50 - Best Friends

68.8K 9.3K 3.7K
                                    

*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

Ada yang berbeda pagi ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada yang berbeda pagi ini.

Seperti hari-hari biasa, Shiloh Wiranata akan beranjak dari tempat tidur jauh sebelum fajar. Dia akan meraih salah satu dari buku-buku tebal di rak bukunya yang tampak reyot, seakan tidak kuat menyangga beban semua benda yang berjejalan di dalam sana. Sejam atau dua jam akan berlalu dalam keheningan. Kemudian fajar menjelang dan tak lama setelahnya, warna langit yang kelam pelan-pelan berubah lebih muda hingga segalanya terang-benderang.

Tidak pernah lewat lima menit sejak matahari terbit, pintu kamarnya akan diketuk. Seorang gadis—serpent yang tidak terlalu berbakat hingga tidak punya kesempatan sedikitpun untuk duduk bersama siswa-siswa sekolah yang lain—akan mengantarkan secangkir teh rosella merah. Dia akan duduk sejenak menghadapi jendela, memandangi langit sambil menyesap teh dalam cangkirnya tanpa suara.

Rutinitas itu berlangsung konstan, persis setiap hari. Sebagian besar orang jelas menganggapnya sebagai cara hidup yang membosankan. Namun buat seseorang seperti Shiloh Wiranata yang telah melewati sekian ratus tahun dalam sepi dan getir karena menyaksikan pertikaian antara anak-anaknya, hidup bukan perkara bosan atau tidak.

Dia ada hanya sekedar ada.

Tanpa makna, seperti cangkang kosong yang hampa.

Pagi ini berbeda, karena gadis itu tidak mengantarkan secangkir teh rosella merah seperti biasanya.

Shiloh masih membisu ketika pintu kamar tiba-tiba diketuk. Ketukannya lembut, tetapi tidak mirip sama sekali dengan cara gadis pengantar teh itu mengetuk. Mendengarnya, Shiloh berdeham diikuti gumam pelan.

"Kamu tau, kamu tidak perlu mengetuk."

Pintu dikuak, menampilkan seraut wajah yang telah lama tidak Shiloh lihat.

"Lama tidak bertemu, Patra."

Cara Adya memanggilnya tidak pernah berubah, masih sama seperti dulu, dengan istilah lama yang memiliki makna sama dengan 'Ayah' dalam kata modern. Berbeda dengan Alka yang bersikap dingin saat pertama kali bertemu dengannya di sekolah ini beberapa tahun yang lalu, Adya justru tersenyum hangat. Senyum yang menular hingga ke matanya, mencipta lengkung yang membuat dia terlihat seperti anak kecil sederhana berhati lembut.

NOCEUR: LIGHTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang