Kelas Raga baru saja berakhir ketika tiba-tiba seseorang menarik tangannya dari balik tembok. Selama sesaat, Raga hampir saja menerapkan pertahanan defensifnya atas serangan mendadak tersebut, tetapi begitu menyadari jika penariknya adalah Basil sepersekian detik kemudian, Raga membiarkan tubuhnya tertarik sebelum punggungnya berakhir membentuk tembok dengan keras. Koridor mulai ramai oleh para siswa yang baru keluar dari kelas masing-masing, namun karena Basil menyudutkannya di bagian koridor yang sepi dan jarang dilewati orang, secara teknis bisa dibilang mereka hanya berdua saja.
"Raga," Basil menatap Raga dengan pandangan penuh serius. Sejenak, Raga sempat heran sampai sebentuk kesadaran menghantam benaknya. Sontak, cowok itu langsung menutup bibirnya dengan telapak tangan.
"Enggak mau! Setelah insiden pagi itu, pokoknya nggak boleh ada yang kedua!"
Basil menyipitkan mata. "Maksud lo apa, sih?"
"Sil, gue tau kalau kisah cinta lo emang semenyedihkan itu, tapi bukan berarti lo harus menyerah sama cinta yang normal! Percaya sama gue, ini bukan kiamat buat dunia lo. Cepat atau lambat, lo pasti bakal nemuin cewek yang benar-benar menerima lo apa adanya." Raga menatap Basil dengan ngeri sambil berusaha melepaskan cengkeraman tangan Basil dari lengannya. "atau kalau lo masih tetap ngotot, gue nggak akan menghalangi. Itu terserah lo. Tapi asal lo tau aja... gue masih normal."
Kata-kata Raga membuat Basil melotot seketika. "Idih, gue juga masih normal, kali!"
"Terus ngapain lo narik gue mojok ke tembok pake gaya ala-ala tokoh utama drama korea favoritnya anak-anak cewek kalau lo nggak berniat melakukan pelecehan pada gue?!"
"Pelecehan apa yang lo maksud?!"
"Pelecehan... kayak pagi itu."
"Astaga!" Basil menepuk dahinya sambil mengerang frustrasi. "Harus berapa kali gue bilang kalau gue nggak sengaja dan gue sama sekali nggak punya niat mencium lo pagi itu—oh, oke, itu bahkan nggak bisa diitung sebagai ciuman! Bibir kita cuma nemp—"
"Basil, lo mau satu sekolah tau kalau kita pernah ciuman?"
Basil bungkam seketika. Wajah Risa yang kehijauan karena menahan mual begitu tau jika dirinya pernah mencium sesama cowok langsung terbayang di benaknya. "Enggak!"
"Kalau gitu, nggak usah keras-keras ngomongnya! Suara lo tuh bisa ngalahin toa masjid, tau!"
"Kalau gitu, sekarang berhenti nutupin bibir lo pake tangan. Lo kira bibir lo sesemok bibirnya Kylie Jenner apa?"
"Dih, itu sih bukan bibir, tapi kasur pompa."
"Terserah."
"Terus lo mau ngapain?"
"Gue mau cerita sesuatu. Ini penting."
Sebetulnya, satu-satunya yang Raga inginkan sejak dia masih berada di dalam kelas adalah langsung kembali ke asrama. Berdiam di dalam kelas dan berpura-pura tidak mengerti apa yang sedang dijelaskan oleh pengajar di depan kelas adalah siksaan. Kalau boleh jujur, sebetulnya Raga lelah dengan kehidupan yang sedang dijalaninya sekarang. Dia harus terjebak di tahun kedua sistem sekolah semacam ini, ketika sebetulnya dengan kemampuan yang dia miliki dia bisa saja langsung pergi ke Solanum dan mendapatkan posisi tinggi—bahkan memiliki anggota tim sendiri. Tetapi Basil tampak sangat serius sore ini, dan Raga belum pernah melihatnya seserius itu.
Lima belas menit kemudian, mereka berdua telah duduk bersebelahan di sebuah bangku panjang yang berada di koridor teras gedung sekolah.
"Lo mau cerita apa?"
"Janji lo nggak bakal kaget?"
"Lo nggak jadi homo beneran kan, Sil?"
"Bukan itu!" Basil menukas dengan wajah merah. "Ini serius. Gue nggak tau gue harus cerita sama siapa selain lo. Bukan hanya karena lo roommate gue dan lo bisa dibilang teman gue, tapi karena gue ngerasa apa yang baru saja terjadi ke gue nggak jauh beda sama apa yang lo lakukan di kolam renang waktu lo nolongin Roxy dari serangan Denzel."
KAMU SEDANG MEMBACA
NOCEUR: LIGHTS
Fantasy[Book One: Completed] (sebagian chapters diprivat untuk followers, follow untuk membaca) Ketika kamu tiba-tiba terlempar ke dalam sebuah dunia di mana kemampuan magis jadi nyata dan keabadian bukan hanya dongeng belaka, apa yang akan kamu lakukan? u...