Risa tidak tahu sudah berapa lama dia tertidur, namun sebelah tubuhnya yang dipakai sebagai titik tumpu untuk bersandar dirambati oleh pegal yang luar biasa ketika Basil menggoyang pelan bahunya.
"Oy, Manusia. Bangun. Udah sampe nih,"
Risa mengernyit, lalu perlahan kelopak matanya bergetar terbuka. Mencoba mengusir kantuk, cewek itu mengucek matanya dengan jari tangan. "Lo bisa nggak sih ngasih panggilan yang lebih beradab buat gue?"
"Maksudnya?"
"Gue nggak suka dipanggil 'oy, manusia'! Tampang kita berdua nggak jauh beda. Jadi tolong panggil gue apa kek gitu. Lo udah tau nama gue, kan? Atau perlu gue ingatkan lagi? Fine. Nama gue Trisha Narestria. Tapi lo bisa panggil gue Risa. Oke?"
"Sori, tapi lo kan emang manusia."
"Lo bukan?"
"Masih pake nanya lagi. Lo kira ada manusia yang bisa berubah jadi kecoak?"
"Mungkin aja. Dalam cerita pangeran kodok, pangeran berubah jadi kodok karena disihir."
"Gue emang disihir sama makhluk tidak bertanggung jawab, tapi gue bukan manusia dan jelas gue bukan pangeran kodok."
"Iya. Lo kan pangeran kecoak albino."
"Tolong ya, Man—"
"Risa." Risa mengoreksi cepat, yang akhirnya membuat Basil menyerah.
"Oke. Risa. Bukan maksud gue merendahkan lo dengan sebutan 'manusia', get it? Tapi faktanya memang begitu. Lo adalah manusia pertama yang diterima di sekolah ini, sekolah tempat kita berada sekarang. Meski gue tau nggak akan ada manusia yang bisa mengerti bahasa hewan atau bikin sapu melayang sampai jidat cucu kepala sekolah lo itu bonyok abis, tapi gue tau pasti kalau lo bukan serpent."
"Serpent? Apaan tuh? Ular?"
Basil menghela napas lelah. "Akan ada banyak sekali yang harus gue ceritakan sama lo. Tapi nggak disini dan bukan sekarang."
"Terus kenapa muka lo kayak gitu?"
"Karena serpent dan dunia bayangan punya cerita yang sangat panjang. Tapi masih untung, sih. Soalnya lo terhitung cukup tenang. Manusia pada umumnya pasti akan meraung-raung ketakutan begitu melihat gue berubah dari kecoak putih yang hampir penyet kena tamparan sandal jadi cowok ganteng macam gue ini. Ini permulaan bagus."
"Sudah gue bilang, gue biasa menghadapi keanehan-keanehan yang bahkan bikin almarhum nyokap gue ketakutan sejak gue masih kecil." Risa berdecak. "Tapi tolong ya, sikap over percaya diri lo itu ditahan dulu. Pertama, nggak ada yang bilang lo ganteng. Kedua, gue nggak sesenang itu harus sekolah di kampuang nan jauh di mato. Depok aja hitungannya udah jauh buat gue, apalagi lokasi sekolah lo yang jauh dari Stasiun Bogor. Kalau saja gue punya pilihan lain alias punya banyak duit, gue lebih milih sekolah di Bekasi yang ada di luar galaksi itu daripada terdampar di pedalaman Halimun. Apa sih yang bisa gue lihat setiap harinya? Gunung Salak? Nggak sekalian aja suruh gue bikin pabrik air minum?"
"Lo cerewet juga."
"Makanya, jangan dibikin terpelatuk."
Basil nyengir. "Udah mau sore, nih. Lo harus buru-buru konfirmasi ke Bu Sugiarto sebelum lo diizinkan masuk ke asrama. Teknisnya, tugas gue adalah menjemput lo dari stasiun doang. Tapi karena gue baik dan berhubung gue merasa berhutang budi karena bagaimana pun juga lo adalah princess penyelamat gue, jadi gue bakal anterin lo ke asrama. Paling nggak sampai lo ketemu Persie."
"Persie siapa?"
"Roommate lo. Teman sekamar lo di asrama selama lo sekolah disini."
"Dia bukan manusia?"
KAMU SEDANG MEMBACA
NOCEUR: LIGHTS
Fantasy[Book One: Completed] (sebagian chapters diprivat untuk followers, follow untuk membaca) Ketika kamu tiba-tiba terlempar ke dalam sebuah dunia di mana kemampuan magis jadi nyata dan keabadian bukan hanya dongeng belaka, apa yang akan kamu lakukan? u...