*
Kata-kata Risa otomatis membuat Basil menghela napas dalam. Dia sudah menebak jika Risa tidak akan membiarkannya pergi begitu saja. Namun percayalah, sekeras apa pun hatinya mengatakan dia tidak menginginkan ini semua, senyum penuh arti Maél menegaskan jika dia tidak punya pilihan lain.
Pergi dengan Maél dan secara otomatis mengikuti Adya terdengar seperti sebuah gagasan yang buruk, tetapi itu jelas lebih baik daripada bersikap keras-kepala dan terjebak dalam pertarungan antara hidup dan mati dengan sahabat terdekatnya sendiri.
Lagipula, dia hanya perlu memastikan keadaan sekolah sudah aman dan seluruh situasi telah terkendali. Melihat absennya Ivy Diwangka, Taksa Samsara dan petinggi sekolah terkait pada sesi ujian tahap kedua hari ini membuat Basil menduga kalau mereka tertahan, entah di suatu tempat. Dengan menurutnya dia pada Maél, Basil berharap situasi sekolah bisa kembali terkontrol dan mereka yang terluka dapat menerima bantuan medis sebagaimana mestinya.
Sebab jika sosok-sosok sekelas Taksa Samsara atau Ivy Diwangka saja bisa tertahan entah di mana, dia tidak yakin mereka punya cukup kemampuan untuk mengakhiri segalanya dengan kontak fisik.
Setelahnya, dia bisa berpikir bagaimana caranya untuk memisahkan diri dari Maél atau Adya.
Namun tampaknya, Risa tidak bisa membaca siasatnya. Gadis itu terlihat khawatir. Jari-jarinya gemetar saat dia berdiri di depan Basil. Matanya menatap nanar ketika Basil membungkuk, mencabut belati yang menancap di tanah di depan sepatunya dengan wajah datar.
"Trisha,"
"Terserah lo mau bilang apa." Risa membalas sinis. "Lo kira lo pahlawan? Lo kira lo menyelamatkan semua orang dengan apa yang lo lakukan? Nggak. Nggak ada penyelamatan yang dilakukan dengan berpihak pada orang jahatnya."
"Gue membuat pilihan gue. Lo nggak berhak ikut campur."
"Ini jelas bukan pilihan yang bakal lo ambil tanpa merasa terpaksa."
"Dari mana lo bisa berasumsi begitu?"
Risa menyahut tegas. "Karena gue sahabat lo dan gue tau lo itu pribadi yang kayak gimana."
"Cara lo bicara mengesankan lo benar-benar mengenal gue."
"Memang."
"Sebelum ini, gue pernah bertemu Daenira Lazuardi. Dua kali."
Risa mengernyit. "Daenira Lazuardi?"
"Danny is one of my dearest friends." Maél menyela, membuat ekspresi wajah Risa berubah. Ekspresi wajah itu adalah gabungan dari kaget, tidak percaya, takut dan... terluka? Apa pun itu, Basil benci melihat ekspresi wajah Risa yang seperti itu. "Kurasa kamu tidak mengenalnya sejauh yang kamu kira, Trisha Narestria?"
Risa menggeleng, menatap pada Basil. "Lo pasti berbohong."
"Ada beberapa yang nggak akan gue lakukan pada lo disini, Risa, dan salah satunya adalah berbohong."
KAMU SEDANG MEMBACA
NOCEUR: LIGHTS
Fantasy[Book One: Completed] (sebagian chapters diprivat untuk followers, follow untuk membaca) Ketika kamu tiba-tiba terlempar ke dalam sebuah dunia di mana kemampuan magis jadi nyata dan keabadian bukan hanya dongeng belaka, apa yang akan kamu lakukan? u...