37 - Checkmate

104K 12.2K 8.8K
                                    

Sepanjang masa sekolahnya sebelum pertemuan tidak terduganya dengan Basil mengubah seluruh aspek dalam hidupnya, Risa tidak pernah punya teman. Semua orang memandangnya aneh hanya karena secara tidak sengaja, beberapa kali dia membuat benda berpindah tempat tanpa menyentuhnya atau membuat cuaca berubah secara ekstrem karena pergantian suasana hatinya yang tiba-tiba. Semua orang, tidak terkecuali keluarga tantenya. Itulah sebabnya Risa tidak pernah dekat dengan sepupu-sepupunya, tak peduli mereka telah tinggal serumah untuk waktu yang lama.

Namun bukan berarti Risa tidak pernah mendengar tentang bagaimana orang-orang seumuran yang ada di sekitarnya, terutama para gadis, mengharap punya kisah cinta serupa tayangan romansa dalam media film ataupun buku. Di waktu jam kosong saat guru yang seharusnya mengajar tidak hadir dalam kelas, biasanya teman sekelas Risa akan berkumpul di sudut kelas dan bergosip tentang tokoh utama dalam serial cinta remaja yang sedang tayang di televisi atau mengobrol tentang penyanyi tampan dari negeri seberang. Kadangkala, jika anak-anak cowok mau diajak bekerja sama, mereka akan menyetel drama percintaan dan memproyeksikannya ke layar, menjadikan ruang kelas serupa bioskop sederhana dadakan.

Romansa dan Trisha Narestria bukan kata yang Risa kira akan bisa ditempatkan dalam satu kalimat, hingga suatu hari, sebuah adegan dalam drama percintaan remaja yang diputar salah satu temannya menarik perhatiannya.

Jalan cerita drama itu klise, biasa saja dan banyak ditemui dalam berbagai bentuk adaptasi, terutama di lingkungan sosial yang mengagungkan Cinderella syndrome. Kisahnya tentang gadis malang yang kemudian bertemu dengan seorang laki-laki tampan, kaya raya, cerdas, pokoknya serba sempurna. Singkat cerita, laki-laki itu jatuh cinta pada si gadis dan kisah mereka berakhir bahagia, ditutup oleh sebuah ciuman yang manis.

Para anak perempuan yang menyaksikan adegan itu mendesah pelan dengan wajah penuh haru, sementara Risa justru diliputi oleh tanya.

Seperti apa rasanya dicium?

Ah, mungkin pertanyaan itu lebih tepat jika dikoreksi menjadi; seperti apa rasanya mengetahui disayangi oleh seseorang yang juga kamu sayangi, tanpa alasan, hanya semata-mata kamu karena berpikir hidup mendadak jadi aneh jika tidak didampingi oleh kehadiran orang itu?

Siang ini, di dalam sebuah kafe sepi di tengah Kota Bogor, setelah sekian tahun berlalu sejak Risa menyaksikan adegan yang membuat murid-murid perempuan kelasnya bertingkah seperti cacing kepanasan itu, Risa mendapat jawaban untuk pertanyaan yang telah lama dia simpan.

Rasanya menyenangkan.

Oke, mungkin kata itu terlalu dangkal untuk menggambarkan perasaannya saat ini, tapi mengingat apa yang tengah dilakukan Luka padanya sekarang, Risa tidak punya cukup ruang dalam otaknya untuk memikirkan deskripsi yang lebih patut.

Laki-laki itu menciumnya dengan lambat, teramat berhati-hati, seolah-olah mengerti jika ini baru pertama kali Risa alami. Tindakan mereka sudah pasti mengundang perhatian, karena untuk sejenak, bahkan pelayan kafe yang berjaga di balik konter pun menghentikan aktivitasnya. Saat bibir Luka masih menutup bibirnya, Risa tidak mempedulikan apapun, seakan dunia sudah terbang jauh meninggalkannya. Namun ketika ciuman mereka terlepas dan Luka menarik wajahnya menjauh, kesadaran menghantam Risa, membuat wajahnya serasa terbakar dan dirambati oleh rona.

"Lo nggak terlihat terlalu baik." Luka memiringkan wajah. "Malu?"

"Gue sudah menonton lebih dari selusin adegan ciuman dan nggak ada satupun dari pemeran prianya yang bicara kayak lo." Risa menyergah dongkol, masih dengan pipi yang merah. "Tentu gue malu. Gue belum pernah dicium. Di depan banyak orang pula. Mereka pasti berpikir kita itu kayak semacam anak bangsa yang moralnya udah rusak."

"Who cares?"

"Gue peduli."

"Not anymore." Luka tersenyum puas sembari menjentikkan jarinya dan dalam sekejap, jarum jam yang berada di ruangan kafe tersebut berhenti bergerak. Semua orang membatu, ikut membeku dalam masa yang tiba-tiba disumbat hingga tak bisa berjalan sebagaimana mestinya. Risa terperangah, mengedarkan pandang ke segala arah dengan heran lalu dibuat takjub ketika gelembung-gelembung beraneka warna menyembul keluar dari kepala orang-orang dalam kafe selain mereka, kian membanyak hingga tampak serupa sekumpulan lampion bulat yang mengapung di udara. Indah dan magis.

NOCEUR: LIGHTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang