Beati Bellicosi - Blessed Are The Warriors
*
Risa langsung terhenyak begitu mendengar jawaban dari nenek itu. Matanya menatap nanar, berusaha mencari setitik dusta, tapi dia tak menemukannya. Hanya dengan satu tatapan lekat penuh selidik, Risa tahu nenek itu mengatakan yang sebenarnya. Sekarang pertanyaannya adalah, siapa sebenarnya sosok ayahnya yang dimaksud oleh nenek itu?
"Nenek kenal ayahku?"
Nenek itu tertawa kecil seolah-olah Risa baru menanyakan sesuatu yang lucu. "Beberapa mengenalnya. Beberapa lagi tidak. Beberapa menyebutnya dengan satu nama lama. Beberapa lainnya memanggil dengan nama yang asing."
"Aku... nggak ngerti."
"Karena memang belum waktunya buat kamu untuk mengerti." Nenek itu menjawab bijak. "Suatu hari nanti, dia akan menemui kamu. Paling tidak, itu yang dia bilang padaku."
"Kapan?"
"Di hari kelulusanmu dari sekolah."
Risa seketika merengut. "Lama banget."
"Good things take times."
"Tapi apa memang benar orang yang nenek maksud itu ayah aku? Gimana kalau bukan, hayo? Jaman sekarang nggak cuma sandal jepit yang bisa ketuker pas solat jumat, anak juga bisa ketuker. Liat aja tuh sinetronnya Nikita Willy sama Yasmine Wildblood."
"Aku nggak nonton sinetron."
"Wah, sayang banget. Emang disini nggak ada televisi atau parabola gitu?"
Nenek itu terlihat berpikir sejenak, tapi lantas dia menyentakkan kepala. "Serpent biasanya tidak tertarik menonton acara televisi manusia. Denzel pernah bilang katanya menonton acara televisi manusia bisa membuat tingkat kecerdasannya turun sampai kurang dari separuh."
"Idih, itu sih dianya aja yang emang bolot. Lagian aku sangsi kalau dia emang beneran punya kecerdasan."
"Tidak baik membicarakan teman kamu, apalagi jika dia adalah anak Keluarga Lazuardi."
"Buset, disini ada juga diskriminasi berdasarkan siapa dan apa pekerjaan orang tua?" Risa menukas sinis. "Tapi emang kelihatan, sih. Anak-anak kayak Alka, Denzel dan Novel itu memang tipe bocah-bocah yang kelamaan dimanja dan berpikir kalau dunia memang punya mereka."
"This world once was theirs, though."
"Maksud nenek?"
"Kamu bakal ngerti nanti."
"Oh ya, ngomong-ngomong soal ayahku, dia ngomong apa lagi selain meminta nenek menggantung tanda lowongan kerja part-time itu?"
"Kebetulan nggak bilang apa-apa lagi."
"Nggak nitipin duit jajan?"
"Nggak."
Risa mendengus. "Ya ampun, apa dia nggak tau ya anaknya bokek begini. Hm, nggak ada bedanya juga kalau gitu. Ya sudah deh, makasih ya, Nek. Sampai ketemu lagi nanti." Cewek itu berujar sebelum berbalik dan berjalan keluar dari toko.
Jalanan di depan toko masih ramai oleh orang yang berlalu-lalang. Risa mengernyit, merapikan scarf yang melilit lehernya sekali lagi seraya menatap pada langit yang masih digelayuti mendung. Lantas dia menghela napas, mencoba menata pikirannya dan ketika pandangannya kembali terfokus pada jalan, dia bisa melihat bagaimana Basil datang menghampirinya dari kejauhan dengan dua crepes di tangan.
"Gue beliin lo yang rasa cokelat. Soalnya tadi waktu gue cariin, lo nggak ada. Gue nggak mungkin dong ngubek-ngubek ini tempat setelah terlanjur gempor karena nunggu antrian. Lo suka cokelat, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
NOCEUR: LIGHTS
Fantasía[Book One: Completed] (sebagian chapters diprivat untuk followers, follow untuk membaca) Ketika kamu tiba-tiba terlempar ke dalam sebuah dunia di mana kemampuan magis jadi nyata dan keabadian bukan hanya dongeng belaka, apa yang akan kamu lakukan? u...