Basil belum pernah menghadap situasi krisis seperti ditinggal bersama seseorang yang kelihatan seolah-olah berhenti bernapas tiba-tiba, karenanya tindakannya lebih didasarkan pada respon impulsive atas reaksi kebanyakan untuk situasi serupa yang pernah dia lihat sebelumnya, entah dalam televisi maupun iklan. Namun tampaknya, usahanya membuahkan hasil. Pada embus udara ketiga yang dia tiupkan ke dalam mulut gadis itu—sambil menutup akses udara menuju hidungnya—Lara menghela napas yang panjang dan dalam, kemudian perlahan, frekuensi napasnya kembali, meski lambat dan hampir tidak terdeteksi.
Basil memutar otak sebentar, lalu memutuskan membawa Lara ke kamarnya. Dengan sekali gerakan, laki-laki itu merengkuh Lara dalam sebuah gendongan. Koridor sepi karena malam telah larut, sesuatu yang Basil syukuri sebab mereka tidak berpapasan dengan siapapun. Berita tentangnya yang membuat Lara cedera tempo hari sudah cukup menimbulkan dengung bisik yang tidak nyaman setiap kali dia lewat, tidak perlu ditambah dengan terpergok sedang menggendong gadis itu di tengah malam yang senyap.
Kamar Lara sunyi, tetapi Novel ada di sana, sedang menggenggam sebutir apel merah yang belum digigit. Alisnya terangkat dan dia langsung beranjak dari duduk saat matanya melihat sosok Basil. Ekspresi kaget tergambar jelas di wajahnya, namun laki-laki itu tetap diam sementara Basil membaringkan Lara dengan hati-hati di atas ranjang.
"You gotta help her."
"I know." Novel mendekati pinggir ranjang Lara, lalu meraih lengan gadis itu, menyentuh tepat pada salah satu titik di atas nadinya dengan mata terpejam. Basil hanya mampu menyaksikan sambil menerka-nerka. Apa pun yang sedang Novel lakukan, pasti itu untuk membuat kondisi Lara jadi lebih baik.
"Apa yang terjadi sama dia?" Basil langsung memburu Novel dengan berondongan pertanyaan tatkala mata laki-laki itu kembali terbuka.
"Kondisinya belum stabil dan dia menggunakan terlalu banyak energi selama beberapa jam terakhir. Apa dia mendatangi lo ke kamar lo?"
Basil mengangguk. "Iya, meski dia nggak sempat mengatakan tujuannya datang ke kamar gue."
"Normally, serpents don't survive that kind of attack. Apa yang lo lakukan padanya di Gomun punya daya rusak yang cukup besar, walau lo nggak sengaja. Bukan berarti gue menyalahkan lo, tentu saja." Novel memandang mata abu-abu Basil dengan lekat, dan melalui sorot emosi yang bergejolak di sana, Novel tau bahwa entah bagaimana dan entah dari mana, Basil sudah tau tentang Benji Agnimara serta sejarah mereka di masa lalu. "Dia nggak seharusnya turun dari tempat tidur, tapi siapalah gue bisa melarang seorang Lara Diwangka? Lo bisa tetap menunggui dia di sini. Apa pun yang mau dia katakan pada lo, itu pasti cukup penting hingga dia mau repot-repot berjalan menuju kamar lo, secara manusiawi pula, mengingat dia nggak punya cukup banyak energi untuk berteleportasi."
"Lo mau ke mana?"
"Gue harus memberitahu Luka."
Tanpa menunggu jawaban Basil, Novel langsung berlalu. Suara langkah kakinya bergema saat dia berjalan meninggalkan ruangan dan menutup pintu kamar dengan perlahan di belakang punggungnya. Dalam hitungan detik, Basil ditinggal berdua dengan Lara dalam kamar. Sunyi melingkupi. Ada denyut aneh yang menusuk dada Basil waktu tatapan matanya jatuh pada wajah Lara yang pucat.
Laki-laki itu diam sejenak, kemudian mendekati Lara dan meraih jari-jari lentiknya yang terasa dingin digenggam.
"Ini nggak seperti lo. Sejak awal gue bertemu lo, kesan pertama gue, lo adalah cewek dengan kemampuan magis tingkat tinggi yang sombong dan menatap gue seolah gue adalah debu di ujung sepatu." Basil berbisik gamang. "Melihat lo yang sekarang, begitu lemah dan penuh luka, karena gue... entah kenapa gue merasa lebih baik lo tampil seperti lo yang gue kenal. Lo yang sombong dan meremehkan gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
NOCEUR: LIGHTS
Fantasy[Book One: Completed] (sebagian chapters diprivat untuk followers, follow untuk membaca) Ketika kamu tiba-tiba terlempar ke dalam sebuah dunia di mana kemampuan magis jadi nyata dan keabadian bukan hanya dongeng belaka, apa yang akan kamu lakukan? u...