"Dulu, lo selalu bilang kalau lo bukan tipe orang yang bisa menerima perintah dari orang lain. Karena itu, waktu mendengar lo nggak membantah perintah yang diberikan untuk lo dan Luka Diwangka, gue sempat nggak percaya."
Novel baru saja mengeluarkan sebutir apel dari lemari pendingin mini—yang sengaja dia beli untuk ditempatkan dalam kamar pribadinya—saat suara Alka terdengar, mengikuti kehadirannya yang kini sedang setengah bersandar di ambang pintu dengan tangan terlipat di dada.
"Lo tau siapa yang memberi perintah, menurut lo, gue bisa menolaknya segampang itu?"
"Sejak kita masuk ke sekolah ini, kita semua sudah sama-sama tau siapa dia."
Novel menggigit apelnya, seakan-akan sengaja ingin membuat Alka kesal dengan mengunyah berlama-lama sebelum menjawab. Tetapi berbeda dari biasanya, Alka hanya menatap dingin. Sulit menerka apa yang tengah melintas di benak laki-laki itu sekarang.
"Sekarang, keadaannya sudah berbeda. Kematian Nedia. Cerita tentang Luka dan Risa. Terungkapnya masa lalu Basil. Dan mungkin saja, kembalinya Adya. Berpura-pura nggak akan membuat segalanya membaik, malah mungkin bisa memburuk." Novel terlihat ragu sebentar, namun pada akhirnya dia tetap meneruskan. "Suka atau nggak, mungkin memang waktunya sudah tiba."
"Waktu untuk apa?"
"Menyelesaikan apa yang dulu nggak terselesaikan. Jangan pura-pura nggak tau, Alka. Lo jelas paham bahwa semuanya nggak lantas berakhir dengan apa yang lo lakukan pada Adya. Nggak juga selesai dengan keputusan lo buat Danny atau Razade. Semuanya udah terlanjur jadi bom waktu."
"Apa yang terjadi diantara kita, harusnya terselesaikan hanya diantara kita. Kenapa Trisha Narestria harus ikut terlibat dalam semua ini?"
"Urusan itu, gue nggak tau."
Alka menghela napas panjang, lalu menatap pintu kamar Novel yang terbuka dengan pandangan gamang. Sejak Risa bertanya padanya dan Denzel tentang okulis, dia sudah merasa curiga. Buat apa seorang sestra berdarah campuran sepertinya tiba-tiba bertanya tentang mitos kuno Oktana Polimestis yang hanya dipercayai oleh sebagian serpent? Rasa curiga bermuara pada sebuah penyelidikan dadakan yang Denzel lakukan—yang menemui titik terang seminggu yang lalu, saat Denzel menjadi proctor sementara buat Basil.
Basil tidak pernah tau, namun tentu saja, diam-diam Denzel membuka memorinya dan menggali banyak informasi dari sana.
Termasuk pertemuan rahasianya dengan Daenira Lazuardi.
Mereka belum bisa menerka apa yang akan terjadi, entah itu pada Basil dengan karakter gelap Benji yang mulai bangkit dalam dirinya, hingga Risa, dengan segala misteri yang menyertai keberadaannya. Belum lagi kerumitan yang tercipta karena hubungannya dengan Luka Diwangka. Oleh sebab itu, mereka bertiga memutuskan merahasiakannya untuk sementara waktu.
"Tapi seenggaknya, lo seharusnya merasa senang. Sejak dulu, Adya adalah anak kebanggaan Ayah lo, kan? Sejak dulu, lo selalu ada di tempat kedua, terlupakan dan seakan hanya jadi hiasan. Sekarang, kelihatannya dia cukup perhatian dengan memberi lo kesempatan menjadi proctor sementara Risa."
"Kenapa gue harus merasa senang?"
"Suka atau nggak, dia itu adik perempuan lo."
"Kita nggak lahir dari ibu yang sama."
"Apa pentingnya? Sekali saudara tetap saudara. Kalau Maél bisa menganggap gue yang orang asing ini seperti saudaranya sendiri, kenapa lo nggak bisa menerima keberadaan Risa? Kita memang belum cukup lama kenal dia, tapi dia itu pribadi yang baik."
"Dia adalah tanda ketidaksetiaan bokap gue kepada nyokap gue."
"Orang yang sudah mati nggak butuh rasa kasihan atau penyesalan, Alka. Berikan itu untuk mereka yang masih hidup."
KAMU SEDANG MEMBACA
NOCEUR: LIGHTS
Fantasy[Book One: Completed] (sebagian chapters diprivat untuk followers, follow untuk membaca) Ketika kamu tiba-tiba terlempar ke dalam sebuah dunia di mana kemampuan magis jadi nyata dan keabadian bukan hanya dongeng belaka, apa yang akan kamu lakukan? u...