Daenira Lazuardi sedang berdiri tepat di depan pagar pembatas balkon sebuah kamar suite salah satu hotel bintang lima ternama sembari memandangi titik-titik cahaya bangunan ibukota yang tampak serupa sinar dari sekoloni kunang-kunang saat dia mendengar bunyi pintu kaca digeser, disusul oleh ucapan milik laki-laki yang hanya dari suaranya sudah bisa dia kenali siapa.
"Sejak kembali dari sekolah itu, kamu lebih banyak diam."
Danny tidak merasa perlu berbalik, karena Adya Wiranata berjalan mendekat dan berhenti di sebelahnya. Angin malam yang dingin berembus, memainkan rambut mereka sekehendak hati. "Aku tidak punya banyak kesan untuk dikatakan."
"Karena pertemuanmu dengan Benji Agnimara?" salah satu alis Adya terangkat. "Atau diam-diam, kamu tidak sengaja berjumpa dengan adik kesayanganmu itu. Oh, atau harus kukatakan, mantan adik kesayanganmu?"
Danny tidak pernah suka membicarakan Denzel, terutama dengan Adya. Setelah peristiwa yang terjadi satu millennium lampau, segala yang ada diantara mereka berubah. Adya tidak seperti Adya yang pernah Danny kenal setelah dengan caranya sendiri, laki-laki itu berhasil melepaskan diri dari samsara. Keadaan juga turut berganti. Danny tidak pernah membayangkan jika akan tiba suatu masa dimana dia memihak pada kubu yang berseberangan dengan Denzel, adik laki-laki yang amat dekat dengannya, yang sudah serupa bayangan baginya, namun begitulah yang sudah terjadi.
Segalanya tidak akan pernah sama dan Danny tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengubahnya.
"Aku tidak bertemu Denzel."
"Bahkan berpapasan sekalipun?"
"Tidak sama sekali." Danny mendengus. "Daripada membahas tentang Denzel, kenapa kamu tidak membahas tentang yang lain, seperti alasan mengapa kamu menyuruhku menemui Benji dan bicara tentang takdir itu."
"Tidak biasanya kamu mempertanyakan alasan di balik tindakanku."
"Seribu tahun bukan masa yang singkat. Aku harus bersembunyi, berpindah tempat dari satu titik ke titik lain di penjuru dunia, hingga kamu memutuskan muncul dan kembali menyatukan The Red Rubies. Selama seribu tahun juga, satu-satunya yang mampu kulakukan hanya menonton sisa keluargaku dari jauh, menahan diri untuk tidak mendatangi mereka dan memohon maaf. Semua karena aku percaya padamu." Danny berujar panjang lebar, membuat Adya mengernyit karena Daenira Lazuardi jelas tidak pernah secerewet itu sebelumnya. "Tapi kini aku butuh lebih dari sekedar rasa percaya, Adya."
"Apa yang mau kamu dengar dariku?"
"Takdir tentang reinkarnasi Luksa dan Anak-anak Cahaya yang kamu inginkan agar aku sampaikan pada Benji. Apakah itu benar?"
"Mungkin benar." Adya menyesap red wine dalam gelasnya. "Atau mungkin tidak."
"Jangan bermain-main denganku, Adya Wiranata."
"Benar atau tidaknya, itu tidak penting."
"Lalu apa yang penting?"
"Kamu harus mampu menarik Benji Agnimara ke sisi kita. Sejak dulu, dia sudah dipenuhi oleh kebimbangan. Dia dekat denganmu. Dia cukup dekat dengan Razade. Satu-satunya yang membuatnya tidak berada di pihak kita pada perang di masa lalu adalah kematian Tatiana Termal."
"Apa pentingnya Benji Agnimara bagi rencanamu?"
"Dia adalah salah satu kepingan terbesar untuk melengkapi puzzle yang kususun." Adya tersenyum, lalu menatap lurus pada cahaya beragam warna dari deretan gedung pencakar langit yang berdiri di hadapan mereka. "Dia akan jadi elemen kejutan yang bagus, terutama untuk beberapa orang yang sangat ingin kutemui."
"Alka Wiranata?"
"Dia adalah salah satunya."
"Salah satunya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
NOCEUR: LIGHTS
Fantasy[Book One: Completed] (sebagian chapters diprivat untuk followers, follow untuk membaca) Ketika kamu tiba-tiba terlempar ke dalam sebuah dunia di mana kemampuan magis jadi nyata dan keabadian bukan hanya dongeng belaka, apa yang akan kamu lakukan? u...