdua bersama kekasihnya yang minim ekspresi.
"Kenapa, ya?"
Lagi Jungkook berdengung. Membiarkan beberapa mobil memotong dan menyalip jalannya. Tak perlu terburu-buru memang menyenangkan. Apalagi saat ada Taehyung di dekatnya.
"Ayo, hyung! Kenapa?"
Seru Taehyung antusias. Ia sudah menanyai beberapa orang pertanyaan serupa tetapi tak ada satu pun yang menjawab dengan benar. Bahkan wali kelasnya sekalipun.
"Karena sumurnya sudah penuh?"
Jungkook terkekeh saat Taehyung mendesah penuh kekecewaan. Di saat begini anak itu suka bertingkah penuh 'drama'.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maknae!Tae Series
FanfictionAu! Cerita sehari-hari tentang Bangtan dan maknae mereka, Kim Taehyung Yaoi, brothership, dll