Berpikir kalau Alka sudah mampu bersikap lebih ramah padanya adalah kesalahan yang Risa lakukan. Selama lima belas menit pertama, Alka bertindak seakan Risa tidak ada disana. Cowok itu tetap tertunduk, membaca kata demi kata pada bukunya tanpa peduli bagaimana Risa meliriknya pada setiap suapan es krim yang gadis itu makan. Denzel tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya mengamati, walau sesekali wajahnya menunjukkan ekspresi geli yang sangat kentara.
"Sori banget, tapi mau sampai kapan ya kita begini?" Risa bertanya setelah dia merasa sudah tidak sanggup lagi menahan diri.
Namun satu-satunya pihak yang merespon justru Denzel. "Begini gimana?"
"Gue setuju ngikutin lo bukan karena gue pengen makan es krim." Risa merengut pada Denzel. "Tapi karena lo bilang Alka lebih tau soal apa yang bakal gue tanyain. Faktanya malah jadi kayak gini. Dia ngediemin gue seolah-olah gue nggak ada. Nyebelin."
Alka mengangkat wajahnya dari lembaran buku, kemudian menatap Risa dengan sorot dingin dan wajah tanpa ekspresi. "Apa yang mau lo tanyain ke gue?"
"Sesuatu yang penting."
"Sesuatu yang pasti mengejutkan lo." Denzel berujar sambil terkekeh. "Go ahead and tell him, Riri."
"Riri?" Risa melotot, salah fokus pada nama pendek konyol yang baru Denzel sematkan padanya.
"Kalau lo boleh manggil gue Denzy, kenapa gue nggak boleh manggil lo Riri?"
"Oh, whatever." Risa berdecak seraya memutar bola matanya, lalu dia menyambung. "Gue mau nanya sesuatu tentang Okulis. Katanya itu berhubungan sama Oktana Polimestis."
Kini, Risa benar-benar mendapatkan perhatian Alka sepenuhnya karena cowok itu menutup bukunya begitu saja.
"So, are we getting serious, here?"
"Okulis, lo tau tentang itu dari mana?"
"Basil."
"Oh." Alka tidak terlihat terkejut sama sekali. "Gue bisa memberitahu lo. Tapi nggak disini."
"Dimana? Di sekolah nanti waktu kita masuk tahun ajaran baru? Buset dah, nggak bisa kurang lama lagi?" Risa balik bertanya sarkastik.
"Di tempat yang lebih privat."
Usai berkata begitu, Alka langsung beranjak dari tempat duduknya. Semula, Risa ingin protes, tapi tidak jadi karena Denzel melempar kode melalui tatapan mata, meminta Risa tidak mengucapkan apa-apa dan menurut pada Alka. Mereka berjalan beriringan keluar dari gerai es krim dan mengarah menuju eskalator. Risa tetap diam, namun lagi-lagi tanyanya terlontar tanpa mampu dikontrol saat dua cowok di depannya membawanya ke area parkir rooftop mal.
"Kenapa kita kesini?"
"Emang kita harus kemana? Ke Timezone? Kalau mau ngomongin sesuatu yang sifatnya rahasia, kita bisa ngomongin itu disini. Tempat ini adalah tempat yang paling jarang didatengin sama pengunjung mal."
Risa melipat tangannya di dada. "Mana lo tau? Jaman udah berubah, Bos. Anak-anak sekarang demen foto dan selfie di mana aja, be it di parkir rooftop mal sampai acara yasinan keluarga yang baru meninggal."
"Nggak akan ada yang kesini, at least untuk satu jam ke depan." Denzel menyahut dengan enteng. "Now, Alka, what are you waiting for? Show her."
Alka mengernyit pada Denzel. "Lo yakin dengan ini?"
"Yakin. Kenapa harus pake nanya?"
"But she is a human."
"Half-human. Sebagian dirinya yang lain tetap sama kayak kita. Tolong jangan perpanjang urusannya karena ego lo sendiri. Kita sudah sepakat dan baik gue maupun Novel nggak minat diskusi ulang. Contract is contract. Kesepakatan yang sudah diambil nggak boleh dilanggar."
KAMU SEDANG MEMBACA
NOCEUR: LIGHTS
Fantasy[Book One: Completed] (sebagian chapters diprivat untuk followers, follow untuk membaca) Ketika kamu tiba-tiba terlempar ke dalam sebuah dunia di mana kemampuan magis jadi nyata dan keabadian bukan hanya dongeng belaka, apa yang akan kamu lakukan? u...